Aku biasanya selalu bicara lembut padanya, mana pernah aku membentaknya seperti tadi. Dia terkejut dan membelalakkan matanya.Dan yang lainnya pun terdiam, seolah ketakutan melihat reaksiku.Mendengar jawabanku, anakku merasa dipermalukan, pergi dengan membanting pintu karena marah.Menantuku yang melihatku begitu berbeda, tidak berani berbicara lagi, segera menggendong cucuku dan pergi.John memandangku dengan tidak senang.Lalu menegurku, “Anak-anak sudah pergi karenamu, puas?”Melihatku tidak meladeninya, wajahnya langsung berubah dingin.“Sisilya, sebaiknya kamu berhenti bertingkah, jangan sampai menyusahkan dirimu sendiri.”Nada bicaranya sangat kesal, seolah-olah sudah kehabisan semua kesabarannya.“Kamu nggak mengerti bahasa manusia? Sudah kubilang kita cerai, jangan omong kosong lagi.”Dia adalah profesor terhormat, selalu terlihat berwibawa. Meski marah, dia tidak pernah berkata kasar.Namun, aku bisa. Saat ini, aku sangat ingin mengeluarkan semua kata-kata paling kasar yang a
Baca selengkapnya