"aku serius dan aku bertekad untuk melakukan itu!""Kurasa kau sama sekali tidak berubah... Masih kekanak-kanakan dan berpikiran sempit. Perlukah aku tegaskan dengan teriakan bahwa aku tidak mau kau membangkitkan kembali masa lalu atau kita melanjutkan hubungan kita. Yang lalu sudah berlalu, jalani apa yang ada, kau paham?!""Jadi kita harus bercerai?""Sudah bertahun-tahun aku tidak mendapatkan nafkah lahir dan batin darimu jadi kupikir... Mungkin secara agama kita sudah berpisah.""Tapi aku tidak ridho dengan perceraian seperti itu, sampai saat ini kau masih istriku dan aku akan menganggapnya seperti itu selamanya.""Apa kau tidak mengerti bahwa tindakanmu ini akan membuatku celaka dan mengancam masa depan kami? Aku sungguh tidak mau dipermalukan, tidak pula ingin bermasalah dengan istrimu yang berkuasa. Aku hanya ingin hidup tentram dan hidup dari toko kue milikku.""Kau tidak ingin berubah dan bintang hidupmu naik ke level yang lebih baik?""Tentu saja tapi aku akan lebih bahagia
Cuaca sore yang lembab dengan debu-debu mengendap di udara semakin terasa menyesakkan dada, bunyi kendaraan di luar sana menambah runyamnya fokus diantara pikiran untuk menenangkan diri dan menghadapi kenyataan yang ada. Di hadapanku, Mas Arham dan istrinya siap mengungkap yang sebenarnya. Aku takut, kegelisahan itu menghantarkan keringat dingin yang bercucuran di punggung serta sensasi panas di telapak tangan. Aku mulai gemetar dan resah. Aku takut dengan konsekuensi yang mungkin terjadi setelah Mas Arham mengungkapkan tentang siapa kami yang sesungguhnya."Sebenarnya ada apa? kenapa tiba-tiba situasi jadi canggung dan menegangkan di antara kita semua? Aku benar-benar tidak mengerti," ucap istri Mas Arham dengan nada terbata.Mas Arham menggenggam tangan istrinya dengan, wanita itu tersenyum tapi senyumnya terlihat kaku penuh kekhawatiran. Kini kedua anakku juga ikut bergabung di bersama kami di meja dan penasaran akan apa yang terjadi. "Sebenarnya ini ada apa bunda? Kenapa nyonya
Bersama kepergian Mariana awan bergerak mengubah awan cerah menjadi mendung. Hujan rintik-rintik menyapa sore, seperti bisikan hati yang tak terucap. Airnya menetes membasahi jalanan kota, menciptakan genangan kecil yang memantulkan langit senja yang muram. Antara aku dan anak-anak serta lelaki yang kini duduk lesu di meja sudut cafe, ada hal yang tak tersampaikan yang tersirat dalam benak kami. Tatapan kami bertemu terbingkai oleh derasnya air mata dan isyarat kata yang tak lagi mampu terucap. Aku mengerti di hatiku dan hatinya terukir sebuah kisah yang mengalir dalam tiap helaan napas, namun badai telah menghapus segalanya bersama dengan lelakiku yang menemukan pelabuhan cinta baru.Pria bertubuh tegak dengan garis senyum yang selalu menggetarkan hati itu memandangku kemudian berdiri dari posisinya. Pandangan matanya menyapu ke arah kedua putriku ayahnya dengan penuh kekecewaan. Jangan tanya air mata yang berurai dari netra mereka. Kekecewaan, keterkejutan, serta berbagai hal yang
