Share

94 Mengumbar Kemesraan

Penulis: Setia_AM
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-31 20:56:10

“Saya tidak ingin bertemu Pak Zayyan,” ungkap Tristan jujur. “Saya mau mendiskusikan sesuatu dengan Anda, bisa?”

"Maaf Pak, saya harus kerja!" Sindy menangkup dua tangannya di depan sebagai gesture minta maaf.

"Nanti kamu ikut aku ke restoran hotel, ada acara makan-makan dengan beberapa rekan.” Zayyan memberi tahu.

“Kok mendadak, kamu yakin mau ajak aku dengan tampilan seperti ini?” tanya Sindy tidak percaya.

“Kita masih sempat pulang dulu,” jawab Zayyan santai.

Sore itu Zayyan pulang sesuai janji, dia segera mandi dan mengenakan setelan terbaik yang sudah sindy siapkan untuknya.

Supaya serasi dengan Zayyan yang mengenakan jas formal, Sindy juga memilih gaun resmi dengan bahu tertutup dan riasan sempurna yang membuat wajahnya semakin bersinar.

Begitu mereka berdua tiba di restoran, Sindy menyelipkan tangannya ke lengan Zayyan dan menebar senyuman ke orang-orang yang menyambut mereka.

“Aku akan kenalkan kamu,” ucap Zayyan dengan nada seakan dia sudah menunggu saat ini tiba. “Marko!”

S
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Istri yang Tak Dinafkahi    95 Cuma Orang Asing

    Sindy meletakkan gelasnya dan menarik napas panjang, dia tidak mengira Clara sudah terlampau jauh mengetahui latar belakangnya sedemikian rupa."Jadi Bu Sindy sempat tidak punya pekerjaan?" Tiba-tiba Tristan datang dan mengejutkan Clara."Bukan apa-apa kok, Pak." Sindy menggeleng sambil tersenyum. "Itu cuma masa lalu yang tidak harus diketahui oleh orang banyak ....""Kenapa, kamu malu mengakui masa lalu kamu?" sela Clara yang seakan makin terlecut untuk membuat nama Sindy kian jatuh di hadapan Tristan. "Kamu cuma beruntung karena Mas Zayyan mau menikah sama kamu.""Ya, ya, terserah." Sindy mengangkat bahu dan tidak ingin menanggapi ucapan Clara lebih jauh. "Silakan jelekkan aku sepuas kamu, aku nggak peduli."Clara lantas menoleh ke arah Tristan."Lihat kan, Sindy ini cuma beruntung karena Mas Zayyan mau menikahi dia dan mengangkat derajatnya menjadi lebih terpandang." Clara berkata puas."Menurut saya tidak begitu," geleng Tristan kalem. "Apa?" Clara mengernyit."Yang justru berunt

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Istri yang Tak Dinafkahi    96 Gemuruh di Dada

    Ardi melirik putrinya yang makan dengan supercepat, sementara Sindy berusaha mengejar keterlambatannya meskipun dengan susah payah karena kerongkongannya mulai penuh sesak oleh burger.“Yeeayy, aku menang!” Sisil menelan potongan terakhir burgernya dan bersorak sedangkan sindy masih mengunyah dengan seperempat burger yang masih tersisa. “Ibu kalah!”Sindy mengangkat tangannya tanda menyerah dan menghabiskan sisa burgernya dengan perlahan. “Ibu sampai belepotan saus!” komentar Sisil sambil tertawa. “Ayah, lihat Ibu lucu banget!”Ardi menoleh dan melihat noda saus di sudut-sudut bibir Sindy. Refleks dia meraih tisu dan membersihkan sisa saus yang belepotan.Dari kejauhan, Zayyan yang memang sedang mengawasi mereka, merasakan gemuruh di dada.“Sudah, terima kasih.” Sindy buru-buru membersihkan bibirnya sendiri.Selesai makan burger, mereka bertiga bersiap pulang ke rumah dan Sisil mengingatkan Sindy tentang hukuman yang harus dia jalani.“Ibu halus menggendong ...” Sisil kelihatan berpi

