Pikiranku mengambang ke udara antara harus mengutarakan kejadian sebenarnya ataukah aku harus menahan diri demi kebahagiaannya. Sejak awal aku tidak ingin mengusik rumah tangga seseorang tapi aku sadar betul bahwa suatu saat semuanya akan mencuat ke permukaan. Apapun yang disembunyikan pasti akan ketahuan terlebih ini adalah hubungan yang terkait dengan semua orang termasuk keluarga besar. Mertuaku tak akan sanggup menyembunyikan ini dari menantu barunya. Sebenarnya aku tidak tinggal di kota yang sama dengan mertua, 10 tahun lalu aku menyeret koper dan kedua anakku 30 km jauhnya dari lokasi mereka, kami tinggal di sebuah kota kecil yang permai dengan pemandangan arsitektur masa lalu yang terjaga. Rumah kami tak jauh dari balai kota, cukup berjalan 1 km tibalah di alun-alun, ada deretan toko-toko lama dan restoran es krim legendaris, juga peninggalan sejarah seperti bangunan khas Belanda. Mereka seperti cagar budaya yang dijaga. Mungkin itulah daya tarik kotaku, peninggalan sejarah se
Begitu dia pergi aku langsung membuka laptop dan mencari tahu tentang latar belakang Mariana Husain. Aku penasaran seberapa kaya dan terkenalnya wanita itu. Ternyata benar, namanya bisa ditemukan dengan mudah di Google dan portal berita. Nilai kekayaan dan bisnisnya yang semakin menanjak membuat wanita itu semakin populer. Dia terkenal sebagai sosialita, penggiat kemanusiaan serta donatur tetap bagi beberapa yayasan besar.Selain mewarisi perusahaan otomotif milik ayahnya yang terkenal, wanita itu punya pusat perbelanjaan, bisnis fashion dan kuliner, ditambah bisnis perhiasan dan perhotelan. Dia benar-benar kaya. Menyaksikan fakta yang terpampang di depan mata, aku hanya bisa duduk dengan lemasnya, apa yang terjadi jika dia tahu siapa aku? maka hidup kami akan hancur dalam satu malam. Dia akan melenyapkan bisnisku dan menghancurkan sendi kehidupan kami dalam satu jentikan jari. Bukan cuma itu... dia mungkin akan menghancurkan reputasi dan menyingkirkan kami sejauh mungkin, serta me
Setelah ku utarakan keinginan bahwa kami harus bertemu dan membicarakan beberapa hal lelaki itu kemudian mengakhiri panggilannya padaku, dengan berbagai perasaan di hatiku. Resah bercampur dengan ... Entahlah. Dibilang rindu itu benar tapi kekecewaan lebih besar mendominasi hati sebab situasi hubungan di antara aku dan ia tidak akan berjalan lancar karena suamiku memiliki istri baru di sisinya. Mungkin benar kami saling mencintai dan juga saling merindukan, ada bagian masa lalu yang tertinggal, sisa cinta dan kenangan yang masih ingin dilanjutkan. Tapi sungguh tidak etis jika aku bersikap egois, aku tidak bisa memaksakan untuk bersama lelaki itu lalu mengorbankan perasaan wanita lain yang mencintainya. Wanita itu tidak bersalah sampai harus menanggung luka akibat kehadiran wanita dari masa lalu suaminya. Akulah yang harus mengalah dan menjaga jarak. Sejak kemarin aku berkomitmen untuk tidak berjumpa lagi dengannya, tapi ada beberapa hal yang akan membuatku terpaksa menemui pria itu.