Bersama dengan jawaban itu percakapan kami berakhir, anakku beralih ke kamar mereka denganmu bibir yang terkunci rapat. Pintu kamar tertutup mengisahkan diriku yang hanya bisa menghela nafas.Aku tahu ini akan terjadi tapi aku tak menyangka secepat ini. Begitu cepat mas Arham memutuskan untuk jujur pada semua orang tanpa menyiapkan mental masing-masing dan menjelaskan pada istrinya tentang situasinya. Aku tahu ada hal yang membuatnya harus mengambil keputusan secepat itu. Menghalau berbagai asumsi dan fitnah yang mungkin saja terjadi karena dia sering mengunjungiku, mungkin itulah salah satu alasan yang membuatnya segera jujur pada Mariana. Ditambah, lelaki itu sangat rindu pada kedua putrinya dan ingin mengakui mereka dengan bangga di muka umum sebagai anaknya. **Mentari pagi menyapa lagi, menyingkirkan kabut tipis yang menyelimuti kota dengan pendar cahaya yang menerobos ke sudut jalan dan deretan rumah. Kicau burung selaras dengan bunga yang bermekaran menunjukkan pesona tercant
Dia masih menangis di hadapanku, sementara aku hanya mendengarkan dalam diam. Aku mengerti perasaan wanita itu. Perasaan gelisah yang merayap perlahan, berawal dari setitik ketidaknyamanan, berubah menjadi keresahan yang memacu degup jantung berdetak cepat. Beberapa orang kehilangan selera makan dan kemampuan untuk melelapkan mata. Tapi entah apa yang dirasakan Mariana. Membayangkan semua rentetan kejadian membuat pikiranku tak menentu, bagai daun yang diputar angin, bayang masa lalu berputar dan menggerogoti ketenanganku. Aku tahu, Anakku berharap kehidupan yang lebih baik setelah kedatangan ayahnya, satu-satunya yang mungkin jadi penghiburan untuk mereka, adalah iktikad baik dan kehadiran lelaki itu untuk mengisi kehampaan yang hilang selama belasan tahun. Bukan cuma uang, tapi waktu dan perhatian Mas Arham juga mereka nantikan. Aku tidak layak mencegah karena anak-anakku berhak mendapatkannya. Di sisi lain ada wanita yang sangat mencintai suamiku, dia tergila-gila dan mungkin tak
Mendengar ucapanku, mungkin pikiran dan gejolak dalam dada wanita itu tidak menerimanya dengan baik, emosinya yang bertumpuk serta keburu-buruannya untuk menyelesaikan semua masalah ini membuat pikirannya kacau. Aku yakin dia sibuk antara mempertahankan cinta dan menjaga rahasia suaminya agar tidak diketahui oleh semua orang, membuatnya semakin tertekan.Pada akhirnya Mariana terkulai lemas di teras rumahku, dia terjerembab ke lantai dan terlentang tak sadarkan diri. Tas mewah yang selalu melengkapi penampilannya jatuh ke atas wajahnya dan menumpahkan semua isinya. Aku yang tak bisa mengangkatnya terpaksa memanggil beberapa orang tetangga, untuk membantu memindahkan wanita itu ke ruang tamu, kutelepon juga Kaila untuk menjaga toko karena aku akan datang terlambat."Ini siapa ya, Mba?" Tetangga depan rumahku bertanya tentang siapa Mariana. "Dia kerabat jauh saya yang baru berkunjung, dia memang sedang sakit dan lemah.""Dia kelihatan orang kaya.""Hahaha. Iya.""Kalau begitu bawa ke
"Memang Ayah ingin jujur padanya... tapi Ayah menunggu waktu yang tepat." Percakapan yang direkam Anakku masih bergulir sementara Kami bertiga mendengarnya dengan seksama. Suasana di meja makan dan seluruh rumah menjadi sangat hening berkat suara yang kini jadi fokus kami dari ponsel. "Sudah 12 tahun berlalu ayah tak pernah jujur, bahkan, jika ayah tidak datang ke toko, ayah tetap akan menyembunyikan rahasia itu rapat-rapat. Iya kan!" "Lita, aku berhadapan bukan dengan orang sembarangan. Jika ayah ceroboh maka ayah akan kehilangan kehidupanku juga menyengsarakan kalian semua.""Apa bedanya sekarang! begitu Ayah jujur, semuanya kacau! Ayah melibatkan kami padahal kami tidak bersalah! Entah apa penilaian istri ayah dan apa tindakannya pada Bunda?""Aku akan melindungi kalian!""Tidak usah, dari awal ayah emang laki-laki yang tidak berguna!""Ayah menyesal!""Juga nenek! Beliau sama jahatnya dengan ayah. Bertahun-tahun kami mencari keberadaan ayah dan dia tetap bungkam. Aku tahu beli
