Beranda / Rumah Tangga / Istri yang Tak Dinafkahi / 100 Ardi mau Mengambil Keuntungan

Share

100 Ardi mau Mengambil Keuntungan

Penulis: Setia_AM
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-05 12:53:17
Tanpa menunggu jawaban apa-apa dari Ardi, sindy keburu memutus pembicaraan mereka.

Melihat ekspresi wajah Sindy yang super keruh, Zayyan sudah bisa menebak apa yang terjadi.

“Ardi bikin masalah lagi?”

“Persis seperti yang kamu bilang tadi, Mas. Aku tidak tahu lagi ... ke mana jalan pikiran ayahnya Sisil, masa aku juga yang harus bayar semua keperluan adik-adiknya? Kemarin kan dia izin ajak Sisil, logikanya dia dong yang harusnya keluar uang ...”

Zayyan berdiri dari duduknya dan memijat-mijat kedua bahu sindy, dia sangat mengerti kekesalan yang dirasakan istrinya.

“Aku benar-benar tidak habis pikir, siapa sih yang punya ide buat ajak Sisil berenang? Dia kan!” Sindy mengomel lagi. “Aku tidak masalah kalau adik-adiknya mau ikut, tapi jangan semuanya dibebankan ke aku juga!”

Zayyan mengangguk paham.

“Itu juga yang tadi aku pikirkan di jalan, entahlah ... Aku merasa Ardi mau mengambil keuntungan dari keberadaan Sisil, tapi untuk melarangnya juga bukan hak aku sepenuhnya. Aku c
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Istri yang Tak Dinafkahi    101 Minta Izin untuk Menikah

    “Baguslah, itu artinya Ardi tidak menyepelekan apa yang aku ucapkan tadi.” Nada suara Sindy terdengar masih menahan kesal, karena sempat merasa dimanfaatkan. Usai menghabiskan waktu liburan kurang lebih satu bulan, kini tiba saatnya bagi si kembar untuk kembali ke luar kota demi melanjutkan pendidikan mereka. “Tetap ingat pesan mama, belajar yang baik, selesaikan kuliah kalian dan kerja.” “Iya, Ma ...” “Nganggur sebentar boleh, Ma?” “Jangan lama-lama, yang penting usaha cari kerjaan!” “Siap, Ma.” Zayyan tersenyum saja melihat adegan perpisahan yang berlangsung di depan matanya, sedangkan sindy saja ikut terharu. “Pamit dulu, Kak ...” “Aku balik ya, Kak!” “Hati-hati kalian, sering kasih kabar sama Mama.” Zayyan berpesan. Selanjutnya Affan dan Aftar berpamitan kepada kakak ipar mereka, sindy. Setelah itu barulah mereka meninggalkan rumah masa kecil mereka untuk melanjutkan pendidikan di luar kota. “Sepi juga rasanya kalau si kembar sudah balik kuliah,” komentar Ke

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06
  • Istri yang Tak Dinafkahi    102 Daripada Terserempet Zina

    Akhir-akhir ini, Sindy sering melihat Keke yang tampak gelisah. Meski terkadang masih suka bercanda dengan Sisil, tapi ada jeda waktu tertentu di mana Keke terlihat melamun sebelum akhirnya tersadar karena suara celoteh Sisil. “Aku jadi kasihan lihat Mama,” komentar Sindy, dia berbisik lirih kepada Zayyan karena jarak mereka lumayan dekat dengan Keke. “Apa sampai detik ini Aftar belum juga kasih kabar?” Zayyan menggeleng. “Aku juga tidak tahu apa maunya anak itu, tapi yang jelas Mama telanjur kepikiran.” Sindy melirik Keke dengan samar, berharap jika rencana menikah Aftar masih jauh dari bayangan. Bukan apa-apa, menikah muda merupakan momok yang bisa saja justru menjerumuskan jika keduanya hanya menikah karena keburu napsu belaka. Dan Sindy tidak ingin adik iparnya itu salah langkah dalam mengambil keputusan. “Kenapa kamu tidak coba telepon Affan saja, Mas? Barangkali dia tahu sesuatu,” usul Sindy ketika mereka pindah ngobrol di kamar. “Aku pernah tanya Affan, katanya dia k