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Istri yang Tak Dinafkahi    97 Alasan untuk Menyentuhnya

    “Pa, kita belikan ibu sop ayam, ayo!” seru Sisil setelah selesai dua putaran mengelilingi taman.“Di rumah sudah ada Bibi Imel yang masak,” sahut Zayyan sambil mengusap keringat di dahinya. “Kita pulang saja yuk, ibu kamu sedang nggak enak badan soalnya.”“Sebentar, aku mau beli kue dadar.” Sisil menoleh memandang berkeliling taman yang mulai ramai dengan para penjual makanan ringan.Zayyan mengabulkan permintaan putranya sekalian membelikan Sindy cemilan yang serupa.Setibanya di rumah, Sisil langsung sibuk dengan kotak mainannya sementara Zayyan memilih pergi ke kamarnya untuk melihat keadaan Sindy.“Kamu belum bangun?” sapanya sambil membawa sekotak kue dadar yang tadi dibelinya. “Lihat aku bawa apa.”Sindy menoleh dengan mata terpejam.“Aku lemas ... maunya tidur terus,” keluhnya sambil berbaring miring. “Semua pekerjaan rumah dipegang Imel, tapi aku yang capek ...”Zayyan mendengarkan keluhan istrinya dengan sabar.“Kamu mau saya pijat?” katanya menawarkan diri.“enggak,” sahut S

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Istri yang Tak Dinafkahi    98 Sikap Manja Sindy

    “Kamu nggak lemah, kamu tetap kuat seperti yang biasanya aku kenal.” Zayyan menghibur Sindy yang masih terisak-isak di bahunya. “sisil dulu nggak kenal sama aku, kamu sendirian ... makanya dia nggak rewel.”Sindy masih sesenggukan, meskipun tidak sekencang tadi.“Tapi sekarang, adiknya Sisil tahu kalau ibunya nggak sendirian lagi,” sambung Zayyan sembari membelai punggung Sindy. “Ada ayahnya di sini yang setiap saat menemani, kapanpun dibutuhkan.”Zayyan melepas Sindy dan mengusap sisa-sisa air mata di wajahnya.“Kamu sedang hamil,” kata Zayyan mengingatkan. “jadi jangan stres atau berpikir yang macam-macam, kasihan yang ada di dalam.”Dia mengusap perut Sindy yang masih rata.“Maaf ... aku jadi manja begini sama kamu ...” ucap Sindy lirih.“Jangan minta maaf,” tepis Zayyan. “aku justru senang karena ini pertama kalinya aku bisa menemani kamu di masa kehamilan kamu yang berat.”Sindy menganggukkan kepalanya tanpa berkata apa-apa lagi.Setelah itu sikap manja sindy justru sering menjad

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Istri yang Tak Dinafkahi    99

    Ratna balas menatap kedua anaknya bergantian. "Ibu usahakan, tapi kamu juga harus bertindak." Wanita berumur itu melirik anak lelakinya. "Dekati Sisil, siapa tahu dia bisa kasih info meski masih kecil." "Apa yang mau diharapkan dari Sisil sih, Bu? Dia ngomong saja belum bener!" tukas Mita meremehkan. "Kamu nggak ngerti kalau ingatan anak kecil itu kuat, Mit! Dari Sisil, Ardi bisa tanya-tanya kapan pemilik resto itu ke rumah, terus mereka ngapain saja ... Minimal Sisil pasti ingat Sindy sudah dikasih apa saja sama laki-laki itu, siapa tahu malah anak itu juga dijanjikan beli baju baru untuk acara ..." Ardi terdiam merenungi ucapan Ratna. Meskipun tidak ingin membayangkannya, tapi dia merasa jika ucapan Ratna lumayan masuk akal. Kalau Ardi ada di posisi Zayyan, tentu dia akan berusaha mendekati Sindy dengan mencari perhatian anaknya. Karena itulah Ardi berencana untuk menemui Sisil dan ngobrol dengannya, tidak peduli Sindy akan memberi izin atau tidak. ** Tidak membutuhkan waktu

