Home / Horor / 40 Hari Setelah Kematian Bapak / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of 40 Hari Setelah Kematian Bapak: Chapter 101 - Chapter 110

138 Chapters

Bab 101. Kalah

Kabut hitam semakin pekat, seolah mencengkeram seluruh dunia mereka. Pusaran kekuatan Lindung Sukma semakin kuat, menarik mereka lebih dekat ke dalam kegelapan yang mengancam. Tanah di bawah kaki mereka bergetar hebat, dan suara gemuruh yang datang dari dalam makam semakin menakutkan, seakan dunia ini akan runtuh.“Kita harus segera menghadapinya!” teriak Kyai Hasan, suaranya penuh tekad.“Apa yang harus kita lakukan?” Murni berteriak, tubuhnya mulai terasa lelah dan nyaris tak bisa bergerak. Tangan bayangan yang terus menerjangnya membuatnya semakin merasa terhimpit.“Kita harus menghancurkan inti kekuatannya, sumber dari kebencian dan kerusakan ini!” Kyai Hasan berlari ke arah batu nisan besar yang terletak di tengah lingkaran sulur hitam. Ia memegang kerisnya dengan erat, menatap Aji dan Murni yang masih bertahan melawan bayangan.“Tolong bantu aku!” Kyai Hasan memanggil mereka.Aji dan Murni segera menyusul Kyai Hasan, berlari melewati tanah yang terpecah-pecah dan tangan bayangan
last updateLast Updated : 2025-01-20
Read more

Bab 102. Bahagia

Lima tahun telah berlalu sejak mereka berhasil mengalahkan Lindung Sukma dan mengembalikan kedamaian di Desa Juwono. Desa itu kini berubah menjadi tempat yang lebih sejahtera dan harmonis. Sawah-sawah yang dulunya terbengkalai kini menghijau, sungai yang sebelumnya keruh mengalir jernih, dan udara yang dulu dipenuhi ketakutan kini beraroma segar dan penuh harapan.Murni, yang telah menyembuhkan banyak luka batin akibat masa lalu kelam desa itu, kini menjalani hidup yang lebih tenang. Ia sudah mulai menemukan kedamaian dalam dirinya. Kehidupan baru yang lebih cerah juga hadir dalam bentuk Joko, seorang pria muda yang telah mencuri perhatian Murni sejak beberapa tahun lalu. Joko adalah seorang petani muda yang bekerja keras, namun juga memiliki hati yang baik. Ia tidak pernah ragu untuk membantu orang lain, dan senyumnya selalu memberikan rasa damai bagi siapa saja yang melihatnya.Murni, yang tadinya lebih tertutup dan melawan rasa sakit yang datang dari dalam, mulai merasa nyaman bera
last updateLast Updated : 2025-01-20
Read more

Bab 103. Kutukan

Desa Juwono kini menjadi contoh bagi desa-desa di sekitarnya, dengan hasil panen melimpah, anak-anak yang mendapat pendidikan layak, dan hubungan antarsesama warga yang penuh harmoni. Namun, kedamaian ini mulai terguncang ketika kabar buruk dari desa tetangga, Desa Karangjati, sampai ke telinga warga. Suatu malam, saat Murni dan suaminya—Joko, dan Aji sedang duduk di balai desa untuk merencanakan festival panen yang akan datang, seorang lelaki tua dari Desa Karangjati datang tergopoh-gopoh dengan wajah pucat pasi. Pak Ratno, nama lelaki itu, tampak ketakutan. "Tolong... tolong bantu kami! Desa kami diserang oleh suatu wabah yang aneh!" serunya dengan suara bergetar. Murni berdiri, disusul kemudian dengan Joko yang lantas menenangkan lelaki itu. "Apa yang terjadi, Pak Ratno? Ceritakan perlahan." Pak Ratno menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara. "Hewan-hewan kami mati tanpa sebab, sawah-sawah mengering seketika, dan orang-orang mulai mendengar suara-suara aneh di malam hari.
last updateLast Updated : 2025-01-21
Read more