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07
  • Istri yang Tak Dinafkahi    103 Perempuan yang Dibawa Aftar

    “tetap saja mama kepikiran, karena Aftar ingin menikah di usia yang masih sangat muda. Bahkan dia Cuma mengandalkan tabungan, belum punya kerjaan tetap.” Zayyan menjelaskan. “Tapi ... tidak ada indikasi ke arah sana kan?” “Kalau maksud kamu ‘kecelakaan,’ menurutku tidak. Aku sama mama sangat percaya kalau pergaulan Aftar tidak kelewat batas.” “Apa kamu sudah memastikannya sendiri sama Aftar?” “Sudah, saat kami teleponan itu. Aku berkali-kali mendesaknya, dan dia bilang kalau mereka tidak pernah kebablasan melakukan hal terlarang itu.” Zayyan memberi tahu. “ya sudahlah, aku pikir Aftar memang sudah siap secara fisik dan mental untuk jadi kepala rumah tangga.” Sindy tidak lagi berkomentar apa-apa, itu sudah merupakan ranah pribadi keluarga suaminya sehingga dia tidak berani kalau mengutarakan pendapat lebih dari yang seharusnya. “Apa kabar, Bu bos?” Sapa Nesi esok harinya saat bertemu sindy di dapur. “Sibuk nih sekarang, sampai nggak sempat nongkrong lagi kita ...” Sindy ny

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Istri yang Tak Dinafkahi    104 Tidak Mungkin Mengkhianati

    “nanti itu kan saya harus daftar ke bagian informasi, gimana sih?” Tukas Clara kesal. “Oh, nama saya Ardi.” “Ada identitas kan? Yang saya tanyakan identitas kamu, bukan nama. Lagian luka-luka kamu juga nggak parah amat ...” “Ini ada kok, Bu. Jangan meremehkan orang kecil kayak saya, mau luka kecil atau besar kan yang penting ini harus diobati.” Clara diam sambil menahan kesal. Setibanya di klinik, Ardi segera ditangani sementara Clara mengurus administrasi. “Apes banget, untung lagi nggak ada janji. Tapi tetap saja aku sudah buang-buang waktu urus orang yang nggak dikenal,” gerutu Clara setelah menyelesaikan pembayaran di loket. “Tulis nomor ponsel sama alamat kamu di sini,” suruh Clara setelah Ardi selesai diobati. “Nanti kamu akan dikabari kalau motor kamu usaha dicek bengkel.” Ardi yang mendapat perawatan di siku dan lututnya, segera menuliskan alamat disertai nomor ponsel yang bisa dihubungi. “Jadi ini saya langsung antar kamu ke alamat yang kamu tulis?” Tanya Cla

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-09
  • Istri yang Tak Dinafkahi    105 Ratna Semakin Mengacaukan Situasi

    Sindy menyeduh secangkir kopi terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan sahabatnya. “Kamu nggak akan percaya kalau aku cerita,” jawab sindy lesu. “Pasti ... itu sesuatu yang nggak mungkin terjadi, tapi akhirnya kejadian beneran?” “Begitulah ...” “Ya ampun, memangnya kejadian apa?” Tanya Nesi penasaran. Sindy menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab. “Mita akan jadi adik ipar aku lagi.” “Apa? Serius kamu?” Nesi terbelalak kaget. “Jangan bilang kalau Mita berhasil mendapatkan hati salah satu adiknya Pak Bos?” “Ya, dia berhasil.” Sindy mengangguk lesu. “Mungkin memang sudah rejeki Mita, aku nggak mungkin sirik ... Cuma aku sedikit khawatir karena sedikit banyak aku tahu betul watak dia gimana.” Ekspresi wajah Nesi sulit ditebak, tapi jelas dia cukup shock mendengar pengakuan Sindy. “Mungkin sudah jalan takdirnya kalau kamu nggak bisa jauh-jauh dari keluarga mantan suami, Sin.” “Mungkin kamu betul,” angguk Sindy. “Terserahlah, mereka yang akan menjalaninya. Bukan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-10
  • Istri yang Tak Dinafkahi    106 Jadi Adik Iparku Lagi