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Istri yang Tak Dinafkahi    100

    “Kok cemberut begitu?” Keke menyambut kepulangan Zayyan di rumah dengan senyum merekah, tetapi langsung surut ketika melihat wajah masam putranya.“Biasalah, Ma ...” Zayyan lantas menceritakan pembicaraan dengan Sindy tadi, sementara Keke mendengarkan dengan sungguh-sungguh.“Godaan menjelang pernikahan, biasa itu. Yang penting keyakinan kamu sama Sindy nggak goyah sedikitpun, dia sendiri tanggapannya gimana?”“Sindy nggak goyah sih, Ma. Dia bilang kalau mantan suami dan keluarganya nggak usah dipedulikan, mereka seringkali omong kosong tanpa ada bukti.”Keke mengangguk paham. “Lagian seyakin itu mereka meng-klaim kalau kamu adalah jodoh si Mita ... Laris sekali sih anak mama ini!”“Aku bukan dagangan, Ma.”“Tapi banyak yang ngejar. Ada cewek labil, Clara ... Eh iya, ngomong-ngomong soal Clara gimana, Zay?”“Nggak gimana-gimana, Ma.”“Setidaknya kamu harus antisipasi kalau dia tahu dan mencoba melakukan hal-hal yang bisa mengancam keberlangsungan acara kita.” Zayyan merenung

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-05
  • Istri yang Tak Dinafkahi    101

    Sindy mengamati layar ponselnya yang sunyi, meski sebenarnya ada beberapa pesan yang masuk dari Ardi, Mita, dan juga Nesi.Namun, pihak yang ditunggu-tunggu malah tidak hadir ke permukaan dan itu cukup membuat hati Sindy gelisah tidak nyaman.Sejak pengakuan di dalam mobil, hingga disepakati niat baik untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih serius, bahkan ketika keluarganya selesai berembug mengenai acara resepsi pernikahan, Zayyan jarang sekali menghubunginya. Interaksi mereka di restoran pun terlampau sedikit, sehingga terkadang Sindy merasa ragu dengan kesungguhan Zayyan yang berniat ingin menikahinya.Memangnya apa sih yang aku harapkan, batin Sindy sambil menjatuhkan dirinya ke tempat tidur, lalu memeluk bantal guling dengan erat. Kami sama-sama janda dan duda, masa iya mau mesra-mesraan kayak anak remaja?Saat sedang galau-galaunya melanda, tiba-tiba Sindy mendengar dering singkat dari ponsel miliknya.Dengan ogah-ogahan, dia mengulurkan tangan untuk mengambil ponsel itu. Dilir

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06
  • Istri yang Tak Dinafkahi    102

    Sindy menantang Ardi lewat sorot matanya yang setajam pisau."Salah kamu sendiri karena nggak bisa jaga omongan di depan anak kecil," desis Sindy dalam bisikan rendah."Lebih nggak tahu malu mana dibandingkan kamu yang malah sayang-sayangan sama lelaki lain di depan Sisil?""Siapa yang sayang-sayangan?"Sindy hampir saja menggebrak meja saking emosinya, tapi Rita buru-buru menengahi."Ehem, sudah mau gelap ini, Di! Apa nggak sebaiknya kamu pulang dulu, dicariin ibu kamu nanti."Ardi mengembuskan napas panjang, seolah baru saja berlari dari tempat yang lumayan menguras energi."Nantinya aku akan sering-sering datang ke sini, Bu. Aku nggak mau Sisil melupakan aku sebagai ayah kandungnya ...""Biarkan saja Sisil lupa, orang kamu juga melupakan kewajiban kamu sebagai ayahnya kok." "Kewajiban apa?""Kasih nafkah buat Sisil!"Menyadari jika nada bicara keduanya semakin lama semakin keras, Rita cepat-cepat mengajak Sisil untuk masuk ke dalam rumah."Oh, itu ...""Itu apa?" tantang Sindy mur