Malam bergulir dengan gerimis dan nyanyian jangkrik di latar belakang. Di kejauhan kelap kelip lampu kota dan kedip sinar menara pembangkit listrik seperti panorama cahaya dalam kegelapan. Aku masih di pembaringan, belum sanggup memejamkan mata oleh begitu banyak pikiran yang berputar dalam benakku.Aku tahu, aku terlalu lama mengalah dan selalu bersikap sopan pada semua orang, tapi aku tahu itu tidak akan menguntungkan selamanya, jika aku tidak melawan perundung atau segelintir orang yang menekan dengan ancaman maka aku akan terus menderita. Alih alih diam saja, kenapa aku tidak melampiaskan kemarahan akibat penghianatan Mas Arham. Aku juga sadar bahwa cerita tidak akan seru tanpa tokoh antagonis atau drama yang menyakitkan hati penontonnya. Begitulah alur kehidupan, setiap kali ingin mencapai ketenangan, baru saja bersyukur atas ketentraman dan keberkahan hidup, tiba-tiba seseorang akan ditemui oleh ada saja masalah yang timbul!Hidup seakan dibanting berkali-kali tapi kita dipa
Entah apa yang terjadi setelah kegelapan panjang menelanku, akibat kata-kata Iriana. Aku seperti tersedot dalam pusaran hitam di mana waktu berhenti dan dunia memudar.Seperti cahaya yang muncul dari ujung lorong, seolah bayang kecil yang tiba tiba datang dari kejauhan lalu perlahan membesar, aku seperti dikejar oleh mimpi-mimpi buruk yang mengerikan, perlahan aku mampu mendengarkan suara samar yang kemudian berkumpul seperti gemuruh ombak memecah pantai. Pada akhirnya, aku terbangun dengan satu teriakan minta tolong dan menyadari tubuhku telah berada di tempat yang berbeda. Kuedarkan pandangan ke sekelilingku dengan mata yang dibuka perlahan, tapi begitu terpapar oleh cahaya menyilaukan, aku hanya bisa menutupnya dengan sebelah tanganku."Di mana aku?""Di rumah sakit," Jawab suara bariton dari sosok pria yang ada di sisiku, itu papa. Aku tersadar bahwa aku tengah berada di rumah sakit. "Kenapa aku bisa di sini?""Justru aku yang harus bertanya padamu, kenapa kau tidak jujur tent
Toko Delta dengan segala pesona dan popularitas kelezatan kuenya, telah mencuri perhatian dan perasaanku. Toko kecil yang ada di seberang jalan Saint Maria, pusat pertokoan lama dan cagar budaya yang masih dijaga pemerintah itu, telah membuatku tertarik dan ingin berinvestasi kepada pemiliknya. Kue kue yang mereka tawarkan, suasana kafe yang nyaman serta suguhan makanan jadul yang otentik, membuatku terpedaya.Aku pernah begitu ingin melihat sosok Iriana sukses dan menjadi wanita yang kaya. Tanpa menyadari kalau wanita itu adalah bagian dari masa lalu suamiku yang paling penting, ya! dia wanita yang sangat dicintai Mas Arham.Mobil yang meluncur seakan berjalan di tempatnya, Aku berjalan begitu lambat sementara aku ingin menyudahinya. Aku duduk bersisian dengan suamiku dalam mobil yang akan membawa kami ke toko Delta. Aku harus menghitung detakan jantungku, memikirkan kalimat apa yang akan kukatakan di sana, serta bagaimana reaksiku jika suasana mulai tidak terkendali. "Kau baik-baik