"aku serius dan aku bertekad untuk melakukan itu!""Kurasa kau sama sekali tidak berubah... Masih kekanak-kanakan dan berpikiran sempit. Perlukah aku tegaskan dengan teriakan bahwa aku tidak mau kau membangkitkan kembali masa lalu atau kita melanjutkan hubungan kita. Yang lalu sudah berlalu, jalani apa yang ada, kau paham?!""Jadi kita harus bercerai?""Sudah bertahun-tahun aku tidak mendapatkan nafkah lahir dan batin darimu jadi kupikir... Mungkin secara agama kita sudah berpisah.""Tapi aku tidak ridho dengan perceraian seperti itu, sampai saat ini kau masih istriku dan aku akan menganggapnya seperti itu selamanya.""Apa kau tidak mengerti bahwa tindakanmu ini akan membuatku celaka dan mengancam masa depan kami? Aku sungguh tidak mau dipermalukan, tidak pula ingin bermasalah dengan istrimu yang berkuasa. Aku hanya ingin hidup tentram dan hidup dari toko kue milikku.""Kau tidak ingin berubah dan bintang hidupmu naik ke level yang lebih baik?""Tentu saja tapi aku akan lebih bahagia
Cuaca sore yang lembab dengan debu-debu mengendap di udara semakin terasa menyesakkan dada, bunyi kendaraan di luar sana menambah runyamnya fokus diantara pikiran untuk menenangkan diri dan menghadapi kenyataan yang ada. Di hadapanku, Mas Arham dan istrinya siap mengungkap yang sebenarnya. Aku takut, kegelisahan itu menghantarkan keringat dingin yang bercucuran di punggung serta sensasi panas di telapak tangan. Aku mulai gemetar dan resah. Aku takut dengan konsekuensi yang mungkin terjadi setelah Mas Arham mengungkapkan tentang siapa kami yang sesungguhnya."Sebenarnya ada apa? kenapa tiba-tiba situasi jadi canggung dan menegangkan di antara kita semua? Aku benar-benar tidak mengerti," ucap istri Mas Arham dengan nada terbata.Mas Arham menggenggam tangan istrinya dengan, wanita itu tersenyum tapi senyumnya terlihat kaku penuh kekhawatiran. Kini kedua anakku juga ikut bergabung di bersama kami di meja dan penasaran akan apa yang terjadi. "Sebenarnya ini ada apa bunda? Kenapa nyonya
Bersama kepergian Mariana awan bergerak mengubah awan cerah menjadi mendung. Hujan rintik-rintik menyapa sore, seperti bisikan hati yang tak terucap. Airnya menetes membasahi jalanan kota, menciptakan genangan kecil yang memantulkan langit senja yang muram. Antara aku dan anak-anak serta lelaki yang kini duduk lesu di meja sudut cafe, ada hal yang tak tersampaikan yang tersirat dalam benak kami. Tatapan kami bertemu terbingkai oleh derasnya air mata dan isyarat kata yang tak lagi mampu terucap. Aku mengerti di hatiku dan hatinya terukir sebuah kisah yang mengalir dalam tiap helaan napas, namun badai telah menghapus segalanya bersama dengan lelakiku yang menemukan pelabuhan cinta baru.Pria bertubuh tegak dengan garis senyum yang selalu menggetarkan hati itu memandangku kemudian berdiri dari posisinya. Pandangan matanya menyapu ke arah kedua putriku ayahnya dengan penuh kekecewaan. Jangan tanya air mata yang berurai dari netra mereka. Kekecewaan, keterkejutan, serta berbagai hal yang