104. Permintaan

Joko berdiri terpaku di depan mulut gua yang gelap. Angin dingin yang keluar dari dalam gua membuat bulu kuduk mereka meremang. Pak Jiman memegang bahu Joko dengan tangan gemetar. “Mas Joko, gua ini sepertinya tempat yang keramat. Bisa jadi ada sesuatu di dalam sana yang tidak boleh diganggu. Apa tidak sebaiknya kita melapor ke sesepuh desa dulu?” Joko menoleh, lalu menggeleng perlahan. “Pak Jiman, semakin lama kita menunggu, semakin parah keadaan Desa Karangjati. Kita sudah sampai sejauh ini. Saya tidak akan masuk terlalu dalam, hanya akan melihat apa yang ada di bagian depan gua.” Beberapa warga saling berpandangan, ragu untuk melangkah lebih jauh. Namun, rasa penasaran dan tanggung jawab akhirnya membuat mereka mengikuti langkah Joko. Di mulut gua, mereka menemukan tanda-tanda yang aneh. Ada bekas jejak kaki manusia yang menuju ke dalam, bercampur dengan jejak kaki besar yang tidak dikenali. Jejak itu tampak seperti cakar, dengan garis-garis dalam di tanah lembek. “Jejak
last updateLast Updated : 2025-01-23
Read more

105. Mengambil Pilihan

Makhluk itu berdiri tegak di depan Joko dan warga, tubuhnya menjulang hingga hampir menyentuh langit-langit gua. Suaranya menggelegar, mengguncang dinding batu di sekitarnya.“Pergi dari sini!” raung makhluk itu. “Jika tidak, aku akan memastikan kalian tidak akan pernah keluar hidup-hidup!”Joko yang masih berdiri meski tubuhnya terasa sakit akibat benturan, mencoba menghadapi amukan makhluk tersebut. Namun, di balik keberaniannya, dia tahu ada bahaya besar yang mengintai.Pak Jiman berteriak panik, “Mas Joko, kita harus pergi sekarang! Ini sudah terlalu berbahaya!”Sebelum Joko sempat menjawab, makhluk itu mengangkat kedua tangannya yang besar, menciptakan angin kencang yang memadamkan semua obor. Kegelapan total melingkupi gua. Suara jeritan warga memenuhi udara, disertai gema langkah kaki berat yang mendekat cepat.“Lari! Cepat keluar!” seru salah seorang warga, mencoba memandu yang lain keluar dari gua.Namun, makhluk itu tidak tinggal diam. Ia menggeram marah, dan tanah di bawah
last updateLast Updated : 2025-01-23
Read more

Bab 106. Memenuhi Panggilan

Di tengah perdebatan yang berlangsung di balai desa, langkah kaki cepat terdengar mendekat. Seorang pemuda dengan wajah yang penuh tekad muncul di ambang pintu. Dia adalah Aji, adik Murni yang kini sudah berusia 22 tahun. Wajahnya yang tirus namun tegas menunjukkan keberanian yang ia warisi dari keluarganya.“Mbak Murni, Mas Joko,” panggil Aji dengan nada serius. “Aku nggak bisa diam saja. Aku akan ikut kalian ke gua itu.”Murni menoleh dengan wajah terkejut. “Aji, kamu nggak boleh ikut! Ini terlalu berbahaya!”Aji berjalan mendekat dan berdiri di depan kakaknya. “Mbak, aku nggak peduli seberapa bahaya ini. Mbak adalah kakakku. Aku nggak akan membiarkan Mbak pergi sendirian menghadapi makhluk itu, bahkan jika Mas Joko ikut sekalipun.Murni memandang Aji dengan mata yang berkaca-kaca. “Aji, Mbak ndak mau kamu terluka. Ini bukan tentang keberanian, ini soal nyawa. Makhluk itu… dia mungkin sangat berbahaya.”Aji menggeleng dengan tegas, matanya penuh tekad. “Mbak, justru karena dia berba
last updateLast Updated : 2025-01-24
Read more

