Semua Bab 40 Hari Setelah Kematian Bapak: Bab 81 - Bab 90

102 Bab

Bab 81. Cempaka Emas

Murni menerima sebuah botol kecil berisi cairan kuning keemasan itu dengan tangan yang gemetar. Botol itu terlihat cukup kuno, terbuat dari kaca tebal dengan tutup kayu yang diikat oleh seutas benang berwarna merah tua. Cahaya lampu minyak yang redup membuat cairan di dalam botol tampak berkilauan, seperti menyimpan rahasia yang tak terungkap. “Ini air penawar dari daun cempaka emas. Gunakan untuk melindungi Aji jika makhluk itu datang lagi,” jelas Mbok Tumini sambil meletakkan keris kecil dan kain putih di atas meja. "Lalu... keris dan kain itu? Apa yang harus aku lakukan dengan itu, Mbok?" tanya Murni. “Keris ini adalah pusaka peninggalan Kyai Dahlan, Nduk. Jangan pernah jauhkan keris ini daeimu untuk saat ini. Keris ini akan bereaksi terhadap energi gelap yang mendekat kepada kalian berdua. Sedangkan kain ini… kamu harus membungkus tubuh Aji dengan kain ini jika ia mulai menunjukkan tanda-tanda Aji kesurupan atau terluka karena serangan makhluk tersebut.” Murni menatap benda
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-10
Baca selengkapnya

Bab 82. Tabir Kepalsuan

Murni memandang Mbok Tumini dengan tatapan penuh rasa ingin tahu, sekaligus bingung. “Mbok… dari mana Mbok Tumini mendapatkan semua barang-barang ini? Botol cairan penawar, keris pusaka, kain putih ini… Seolah Mbok sudah tahu akan ada hal seperti ini terjadi.” Mbok Tumini menatap Murni dengan sorot mata dalam, seakan mempertimbangkan apakah sudah waktunya untuk mengungkap rahasia yang selama ini ia simpan. Perlahan, ia mengambil tempat duduk kayu di dekat lampu minyak yang hampir padam, lalu berkata dengan suara pelan, “Ini bukan pertama kalinya aku berhadapan dengan makhluk seperti itu, Nduk,” ujar Mbok Tumini. “Dulu, bertahun-tahun yang lalu, desa ini pernah dihantui oleh makhluk serupa. Banyak nyawa yang melayang, dan hampir tak ada yang selamat… kecuali aku.” Murni dan Aji terdiam, terpaku mendengar cerita Mbok Tumini. Suasana di dalam rumah yang sempit itu terasa semakin mencekam meski makhluk tadi telah pergi. “Waktu itu aku masih muda. Aku tinggal bersama orang tuaku d
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-11
Baca selengkapnya

Bab 83. Perintah Nyi Danyang

Mbok Tumini tidak langsung menjawab pertanyaan Murni. Ia menatap Murni dan Aji dengan raut wajah yang sulit ditebak, seolah mencari cara untuk menyampaikan sesuatu yang sangat berat. Suasana hening untuk sejenak, hanya terdengar suara nyaring jangkrik dari luar rumah yang makin menambah mencekamnya malam itu.“Mbok… jawab, Mbok. Apa mungkin Ibu membunuh Bapak?” desak Aji dengan nada semakin keras, matanya memerah, menahan campuran rasa marah dan takut. Takut untuk mendengar kebenaran yang lebih besar.Mbok Tumini menarik napas panjang sebelum berkata dengan suara serak, “Aku sendiri tidak punya bukti… tapi waktu Bapak kalian meninggal, aku merasa ada sesuatu yang janggal. Harjo bukan orang sembarangan, Le. Ia tahu cara menjaga dirinya. Kematian mendadaknya… terlalu aneh.”Murni merasa dadanya sesak. Kenangan tentang sosok ayahnya kembali hadir, membuat matanya panas. Bapaknya adalah sosok yang tegas namun penyayang, seorang lelaki sederhana yang rela mengorbankan segalanya demi mereka
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-12
Baca selengkapnya