    "soal mahar, sudah kamu pikirkan?" Tanya Keke malam itu saat anggota keluarga sedang berkumpul kecuali Sisil yang sudah lelap di kamarnya. "Kalau memang Mita dari keluarga sederhana, seharusnya dia nggak minta mahar di luar kesanggupan kamu." Sindy ikut mendengarkan di samping Zayyan, meski tidak berani sumbang suara. "Soal mahar, biar aku yang usahakan, Ma." Keke dan Zayyan saling pandang setelah mendengar ucapan Aftar. "Kamu yakin, Tar?" "Yakin, Kak. Aku akan kasih pengertian Mita tentang kesanggupan aku." "Mereka bikin resepsi juga?" Tanya Keke ingin tahu. "Bikin, Ma. Mita kan anak perempuan pertama, jadi Bu Ratna mau bikin resepsi yang berkesan," jawab Aftar apa adanya. "Kalau begitu kita tinggal ngunduh mantu, sesuai kesanggupan mama juga ya?" "Iya, Ma." Meskipun sindy menjadi satu-satunya orang yang tidak berkomentar, tapi dalam hati dia justru merasa khawatir tentang mahar atau konsep acara yang akan diusung oleh keluarga mantan suaminya. Sindy tidak lupa jika Mita

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-11
  • Istri yang Tak Dinafkahi    107 Ketemuan Sama Siapa?

    Tidak hanya malam, suasana pagi hari pun sudah sedikit berubah karena kehadiran Mita sebagai anggota baru di keluarga Keke. Sindy berusaha bersikap biasa, apalagi kini mereka dipertemukan kembali dengan status yang serupa meski tak sama. Obrolan ringan terjadi antara Mita dan Keke, sementara Zayyan dan Affan ngobrol sendiri soal bisnis. Sesekali Aftar ikut menimpali, tapi dia lebih sering menguapkan makanan ke mulutnya. "Banyak amat nyuap nasinya, Tar? Kehabisan tenaga, ya?" Tanya Affan seraya menaikkan sebelah alisnya dengan usil. Aftar hanya tersenyum kecut ke arah saudara kembarnya. "Kayak kamu paham saja, Fan!" Ledek Zayyan sambil geleng-geleng kepala. "Aku bukan anak kecil lagi, Kak. Jelas paham lah!" Elak Affan dengan mata nengerling jahil. Sindy yang sedang fokus menyuapi Sisil, hanya tersenyum simpul mendengarkan percakapan suami dan adik-adik iparnya. "Itu Tante Mita!" Tunjuk Sisil, seolah baru menyadari kehadiran istri Aftar. "Halo, Sisil!" Sapa Mita sambil menoleh da

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-13
  • Istri yang Tak Dinafkahi    108 Ingin Memancing Perkara

    "itu, mantan suami kamu!" Sindy melengos. "Biarkan sajalah, terus kenapa? Punya duit kali dia, Nes." "Masalahnya adalah seseorang yang lagi sama Ardi!" Bisik Nesi lagi. "Memangnya siapa sih, kok kamu kayak heboh banget?" Mau tak mau Sindy ikut penasaran. "Ardi ada di sini sama mantan istrinya Pak Bos!" Mata Sindy sontak terbelalak kaget. "Maksud kamu Clara?" Nesi mengangguk. "Kira-kira gimana ceritanya mereka bisa saling mengenal, ya?" "Entah, ya sudahlah. Bukan urusan kita juga," tukas Sindy buru-buru. "Yuk, lanjut kerja lagi." Nesi mengangguk, dia sekaligus merasa tidak enak pada Roni yang sudah sejak tadi fokus dengan wajannya yang berasap. Enggan memikirkan soal Ardi ataupun Clara, sindy lebih memilih fokus untuk mengecek daftar pesanan. Kebetulan, meja Ardi memesan dua porsi ikan goreng dengan lalapan lengkap. "Pesanan sudah jadi, Mbak?" Tomi muncul untuk konfirmasi. "Dua porsi ikan goreng lengkap dimakan di tempat ..." "Sudah kok, Tom!" Sindy menyerahkan beberapa pirin