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07

Bab terbaru

  • Istri yang Tak Dinafkahi    104

    Nyawa belum terkumpul sepenuhnya, tapi dia tetap harus melakukan kewajibannya dengan status baru yang kini telah dia sandang."Sisil masih tidur, Bu?" tanya Sindy lirih ketika berpapasan dengan Rita di dapur."Masih, Sisil biar ibu yang urus. Kamu urus suami kamu, bikin dia nyaman selama menginap di sini."Sindy mengangguk dengan wajah mengantuk bercampur lelah. Usai mandi dan merapikan diri, Sindy menyeduh dua cangkir kopi untuknya dan Zayyan.Mereka berdua merasa masih canggung satu sama lain saat berada di satu ruangan seperti ini."Maaf kalau kamar ini agak sempit, tidak seluas kamar di rumah kamu, Mas ...""Memangnya kamu tahu kamar di sana seluas apa?"Sindy menggeleng, lalu meraih cangkir kopinya sendiri. "Cuma nebak saja sih.""Kapan-kapan aku kasih lihat kamar kita.""Jangan buru-buru ya, masih betah di rumah orang tua.""Bukan buru-buru, tapi disegerakan itu lebih baik."Zayyan ikut mengambil cangkir kopinya."Sisil diajak juga kan?" tanya Sindy ragu-ragu."Tentu saja, dia k

  • Istri yang Tak Dinafkahi    103

    Beberapa saat sebelum itu ....Mita terpaksa ikut keluarganya kembali ke rumah."Berhasil rencana kalian?" tanya ayah Ardi yang sedang menikmati secangkir kopi, terlihat begitu damai dan tenteram.Berbanding terbalik dengan anggota keluarganya yang tampak pias karena kegagalan mereka."Berhasil apanya, Yah?" gerutu Sani. "Dapat malu, iya.""Kok bisa?""Tahu tuh Kak Mita, teriak-teriak terus kayak orang gila sampai kita dilihatin banyak orang ..."Mendengar Sani terus menerus menyalahkannya, tentu saja Mita tidak terima."Kamu itu masih bau kencur, San! Kamu mana paham perasaan aku kayak gimana, apa kamu bisa bayangkan saat orang yang kamu sukai bersanding sama perempuan lain?"Sani melengos, dia justru bingung dengan pola pikir Mita. Usia masih begitu muda, tapi kenapa malah jatuh hati sama lelaki yang usianya jauh lebih dewasa di atasnya.Kayak nggak ada laki-laki lain saja, batin Sani."Terus apa saja yang kalian lakukan di sana tadi?" tanya ayah menengahi keributan itu, sementara A

  • Istri yang Tak Dinafkahi    102

    Sindy menantang Ardi lewat sorot matanya yang setajam pisau."Salah kamu sendiri karena nggak bisa jaga omongan di depan anak kecil," desis Sindy dalam bisikan rendah."Lebih nggak tahu malu mana dibandingkan kamu yang malah sayang-sayangan sama lelaki lain di depan Sisil?""Siapa yang sayang-sayangan?"Sindy hampir saja menggebrak meja saking emosinya, tapi Rita buru-buru menengahi."Ehem, sudah mau gelap ini, Di! Apa nggak sebaiknya kamu pulang dulu, dicariin ibu kamu nanti."Ardi mengembuskan napas panjang, seolah baru saja berlari dari tempat yang lumayan menguras energi."Nantinya aku akan sering-sering datang ke sini, Bu. Aku nggak mau Sisil melupakan aku sebagai ayah kandungnya ...""Biarkan saja Sisil lupa, orang kamu juga melupakan kewajiban kamu sebagai ayahnya kok." "Kewajiban apa?""Kasih nafkah buat Sisil!"Menyadari jika nada bicara keduanya semakin lama semakin keras, Rita cepat-cepat mengajak Sisil untuk masuk ke dalam rumah."Oh, itu ...""Itu apa?" tantang Sindy mur