Bab 84. Penyelamat

Mbok Tumini memejamkan mata sejenak, tangannya bergetar saat bibir tuanya mulai merapal doa yang diwariskan oleh leluhur mereka. Hawa dingin merambat perlahan ke seluruh ruangan. Angin malam yang masuk lewat celah jendela membawa aroma lembap tanah basah, seolah memberi peringatan bahwa sesuatu yang besar sedang mendekat.“Aji, Murni… dengarkan aku baik-baik,” ucap Mbok Tumini dengan suara yang semakin lirih. “Keris ini bukan sekadar senjata biasa. Jika kalian bisa menyatukan hati dan pikiran, keris ini akan menunjukkan jalan ke tempat di mana rahasia keluarga kalian tersembunyi. Di sanalah semua akan terungkap.”Aji menatap Mbok Tumini dengan penuh rasa penasaran. “Rahasia keluarga? Apa maksud Mbok? Apa lagi yang masih tersembunyi? Kenapa ndak ada habisnya?”Namun sebelum Mbok Tumini sempat menjawab, tiba-tiba terdengar suara keras dari luar rumah. Gubrak! Pagar kayu di depan rumah mereka terbanting keras, diikuti suara langkah berat yang semakin mendekat.“Cepat! Mereka datang!” ter
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-13
Baca selengkapnya

Bab 85. Pengorbanan

Prawiro terus memimpin mereka dengan gesit, sementara suara cakaran dan geraman di belakang semakin jelas terdengar, menandakan bahwa makhluk-makhluk itu sudah sangat dekat. Hawa dingin semakin menusuk, membuat lentera di tangan Aji bergetar, nyaris padam.“Cepat, kita hampir sampai!” seru Prawiro dengan suara tegas.Namun, sebelum mereka berhasil mencapai ujung lorong, sesuatu yang tak terduga terjadi. Sebuah tangan hitam besar muncul dari dinding lorong, mencengkeram kaki Mbok Tumini dengan kekuatan luar biasa. “Aaah!” jerit Mbok Tumini saat tubuhnya tertarik mundur dengan kasar ke arah kegelapan yang berputar-putar di dinding lorong.“Mbok!” Aji berbalik dengan panik, mencoba menarik tangan Mbok Tumini sekuat tenaga. Tubuhnya berguncang hebat, berusaha melawan tarikan dari makhluk itu. “Aku tidak akan melepaskanmu, Mbok! Bertahanlah!” serunya penuh kepanikan.Murni juga langsung berjongkok, meraih lengan Mbok Tumini yang mulai dingin. “Mbok, jangan menyerah! Kita pasti bisa keluar
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-14
Baca selengkapnya

Bab 86. Perjalanan ke Selo Geni

Setelah beberapa langkah melewati lorong sempit itu, akhirnya mereka merasakan udara segar menyentuh wajah mereka. Cahaya alami dari rembulan yang tergantung di langit malam menyambut kedatangan mereka. Aji, Murni, dan Prawiro terhenti di depan sebuah bukaan gua yang menghadap ke lembah yang sunyi. Murni menghirup udara dalam-dalam, mencoba menenangkan detak jantungnya yang masih berpacu cepat. “Kita berhasil keluar…” ucapnya dengan suara yang masih bergetar. Air matanya kembali mengalir, kali ini bukan karena ketakutan, melainkan rasa syukur atas keselamatan mereka. Tapi bagaimanapun juga, mereka telah meninggalkan Mbok Tumini di belakang sana. "Maaf, Mbok," lirih Murni. Prawiro berdiri di samping mereka, memperhatikan sekeliling dengan cermat. “Jangan lengah. Meski kita sudah keluar dari tempat itu, bahaya masih belum usai. Danyang itu pasti akan terus mengikuti kita. Dia pasti tahu kita masih hidup, dan ia tidak akan tinggal diam.” Aji meremas keris di tangannya, merasakan ding
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-14
Baca selengkapnya

Bab 87. Bukit Selo Geni

Langkah-langkah mereka terdengar gemerisik di atas bebatuan yang licin. Kabut tebal semakin menutup pandangan, membuat setiap langkah terasa seperti menuju ke dalam ketidakpastian. Suara angin yang berhembus kencang membawa bisikan-bisikan aneh, seolah-olah alam pun ikut memperingatkan mereka akan bahaya yang mengintai. “Aji, tetap di sampingku,” ujar Prawiro dengan suara rendah namun tegas. “Kabut ini bukan kabut biasa. Lasmi sudah tahu kita mendekat, dan dia pasti berusaha membuat kita tersesat.” Aji mengangguk, menggenggam keris erat-erat seolah benda itu adalah satu-satunya yang bisa memberinya keberanian. Murni yang berjalan di belakang mereka merasakan jantungnya berdegup kencang, bukan hanya karena rasa takut, tapi juga firasat buruk yang terus mengganggunya. Tiba-tiba, suara gemerisik terdengar dari balik semak-semak di kanan jalan setapak. Prawiro segera mengangkat tangannya, memberi isyarat agar mereka berhenti. “Diam,” bisiknya. “Ada sesuatu di sekitar kita.” Mereka be
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-15
Baca selengkapnya