Bersama dengan jawaban itu percakapan kami berakhir, anakku beralih ke kamar mereka denganmu bibir yang terkunci rapat. Pintu kamar tertutup mengisahkan diriku yang hanya bisa menghela nafas.Aku tahu ini akan terjadi tapi aku tak menyangka secepat ini. Begitu cepat mas Arham memutuskan untuk jujur pada semua orang tanpa menyiapkan mental masing-masing dan menjelaskan pada istrinya tentang situasinya. Aku tahu ada hal yang membuatnya harus mengambil keputusan secepat itu. Menghalau berbagai asumsi dan fitnah yang mungkin saja terjadi karena dia sering mengunjungiku, mungkin itulah salah satu alasan yang membuatnya segera jujur pada Mariana. Ditambah, lelaki itu sangat rindu pada kedua putrinya dan ingin mengakui mereka dengan bangga di muka umum sebagai anaknya. **Mentari pagi menyapa lagi, menyingkirkan kabut tipis yang menyelimuti kota dengan pendar cahaya yang menerobos ke sudut jalan dan deretan rumah. Kicau burung selaras dengan bunga yang bermekaran menunjukkan pesona tercant
Dia masih menangis di hadapanku, sementara aku hanya mendengarkan dalam diam. Aku mengerti perasaan wanita itu. Perasaan gelisah yang merayap perlahan, berawal dari setitik ketidaknyamanan, berubah menjadi keresahan yang memacu degup jantung berdetak cepat. Beberapa orang kehilangan selera makan dan kemampuan untuk melelapkan mata. Tapi entah apa yang dirasakan Mariana. Membayangkan semua rentetan kejadian membuat pikiranku tak menentu, bagai daun yang diputar angin, bayang masa lalu berputar dan menggerogoti ketenanganku. Aku tahu, Anakku berharap kehidupan yang lebih baik setelah kedatangan ayahnya, satu-satunya yang mungkin jadi penghiburan untuk mereka, adalah iktikad baik dan kehadiran lelaki itu untuk mengisi kehampaan yang hilang selama belasan tahun. Bukan cuma uang, tapi waktu dan perhatian Mas Arham juga mereka nantikan. Aku tidak layak mencegah karena anak-anakku berhak mendapatkannya. Di sisi lain ada wanita yang sangat mencintai suamiku, dia tergila-gila dan mungkin tak
Melihat mereka saling menerima kembali, ada keharuan yang membasahi sudut mata ini, aku ikhlas dan bahagia untuk mereka. Bahagia melihat mereka bahagia. "Alhamdulillah, kalian sudah saling menerima kembali, Kalau begitu akan kubiarkan keadaan bicara dan aku berpamitan.""Mau ke mana Mbak?" Tanya Mariana."Aku harus kembali ke toko," jawabku sambil mengangguk tulus padanya. "Tapi, mbak ga bisa pulang sendirian, kami harus mengantar mba," ujar Mariana."Tidak usah." Aku menggeleng sambil mengisyaratkan kedua tanganku agar mereka tetap bersama di tempat itu."Tapi Mbak mau pulang dengan siapa?""Denganku!" Suara berat di belakangku menyadarkan bahwa yang datang adalah Mas Arkan. Pria tampan dengan jas marun dan sapu tangan biru yang terselip indah di dada kirinya membuat pria itu terlihat tampan dan keren.Ya, langkahnya, gestur kedatangannya, dan cara dia membuka kacamata hitamnya itu membuat semua orang terpana. "Pak Arkan," ujar Mas arham menyapa lelaki itu dengan senyum hangat da
Aku ceritakan pada anak-anak bahwa semalam aku bicara pada ayah mereka, di meja makan saat kami sarapan pagi, kedua putriku terdengar menyimak semua cerita yang kuutarakan. "Apa Ayah bisa menerima dengan baik semua perkataan Bunda?""Iya, sepertinya pikirannya sedang jernih, jadi aku bisa masuk ke alam bawah sadar dan memberinya afirmasi bahwa dia harus kembali pada keluarganya." "Apa Bunda berhasil?""Bunda rasa Ayahmu mulai terpengaruh dan mau tergerak untuk menemui istrinya.""Sebenarnya ini bukan tugas kita untuk bersikap sejauh itu, tapi kita melakukannya karena kepedulian. Apa kalian setuju?" tanyaku pada anak-anak. "Ya, kami setuju Bunda."*Anak-anak telah berangkat ke kampus dan sekolahnya saat masa Arham tiba-tiba mengirimkan pesan padaku dan memintaku untuk menemaninya menemui Mariana. (Aku tahu ini canggung tapi hanya kau yang bisa kuandalkan untuk menengahi kami.)Aku terdiam sambil membaca pesan tersebut, agak ragu perasaanku karena aku tidak ingin mengambil langkah