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14

Bab terbaru

  • Istri yang Tak Dinafkahi    138

    Namun, dia tidak ingin Zayyan berpikir macam-macam tentangnya.Memang ada yang salah kalau Aftar dekat dengan Mita?“Kamu kenapa gelisah begitu?” tanya Zayyan seolah mengerti dengan gelagat istrinya. “Mungkin Aftar dan adiknya Ardi cuma teman biasa.”“Kamu yakin, Mas?”“Ya namanya juga pergaulan, kita tidak bisa ikut menyeleksi siapa-siapa saja yang berinteraksi sama adik-adikku. Kecuali terbukti ada yang membawa pengaruh buruk bagi mereka, baru di saat itulah aku akan bertindak.” Zayyan menjelaskan.“Semoga ini cuma prasangka buruk aku saja, mau gimana lagi ... Mita itu kan dulunya gencar sekali ngejar-ngejar kamu, aku curiga dia ...”Zayyan menunggu Sindy menyelesaikan ucapannya.“Takutnya Mita dekat-dekat Aftar cuma buat modus,” sambung Sindy dengan wajah muram.“Dia mau ngapain kek, yang penting aku tidak akan menanggapi. Jadi kamu tidak perlu khawatir, oke?”Sindy tidak menjawab.“Kok malah diam?”“Tidak apa-apa ...”“Jangan dipikirkan selama adiknya Ardi tidak mengus

  • Istri yang Tak Dinafkahi    137

    Usai Affan pergi, Roni menoleh ke arah Sindy."Itu nggak apa-apa adiknya Pak Bos disuruh-suruh, Mbak?""Nggak apa-apa lagi, Mas. Mereka kan memang ngisi waktu libur di sini, sama Pak Bos juga digaji kok.""Wah, salut aku.""Kenapa, Mas?""Sejak muda sudah dididik cari uang, nggak semua begitu soalnya.""Iya, mungkin karena perbedaan prinsip atau latar belakang."Mereka berdua tidak lagi mengobrol, melainkan kembali fokus dengan pekerjaan masing-masing."Kak!"Sindy menoleh dan melihat salah satu si kembar muncul di dapur."Sebentar lagi matang, Fan!""Aku Aftar, Kak.""Oh, kamu ada pesanan?"Aftar menggeleng ragu. "Aku tadi pesan minum sama Mbak Nesi, tapi katanya tinggal bikin saja di dapur.""Memang iya, khusus pegawai nggak usah bayar di kasir." Sindy menjelaskan sambil menghias piring saji untuk ikan bakarnya. "Kamu bisa bikin kopi atau teh di sini, Tar."Sebelum Aftar menjawab, tiba-tiba muncul saudara kembarnya."Ngapain kamu, ada pesanan?" Tanya Affan.Sebelum Aftar menjawab, S

  • Istri yang Tak Dinafkahi    136

    Sindy menatap Zayyan. "Namanya juga anak muda, Mas. Mungkin Aftar mau kumpul-kumpul selagi masih liburan di sini ...""Tapi biasanya anak itu lebih suka di rumah sama Affan, setahu aku libur mereka juga tidak terlalu lama. Ini sudah lebih dari dua mingguan kan?"Tidak berselang lama, terdengar deru suara motor yang melaju pergi meninggalkan rumah."Laki-laki mana ada yang anak rumahan, jarang." Sindy berkomentar."Mungkin, ya sudahlah. Kita lanjutkan, sampai mana tadi?""Belum sampai mana-mana ...""Kelamaan kan ini," kata Zayyan tidak sabar."Sabar ..." Sindy sedikit berdebar karena malam itu Zayyan menginginkan pengaman di antara mereka tidak perlu digunakan lagi. Ada rasa was-was jika penyatuan mereka langsung membuahkan hasil, jujur saja sindy belum merasa siap lahir batin.Keesokan harinya, dapur sudah ramai seperti biasa saat Sindy dan Zayyan turun untuk sarapan."Kemarin kamu pulang jam berapa?" Tanya Keke kepada Aftar, sementara satu tangannya terulur meraih tangan Sisil. "Cuc

