Malam merangkak dengan keheningan yang memeluk bumi. Di bawah jendela aku duduk di kursi sendirian, sambil memikirkan yang terjadi sore tadi tatapanku menerawang ke langit. Di sana, rembulan bersinar lembut memancarkan cahaya perak, menembus awan kelabu yang menggantung rendah. Ah, hatiku hampa. Masih terbayang bagaimana Mas Arham memeluk Mariana, mendaratkan kecupan mesra saat kedua mata mereka bertautan dan senyum di bibir mereka mengulas garis yang sama. Teringat olehku bagaimana tatapan mata lembut Mas Arham kepada istrinya, hatiku sungguh terluka. Bahkan ingatan tentang mereka berdua lebih mendominasi akalku dibandingkan perampokan yang kuhadapi sore tadi.Mungkin saja saja kejadian itu aku menjadi melankonis, terlalu sering menangis dan terkesan cengeng. Sebenarnya itu bukan diriku, episode tangis menangis dan kesedihan dramatis telah berlalu 12 tahun yang lalu, di tahun-tahun pertama kehilangan lelaki itu. Mestinya sekarang, kunikmati hari-hari bahagia bersama kedua putrik
Read more