Senja menyapa kota ini dengan langit jingga yang memudar meninggalkan jejak warna jingga di cakrawala. Aku terduduk di teras rumahku sambil menatap gedung pencakar langit yang menjulang tinggi dari kejauhan. Di antara semua gedung itu ada gedung Mariana dan tempat yang dulu dikelola Mas Arham dengan begitu bangganya. Karirnya bagus sebagai direktur, hubungan dengan keluarga istrinya juga baik karena secara teknis ia suami yang sempurna. Beberapa bulan lalu ia sangat bangga berada di sana, menghabiskan sebagian besar waktu untuk mencurahkan pikiran dan ide-ide dalam bisnis, tapi kini semuanya tertinggal dalam kesunyian.Pikiranku tenggelam membayangkan apa yang terjadi antara Mariana dan Mas Arham, dia yang selalu terobsesi untuk kembali padaku dan kecemburuan Mariana telah memicu pertengkaran hebat dan perpisahan di antara mereka. Mungkin Mas arham merasa seperti terdampar di Pulau terpencil, sendirian tak memiliki siapapun. Tak ada kawan atau keluarga yang bisa diajak untuk mencura
Angin berhembus dengan sejuk di antara siang menjelang sore. Berbincang dengan Mas Arkan sampai 3 jam lamanya sama sekali tidak terasa seakan baru lima menit berlalu. Karena aku harus menutup toko, maka aku mau minta beliau untuk mengantarku kembali ke cafe delta. Kami meluncur dengan mobil BMW milik Mas Arkan. Menyusuri jalanan kota yang terasa mulai sesak di sore hari, juga terik matahari yang langsung jatuh ke kaca depan mobil. Begitu berhenti di lampu merah yang di sebelah kirinya ada toko ritel aku terkejut dengan seseorang yang sedang duduk di bangku depan toko tersebut. Aku berusaha menajamkan pandangan mata padahal lelaki yang menggunakan celana jeans sobek di bagian lutut, baju kaos hitam dan topi., cambangnya nampak lebat, mungkin lebih bagus disebut jenggot. Dia duduk dengan sebotol kopi kemasan. Dia Mas Arham.Tatapannya kosong, duduk sambil menatap lalu lalang orang di jalanan, Dia terlihat sedih dan sesekali meneguk kopi dari botol tersebut. Melihatku ada di dalam semu
Jadi apa yang kudapatkan dalam dua belas tahun penantianku? Mungkin aku tidak cukup beruntung dengan cinta, tapi aku mendapatkan modal dan toko baru. Aku telah mengamankan masa depan anak anak dan memastikan mereka kuliah di tempat terbaik yang mereka inginkan. Dan ya, untung saja aku berkonflik dengan Mas Arham, andai kami tidak bertengkar di showroom mungkin aku tak akan bertemu dengan Mas Arkan yang istimewa, lelaki yang telah memberiku alasan baru untuk tersenyum dan lebih kuat menjalani segalanya. Karena perannya juga, aku berani mengambil keputusan untuk membuka cabang dan berspekulasi dengan keberuntunganku. Nyatanya, aku hanya butuh dorongan karena keraguan terbesarku selama ini hanya takut merugi.Cabang baru berkembang dengan pesat, Kaila mengelolanya dengan baik, sedang aku dan anak anak fokus pada toko delta di saint Maria. Popularitas toko dan testimoni kelezatan melejit membuat pesanan menumpuk dan pelanggan yang tak pernah sepi. Alhamdulillah, semuanya berjalan dengan