"Aku terpaksa menahan perasaanku dan menyakitinya demi tidak menyakitimu!"Alasan lagi, selalu dan selalu penuh alasan yang terdengar tak masuk akal"Oh wow, dan wanita itu juga menahan tangisan dan kejujurannya demi tidak menyakitiku. Aku bisa bayangkan betapa bergejolak hati wanita itu saat pertama kali berjumpa denganmu. Wah, Aku tidak tahu apa aku harus terharu atau merasa terhina, karena dua orang yang saling mencintai sedang mengasihani diriku. Apa aku semenyedihkan itu sampai kalian begitu prihatin atas perasaan ini?!""Aku tidak bermaksud meremehkanmu! Aku hanya ingin menjaga agar kau tetap bahagia!""Jika demikian kenapa kau harus jujur? Jaga saja rahasia masa lalumu sampai mati dan jangan beritahu aku, agar aku tidak menderita. Apa yang kau harapkan dengan jujur padaku dan memintaku untuk memaklumi pernikahan poligami. Apa kau gila?!""Ucapanmu sangat membuatku malu Mariana, Aku tidak tahu aku harus bagaimana," jawab lelaki itu sambil menggeleng lemah dan menahan kesedihan
Sinar keemasan mentari menerobos lewat celah kaca jendela, bayangan gorden menari di lantai marmer, namun kehangatannya tak mampu menembus dinginnya suasana hati. Di meja makan, kami hanya saling mendiamkan, meski aroma kopi dan makanan yang disediakan asisten terlihat menggugah tapi aku sama sekali tak menyentuh makanan itu. Suamiku duduk di kursi dan tak banyak bicara, sementara aku menatapnya sambil menahan kepalan tangan di seberang meja, pemberitahuan semalam dan jejak pertengkaran masih terasa dalam ingatanku, sebuah hal yang tidak bisa kuterima dan tak pernah kubayangkan sebelumnya. Aku tahu suatu hari secuil kenangan dari masa lalu itu akan teringat oleh suamiku, aku tahu dia menelusuri masa lalu dan yakin dia terus berusaha mencari jati dirinya, memeriksa apa yang telah terjadi di masa lampau orang-orang yang pernah terkait dengan itu. Aku tahu suatu saat ini akan terjadi, tapi aku tak menyangka dia ternyata punya keluarga yang belum ditinggalkannya. Kupikir suamiku duda
Ada suatu ketika, saat aku berhasil membuat dia mau duduk berhadapan denganku dan mendengarkan setiap penjelasanku. Mungkin sudah bosan dengan kejaranku, atau jijik melihat wajahku, Iriana terpaksa duduk dengan segala kemuakan yang terlihat jelas dari ekspresinya. Aku ceritakan padanya satu persatu mengapa aku bisa kehilangan ingatanku. Aku bilang aku tidak sengaja menyakitinya. Aku mengenal Mariana karena wanita itu telah menyelamatkanku merawatku sepenuh hati dan memberiku kehidupan baru. Aku bersimpati kepada kebaikannya dan menghargainya. Aku mendedikasikan hidup untuk menghargai istri keduaku tapi aku mencintai Iriana."Bila kau sangat mencintainya maka jangan kembali padaku.""Aku bilang aku meletakkan penghormatan tertinggi untuk Merry. Tapi kau menguasai seluruh hatiku."Wanita itu tertawa sambil mengkirimkan kepalanya. "Munafik! Di depanku kau bilang cinta tapi di pasar kemarin, kau memeluknya, dengan bangga kau mencium dan mengiyakan pernyataan cintanya. Aku benar-benar ji
Putriku berdiri di seberang antara lorong menuju koridor toilet dan dapur, dia menatapku dan ibunya secara bergantian, dan seperti yang kuduga gadis itu mengenaliku. Perlahan bola matanya berkaca-kaca, gadis itu mendatangiku dan bertanya, "Ayah? Apa Anda adalah ayahku?" Aku terdiam, aku ingin berteriak kalau benar aku adalah ayahnya dan aku merindukannya, tapi aku segan pada ibunya. "Ayah ke mana saja selama ini?" Aku tahu aku akan mendapatkan cecaran pertanyaan yang sama, berkali-kali, memusingkan dan aku tak punya jawabannya. Pertanyaan itu akan terus terulang, mengudara di telingaku dan berdenging-denging selamanya. Aku merutuki diriku sendiri dan mengapa aku bisa hilang selama itu, kenapa aku selalu menahan diri setiap kali ingin tangan langsung mencari mereka.Saat ingatanku sekelebat datang, aku mencoba menyewa seseorang untuk menyusuri masa laluku. Aku membayarnya untuk mencari tahu siapa istriku, apa nama dan di mana alamatnya.Kehilangan ingatan akibat kecelakaan membuat