  • Istri yang Tak Dinafkahi    101

    Sindy mengamati layar ponselnya yang sunyi, meski sebenarnya ada beberapa pesan yang masuk dari Ardi, Mita, dan juga Nesi.Namun, pihak yang ditunggu-tunggu malah tidak hadir ke permukaan dan itu cukup membuat hati Sindy gelisah tidak nyaman.Sejak pengakuan di dalam mobil, hingga disepakati niat baik untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih serius, bahkan ketika keluarganya selesai berembug mengenai acara resepsi pernikahan, Zayyan jarang sekali menghubunginya. Interaksi mereka di restoran pun terlampau sedikit, sehingga terkadang Sindy merasa ragu dengan kesungguhan Zayyan yang berniat ingin menikahinya.Memangnya apa sih yang aku harapkan, batin Sindy sambil menjatuhkan dirinya ke tempat tidur, lalu memeluk bantal guling dengan erat. Kami sama-sama janda dan duda, masa iya mau mesra-mesraan kayak anak remaja?Saat sedang galau-galaunya melanda, tiba-tiba Sindy mendengar dering singkat dari ponsel miliknya.Dengan ogah-ogahan, dia mengulurkan tangan untuk mengambil ponsel itu. Dilir

  • Istri yang Tak Dinafkahi    100

    “Kok cemberut begitu?” Keke menyambut kepulangan Zayyan di rumah dengan senyum merekah, tetapi langsung surut ketika melihat wajah masam putranya.“Biasalah, Ma ...” Zayyan lantas menceritakan pembicaraan dengan Sindy tadi, sementara Keke mendengarkan dengan sungguh-sungguh.“Godaan menjelang pernikahan, biasa itu. Yang penting keyakinan kamu sama Sindy nggak goyah sedikitpun, dia sendiri tanggapannya gimana?”“Sindy nggak goyah sih, Ma. Dia bilang kalau mantan suami dan keluarganya nggak usah dipedulikan, mereka seringkali omong kosong tanpa ada bukti.”Keke mengangguk paham. “Lagian seyakin itu mereka meng-klaim kalau kamu adalah jodoh si Mita ... Laris sekali sih anak mama ini!”“Aku bukan dagangan, Ma.”“Tapi banyak yang ngejar. Ada cewek labil, Clara ... Eh iya, ngomong-ngomong soal Clara gimana, Zay?”“Nggak gimana-gimana, Ma.”“Setidaknya kamu harus antisipasi kalau dia tahu dan mencoba melakukan hal-hal yang bisa mengancam keberlangsungan acara kita.” Zayyan merenung

  • Istri yang Tak Dinafkahi    99

    Ratna balas menatap kedua anaknya bergantian. "Ibu usahakan, tapi kamu juga harus bertindak." Wanita berumur itu melirik anak lelakinya. "Dekati Sisil, siapa tahu dia bisa kasih info meski masih kecil." "Apa yang mau diharapkan dari Sisil sih, Bu? Dia ngomong saja belum bener!" tukas Mita meremehkan. "Kamu nggak ngerti kalau ingatan anak kecil itu kuat, Mit! Dari Sisil, Ardi bisa tanya-tanya kapan pemilik resto itu ke rumah, terus mereka ngapain saja ... Minimal Sisil pasti ingat Sindy sudah dikasih apa saja sama laki-laki itu, siapa tahu malah anak itu juga dijanjikan beli baju baru untuk acara ..." Ardi terdiam merenungi ucapan Ratna. Meskipun tidak ingin membayangkannya, tapi dia merasa jika ucapan Ratna lumayan masuk akal. Kalau Ardi ada di posisi Zayyan, tentu dia akan berusaha mendekati Sindy dengan mencari perhatian anaknya. Karena itulah Ardi berencana untuk menemui Sisil dan ngobrol dengannya, tidak peduli Sindy akan memberi izin atau tidak. ** Tidak membutuhkan waktu