Jadi apa yang kudapatkan dalam dua belas tahun penantianku? Mungkin aku tidak cukup beruntung dengan cinta, tapi aku mendapatkan modal dan toko baru. Aku telah mengamankan masa depan anak anak dan memastikan mereka kuliah di tempat terbaik yang mereka inginkan. Dan ya, untung saja aku berkonflik dengan Mas Arham, andai kami tidak bertengkar di showroom mungkin aku tak akan bertemu dengan Mas Arkan yang istimewa, lelaki yang telah memberiku alasan baru untuk tersenyum dan lebih kuat menjalani segalanya. Karena perannya juga, aku berani mengambil keputusan untuk membuka cabang dan berspekulasi dengan keberuntunganku. Nyatanya, aku hanya butuh dorongan karena keraguan terbesarku selama ini hanya takut merugi.Cabang baru berkembang dengan pesat, Kaila mengelolanya dengan baik, sedang aku dan anak anak fokus pada toko delta di saint Maria. Popularitas toko dan testimoni kelezatan melejit membuat pesanan menumpuk dan pelanggan yang tak pernah sepi. Alhamdulillah, semuanya berjalan dengan
Mustahil dia adalah inspirasiku, inspirasi sesungguhnya adalah dendam dan luka di hatiku. Aku tidak mau kemurungan menghancurkan hidupku jadi kepedihan yang ada akan kuubah sebagai cambuk yang akan membuatku melejit jauh ke atas dan membuatnya menyesal menyakitiku. Aku tidak membalas pesannya, sekalipun dia mengirimkan spam chat sampai puluhan jumlahnya. Dia bilang dia mencintaiku, dia mohon agar aku memaafkannya. Juga dia bilang bahwa hubunganku dan Mas Arkan tidak ada pengaruhnya untuk dia, dia mau bersaing dengan sehat pada lelaki itu. Konyol sekali. Idiot!"Aku yakin kau belum tidur karena centangnya sudah biru." "Aku terbangun karena denting ponselku. Kau telah mengganggu tidurku," balasku."Dengar sayangku, aku akan memaafkan perbuatan Tuan Arkan dan bagaimana sikap kau dan anak-anak. Aku mau berlapang dada dan bersabar. semoga itu membuatmu paham bahwa aku benar-benar masih menyayangi kalian.""Omong kosong itu... Sudah ratusan kali aku mendengarnya dan aku tidak tertarik me
Mas Arham bergeming begitu kening yang mendapatkan tinjuan yang sangat keras. Dia terkapar di paving lokasi parkir depan toko Delta. Orang-orang memandang kejadian diantara kami dengan decak terkejut dan komentar mereka mulai riuh.Anak-anak dan Kayla yang tadinya sibuk melayani pelanggan akhirnya juga ikut keluar dan menyaksikan semua itu."Anak-anak maafkan kami, maaf karena kalian harus melihat ini semua," ucap Mas Arkan pada Delia."Nggak apa-apa Om beliau memang harus diberikan pengertian," jawab Delia sambil memeluk nampan di tangannya.Mas Arkan terkulai dan berusaha bangkit tapi kurasa kepalanya sakit, kondangannya berkunang-kunang dan pukulan telak itu mungkin nyaris mengambil kesadaran dan membuatnya hampir pingsan."Apa yang terjadi sebenarnya?" ucap seorang wanita yang sudah lama kenal denganku dia nyonya Telia, pemilik toko pakan kucing di seberang jalan."Tidak ada, Bu. Lelaki yang sudah bercerai denganku kini terus datang dan memberikan terornya.""Astaga, kuharap sekar
Matahari menjulang di langit dengan terik yang terasa nyata di kulit. Aku berjalan perlahan menuruni puluhan anak tangga dari gedung pengadilan agama. Akta perceraian yang kugenggam di tangan menjadi bukti dan titik balik bahwa sekarang aku telah menyandang status sendirian. Aku janda dan aku harus melawan stigma.Mulai sekarang aku akan berjuang sendirian tanpa keyakinan dan penegak jiwa bahwa aku memiliki suami. Orang yang kucintai dan kutunggu selalu bertahun-tahun ternyata bukan jodohku, bukan sama sekali.Sekarang langkah kaki terasa ringan meski hati sedikit sedih. Kutegarkan perasaanku sambil berdoa dan bertekad pada diri sendiri bahwa aku akan kuat menjalani hidupku. P*"Apa semuanya lancar Bu?""Akta cerai mana!""Di tasku.""Ibu tidak ketemu Pak Arham kan?""Dia bisa ambil akta cerainya sendiri.""Oh, syukurlah semuanya sudah selesai.""Ya, dan hakim juga memutuskan perintah untuk menjaga jarak. Mas Arham tidak akan mendekati Kita selamanya.""Syukurlah Bu, tinggal jalani s