  • Istri yang Tak Dinafkahi    135

    "Cukup ya, aku sudah tahan-tahan sejak tadi. Tapi kamu semakin berburuk sangka sama sindy," tegas Zayyan habis sabar. Kalau bukan karena ada Sisil di dekatnya, dia pasti sudah membuat perhitungan dengan Ardi sedari tadi."Aku bicara kenyataan, sindy pasti sudah berhasil memengaruhi Sisil supaya nggak mau ikut aku menginap ...""Cukup, silakan pulang. Aku selalu rutin ajak Sisil jalan-jalan ke taman setiap sore, jadi tolong pengertiannya." Wajah Ardi semakin masam ketika Zayyan terang-terangan mengusirnya di depan Sisil dan Mita.**"Kalau Ardi tetap menggugat hak asuh Sisil melalui meja hijau bagaimana, Mas?"Sejak Zayyan memberi tahu tentang niat Ardi tentang perebutan hak asuh, hati Sindy semakin tidak tenang dari hari ke hari."Aku tidak bermaksud meremehkan ayahnya Sisil, tapi memangnya dia mampu?" "Begitulah, Mas ...""Kalau dia mampu secara keuangan, kenapa tidak memikirkan nafkah Sisil saja? Apa karena dia merasa bahwa semua kebutuhan Sisil sudah tercukupi sama kamu?" "Aku j

  • Istri yang Tak Dinafkahi    134

    Sindy membelalakkan matanya mendengar permintaan Ardi.Lebih tepatnya tuntutan."Hak asuh Sisil? Beraninya kamu ...""Apa salahnya? Sisil anak kandung aku."Sindy melirik Zayyan, seolah meminta izin untuk mengamuk detik itu juga."Sebentar, ini tadi rencananya kan cuma mau bertemu Sisil. Kenapa jadi bahas masalah hak asuh anak?" Tanya Zayyan tidak senang."Sekalian saja mumpung kalian ada di sini, aku nggak mau kalau sampai Sisil melupakan aku sebagai ayah kandungnya atau lebih dekat sama orang lain yang bukan siapa-siapa."Sorot mata Ardi menyala-nyala ketika mengucapkan hal itu, seakan selama ini dia telah dipisahkan dengan sangat sadis oleh sindy."Sebaiknya kamu bawa Sisil kayak dulu," pinta Zayyan kepada Sindy."Iya, mas ...""Tunggu, mau dibawa ke mana anakku? Aku belum puas bertemu sama dia," protes Ardi keras."Kita tidak bisa membicarakan hal-hal seperti ini di depan Sisil," kata Zayyan tenang. "Jadi biarkan dia sama sindy di dalam dulu.""Tapi urusanku cuma sama sindy ...""

  • Istri yang Tak Dinafkahi    133

    “Boleh minta, Nek?” Celetuk Sisil, perhatiannya terpecah saat menyaksikan Mita ngemil.“Tentu saja, Sisil ambil yang disuka.”“Terima kasih, nek.”“Sama-sama, Sayang.”Hati Ardi terasa aneh ketika melihat interaksi yang cukup akrab antara Sisil dan nenek barunya, padahal selama ini dia jarang sekali melihat Ratna bisa sedekat itu dengan sang cucu semata wayang.“Ayah, minum!” Kata Sisil ceria.“Iya, Sil ...” Meski canggung karena seolah Keke mengawasi, Ardi meneguk es sirup yang dihidangkan.Tidak berapa lama kemudian, mobil Zayyan menepi di depan halaman rumah. Begitu mesin mobil berhenti, sindy dan Zayyan langsung turun.“Itu Ibu sama papa Yayan!” Tunjuk Sisil, fokusnya kini teralihkan sepenuhnya kepada mereka berdua.Membuat Ardi kesal saja.“Jadi gimana, Sil? Mau ya ikut sama ayah menginap di rumah nenek Ratna?” Tanya Ardi tanpa bosan sementara Mita lebih memilih untuk melanjutkan ngemilnya.“Gak, Yah ...”“Kok nggak mau sih?”Kali ini Keke diam saja karena sindy dan