  • Istri yang Tak Dinafkahi    98 Sikap Manja Sindy

    “Kamu nggak lemah, kamu tetap kuat seperti yang biasanya aku kenal.” Zayyan menghibur Sindy yang masih terisak-isak di bahunya. “sisil dulu nggak kenal sama aku, kamu sendirian ... makanya dia nggak rewel.”Sindy masih sesenggukan, meskipun tidak sekencang tadi.“Tapi sekarang, adiknya Sisil tahu kalau ibunya nggak sendirian lagi,” sambung Zayyan sembari membelai punggung Sindy. “Ada ayahnya di sini yang setiap saat menemani, kapanpun dibutuhkan.”Zayyan melepas Sindy dan mengusap sisa-sisa air mata di wajahnya.“Kamu sedang hamil,” kata Zayyan mengingatkan. “jadi jangan stres atau berpikir yang macam-macam, kasihan yang ada di dalam.”Dia mengusap perut Sindy yang masih rata.“Maaf ... aku jadi manja begini sama kamu ...” ucap Sindy lirih.“Jangan minta maaf,” tepis Zayyan. “aku justru senang karena ini pertama kalinya aku bisa menemani kamu di masa kehamilan kamu yang berat.”Sindy menganggukkan kepalanya tanpa berkata apa-apa lagi.Setelah itu sikap manja sindy justru sering menjad

  • Istri yang Tak Dinafkahi    97 Alasan untuk Menyentuhnya

    “Pa, kita belikan ibu sop ayam, ayo!” seru Sisil setelah selesai dua putaran mengelilingi taman.“Di rumah sudah ada Bibi Imel yang masak,” sahut Zayyan sambil mengusap keringat di dahinya. “Kita pulang saja yuk, ibu kamu sedang nggak enak badan soalnya.”“Sebentar, aku mau beli kue dadar.” Sisil menoleh memandang berkeliling taman yang mulai ramai dengan para penjual makanan ringan.Zayyan mengabulkan permintaan putranya sekalian membelikan Sindy cemilan yang serupa.Setibanya di rumah, Sisil langsung sibuk dengan kotak mainannya sementara Zayyan memilih pergi ke kamarnya untuk melihat keadaan Sindy.“Kamu belum bangun?” sapanya sambil membawa sekotak kue dadar yang tadi dibelinya. “Lihat aku bawa apa.”Sindy menoleh dengan mata terpejam.“Aku lemas ... maunya tidur terus,” keluhnya sambil berbaring miring. “Semua pekerjaan rumah dipegang Imel, tapi aku yang capek ...”Zayyan mendengarkan keluhan istrinya dengan sabar.“Kamu mau saya pijat?” katanya menawarkan diri.“enggak,” sahut S

  • Istri yang Tak Dinafkahi    96 Gemuruh di Dada

    Ardi melirik putrinya yang makan dengan supercepat, sementara Sindy berusaha mengejar keterlambatannya meskipun dengan susah payah karena kerongkongannya mulai penuh sesak oleh burger.“Yeeayy, aku menang!” Sisil menelan potongan terakhir burgernya dan bersorak sedangkan sindy masih mengunyah dengan seperempat burger yang masih tersisa. “Ibu kalah!”Sindy mengangkat tangannya tanda menyerah dan menghabiskan sisa burgernya dengan perlahan. “Ibu sampai belepotan saus!” komentar Sisil sambil tertawa. “Ayah, lihat Ibu lucu banget!”Ardi menoleh dan melihat noda saus di sudut-sudut bibir Sindy. Refleks dia meraih tisu dan membersihkan sisa saus yang belepotan.Dari kejauhan, Zayyan yang memang sedang mengawasi mereka, merasakan gemuruh di dada.“Sudah, terima kasih.” Sindy buru-buru membersihkan bibirnya sendiri.Selesai makan burger, mereka bertiga bersiap pulang ke rumah dan Sisil mengingatkan Sindy tentang hukuman yang harus dia jalani.“Ibu halus menggendong ...” Sisil kelihatan berpi

DMCA.com Protection Status