Bab 88. Kekalahan Lasmi

Lasmi mengangkat tangan kirinya perlahan, dan dari kuku kirinya memancar cahaya ungu pekat yang langsung menyelimuti area di sekeliling mereka. Angin kencang kembali berembus, menciptakan pusaran debu dan asap yang membuat penglihatan mereka semakin terbatas."Aji, Murni, lindungi diri kalian! Sementara aku akan mengalihkan makhluk-makhluk ini!" ucap Prawiro.Aji menggenggam kerisnya semakin erat, dan dari bilah keris yang dicengekramnya dengan kuat, perlahan tampak cahaya keemasan yang memberikan penerangan di antara kegelapan yang kini mengurung mereka. Murni menatap hal itu dengan rasa takjub.Lasmi kembali melangkah maju, dan dengan gerakan cepat ia mengayunkan tangannya. Dari gerakan itu, muncullah serangan berbentuk gelombang energi berwarna ungu yang terarah pada Prawiro. Sedang Prawiro sendiri mencoba menangkisnya dengan golok yang masih ia genggam, meskipun tetap saja dirinya terpukul mundur beberapa langkah."Kau tidak akan pernah bisa melawanku, Prawiro! Tidak sekarang dan
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-16
Baca selengkapnya

Bab 89. Desa Juwono

Setibanya di desa Juwono, suasana yang menyambut Murni, Aji, dan Prawiro memang berbeda dari sebelumnya. Desa yang sebelumnya suram dan penuh dengan hawa mistis kini tampak lebih cerah. Matahari bersinar dengan hangatnya, pohon-pohon yang dulunya layu mulai hijau kembali, dan burung-burung berkicau seakan menyambut datangnya kehidupan baru. Namun, suasana yang cerah itu tidak mampu mengusir bayang-bayang ketegangan di antara penduduk desa yang berkumpul di lapangan utama.Kerumunan penduduk menatap mereka dengan ekspresi bermacam-macam—ada yang penasaran, ada pula yang penuh amarah. Saat ketiganya mendekat, desas-desus mulai terdengar, perlahan berubah menjadi gumaman penuh emosi.“Itu mereka! Anak-anak Lasmi!”“Karena ibunya, kita semua hampir binasa!”“Berani sekali mereka kembali ke sini!”Seorang pria paruh baya dengan wajah tirus dan janggut lebat tiba-tiba maju, menunjuk Murni dengan kasar. “Kalian berani kembali ke desa ini setelah semua yang terjadi? Ibumu adalah penyebab keha
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-16
Baca selengkapnya

Bab 90. Misteri Baru

Beberapa waktu berlalu sejak pertemuan terakhir dengan Danyang di tepi hutan. Desa Juwono perlahan kembali hidup. Kehangatan matahari yang menyentuh dedaunan menciptakan pemandangan menyejukkan hati. Suara burung-burung kembali riang berkicau di pagi hari, dan warga desa mulai beraktivitas dengan semangat yang baru. Meski masih ada segelintir penduduk yang memendam ketakutan terhadap kehadiran Murni dan Aji, suasana desa tak lagi diliputi kecurigaan seperti sebelumnya. Terlebih setelah Nyai Warsih memimpin doa bersama di lapangan desa, memohon perlindungan bagi seluruh warga dan memulai kembali kehidupan mereka yang baru. Di salah satu sudut desa, rumah Raharjo yang dulu terlihat kusam dan dipenuhi aura gelap kini menjadi pusat perhatian. Para warga bahu-membahu membantu memperbaiki rumah itu. Mereka memperbaiki atap yang bocor, mengganti pintu yang rusak, dan membersihkan halaman yang dulu ditumbuhi semak belukar. “Ini bukan hanya rumah kalian, Murni. Ini adalah bagian dari des
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-17
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
67891011
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status