  • Istri yang Tak Dinafkahi    132

    “aku akan telepon mama dan memintanya untuk tidak meninggalkan Sisil sendirian, kamu tenang ya?” Bujuk Zayyan, dia sangat mengerti dengan kegelisahan yang dirasakan sindy.“Cepat, Mas! Atau kamu bisa pulang duluan, aku benar-benar tidak tenang ini ...”Zayyan menyentuh lengan sindy sebagai isyarat untuk diam sejenak karena sambungan dengan Keke mulai terhubung.“Halo, Zay?”“Ma, ayah kandung Sisil mau datang ke rumah. Aku minta tolong jangan pernah tinggalkan Sisil sama dia, ini sindy sudah ketakutan setengah mati soalnya.”“Memangnya ada apa, Zay? Ayahnya Sisil Cuma datang buat bertemu, kan?”“Ceritanya panjang, ma. Pokoknya aku minta tolong jangan biarkan Sisil sendirian, tolong ya, Ma?”“Oke, kamu tenang saja. Mama akan jaga Sisil,” sahut Keke buru-buru.Usai pembicaraan dengan ibunya berakhir, Zayyan menoleh memandang Sindy.“Mama sudah aku kasih tahu soal Ardi, jadi kamu tenang saja.”Sindy hanya bisa mengangguk, meski dalam hati rasanya ingin cepat pulang ke rumah.“K

  • Istri yang Tak Dinafkahi    131

    Sindy mengangguk, dia percaya jika Zayyan yang bicara.**Hari yang direncanakan tiba, Ardi harus menekan ego-nya sampai ke dasar demi bisa menemui putri semata wayangnya.Ditemani Mita, dia meluncur pergi ke restoran Zayyan sepulang kerja untuk meminta alamat rumah mereka."Resto sudah tutup belum ya jam segini, Mit?""Masih buka biasanya, kita kan cuma minta alamat rumah kakak bos. Malah lebih nyaman kalau kita bisa menemui Sisil tanpa kehadiran mereka kan, Kak?"Ardi mengangguk setuju. "Betul juga kamu, Mit.""Ayo kita berangkat sekarang, keburu pulang mereka nanti!"Ardi segera menyalakan motornya dan melaju kencang bersama menuju ke restoran Zayyan."Nes, panggil bos kamu sekarang." Ardi memerintah ketika dia tiba di resto dan langsung menemui Nesi di meja kasir."Ada urusan apa kalau boleh tahu?" Tanya Nesi formal."Ada deh, ini urusan aku sama bos kamu. Cepat panggil," perintah Ardi lagi, membuat wajah Nesi seketika masam. Meski begitu, dia langsung meraih gagang telepon dan me

  • Istri yang Tak Dinafkahi    130

    Selama beberapa saat mereka berdua terdiam dan sibuk dengan isi pikiran masing-masing."Apa kita harus membutuhkan pengakuan langsung darinya kalau ingin meneruskan kasus itu?" Tanya Zayyan masih penasaran."Memang tidak harus, asalkan ada bukti yang kuat. Masalahnya adalah kita baru menyelidiki sendiri karena ternyata pihak berwajib kurang gesit dalam menangani kasus Anda, dalam kurun waktu tersebut saya yakin sudah banyak bukti yang entah tercecer, entah tersamarkan." Boby menjawab dengan raut wajah serius."Wah, wah, dia benar-benar bermain cantik dan rapi.""Lebih tepatnya karena didukung situasi juga, Pak. Anda yang saat itu kecelakaan cukup parah, kemudian lanjut terapi, sehingga Nyonya Keke hanya fokus terhadap kesembuhan Anda, dan dia datang sebagai malaikat penolong di saat yang benar-benar tepat."Zayyan mengangguk setuju. "Jadi dia memiliki alibi untuk berkelit kalau kita mendesaknya sekarang?""Saya pikir begitu, terpaksa kita harus bersabar dan tetap memantau pergerakan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status