Hujan di kota yang baru kujejaki ini terasa begitu syahdu, aroma tanah basah berpadu dengan wangi kopi tubruk yang ditawarkan penjual angkringan juga aroma jajanan pasar yang digelar di lapak pinggir jalan menciptakan kenangan yang seolah dibangkitkan dari masa kecilku. Bersama dengan Mariana, kedua anakku Adelia dan Casandra, kami berjalan-jalan menyusuri kota. Memeriksa di mana kami akan membuka showroom terbaru, serta survei lokasi mall yang akan dibangun istriku. Ya, keluarga kami adalah keluarga pengusaha, Mertuaku adalah pemilik Artha jaya company, distributor motor terbaik di provinsi kami. Adapun istriku dia pengusaha real estate dan pusat perbelanjaan. Dia juga punya bisnis fashion dan kuliner yang menambah pundi-pundi kekayaannya. Secara teknis hidup kami berkecukupan dan bahagia. Suatu hari dia bilang dia ingin berkunjung ke kota pesisir yang masih asli dengan peninggalan budaya dan arsitekturnya, dia ingin memberikan sentuhan modern di sana dan menggeliatkan ekonomi pend
Suasana pagi di toko kue begitu semarak dengan kehadiran pengunjung yang ramai dan roti keju coklat yang mengembang sempurna. Aku dan Kayla sibuk bahu membahu melayani tamu membawakan kopi dan pesanan sarapan mereka serta menyapa orang-orang yang datang dari Komunitas Lansia. ada beberapa wanita muda yang baru pulang dari Gym dan memesan dua set salad buah dan jus kale tanpa gula. Tringg!Tiba-tiba pintu cafe terbuka dengan keras, gebrakan lonceng di pintu kaca membuat semua orang memandang ke entry utama toko kami. Diantara tegangan semua orang Mariana tampil di sana. Istri kedua Mas Arham datang dengan wajah merah menahan amarah. Matanya berkilat tajam dan menunjukkan kemurkaan mendalam. "Beraninya kamu mencuri suamiku!" Dia menghampiriku, merebut jus kale yang ada di nampan, lalu menyiramnya ke wajahku. Byurr!!Aku terkejut, semua orang juga terkesiap dan bangun dari bangku mereka, mereka terperanjat dan kaget karena untuk pertama kalinya aku diperlakukan seperti itu oleh se
Cahaya lampu gantung menerangi ruang makan, pendar lilin menari-nari memantul pada permukaan meja kayu yang mengkilat. Diantara hidangan lezat yang tersaji di sana Aroma kari ayam dan sambal kentang bercampur dengan wangi rempah-rempah yang membangkitkan selera dan kenangan lama. Melihat anak-anakku bercanda dengan ayahnya sesaat aku terdiam. Terhanyut dalam lautan kebahagiaan serta suasana romantis yang mengingatkanku akan masa di saat aku dan Mas Arham masih muda dan penuh harapan. Di mana kami masih saling mencintai dan bermimpi membangun keluarga yang bahagia. "Sayang, kenapa diam?" Pria itu meraih jemariku lalu menggenggamnya dengan hangat. Aku meresapi pegangan tangan itu sambil menghalau perasaan canggung di hati ini.Bagaimanapun konflik yang terjadi beberapa hari yang lalu serta kedatangannya yang tiba-tiba seperti fluktuasi suasana yang berganti dengan dramatis, begitu cepat, sehingga aku sulit mencernanya. Intinya aku belum bisa menyesuaikan diriku dalam keadaan yang me