Bab 107. Pengorbanan

Makhluk itu berhenti mendadak, matanya yang merah menyala menatap tajam ke arah Aji. Sorot matanya bagaikan bara api yang membakar, menusuk siapa pun yang berani menatapnya. Tawanya yang bergema membuat gua itu terasa semakin sempit dan mencekam, seolah-olah udara di dalamnya ditarik keluar, menyisakan ketegangan yang menyesakkan. “Hahaha! Jadi, kau membawakanku bukan hanya satu, tapi dua-duanya anak Harjo?" Makhluk itu berkata dengan nada mengejek, suaranya bergemuruh seperti guntur yang menggetarkan tanah. Lidah bercabangnya menjulur dari mulutnya yang lebar, melintasi deretan gigi tajam yang berkilauan. “Hebat! Aku tak menyangka kau akan sebaik ini memenuhi takdir kalian. Tentu saja, aku akan menikmatinya.” Aji berdiri di tempatnya, tubuhnya bergetar, tetapi ia menahan napas, memaksa dirinya untuk tetap tegak. Tangannya mengepal kuat-kuat di sisi tubuhnya, berusaha melawan rasa takut yang hampir melumpuhkannya. Ia menatap makhluk itu dengan mata yang menyalakan keberanian, meski
last updateLast Updated : 2025-01-25
Read more

Bab 108. Kejujuran

Murni menatap Aji dengan ekspresi panik, tangannya terulur hendak meraih adiknya. "Aji, jangan! Diam! Jangan bilang apa-apa!" serunya, suara bergetar penuh kecemasan. Aji menatap kakaknya, wajahnya penuh tekad meskipun napasnya berat. "Mbak, aku harus mengatakan ini. Aku sudah mengerti sekarang... siapa makhluk ini, siapa sebenarnya dia." Matanya menatap tajam ke arah makhluk yang mengancam mereka, yang masih tertawa dengan penuh penghinaan. Makhluk itu mencondongkan tubuhnya lebih dekat, seolah menikmati ketegangan yang terbangun. "Aji, Aji... kalian memang bodoh. Kau sudah tahu siapa aku, tapi kau masih berpikir bisa menakut-nakuti aku? Apa yang akan kau lakukan setelah tahu siapa aku?" Suaranya semakin mengancam, seakan-akan dia tahu betul kelemahan mereka. "Aku tahu siapa kamu," kata Aji dengan suara lebih keras, menekan setiap kata seolah itu adalah kenyataan yang tak bisa dibantah. "Kamu... adalah Prawiro." Makhluk itu terdiam sejenak, seakan terkejut dengan pernyataan A
last updateLast Updated : 2025-01-26
Read more

Bab 109. Nafsu Dendam

Prawiro memutar tubuhnya dengan cepat, matanya yang merah menyala kini berkilat penuh amarah saat ia menatap sosok pria paruh baya yang muncul dari kegelapan. "Kenapa kau datang, Hasan?! Bukankah kau sudah cukup puas mencampuri hidupku selama ini?!" suaranya menggema di dalam gua, penuh dengan kebencian yang membara.Kyai Hasan berdiri tegap, wajahnya memancarkan ketenangan meskipun berada di hadapan makhluk menyeramkan seperti Prawiro. "Aku datang karena kau sudah terlalu jauh, Prawiro. Dendam ini... kebencian ini... hanya akan menghancurkanmu, bukan menyembuhkan luka-luka masa lalu."Prawiro tertawa getir, suara tawanya memantul di dinding-dinding gua yang dingin. "Menyembuhkan? Luka-luka ini tidak bisa disembuhkan, Hasan! Kau tahu itu lebih baik daripada siapa pun. Kau yang seharusnya mengerti! Kau adalah saksi bisu saat aku hancur!"Hasan menarik napas panjang, lalu melangkah mendekat. Suaranya rendah, namun penuh dengan ketegasan. "Aku tidak membela Raharjo, Prawiro. Aku tahu dia
last updateLast Updated : 2025-01-26
Read more

Bab 110. Sadar

Murni mengambil kesempatan itu, maju beberapa langkah, meskipun tubuhnya gemetar. "Bapak Prawiro... jika benar kau merasa sendirian, kami akan ada untukmu. Kami ingin mengenalmu sebagai keluarga. Kami ingin belajar dari kesalahan masa lalu. Tolong... beri kami kesempatan."Murni perlahan melangkah maju, meskipun tubuhnya gemetar hebat. Matanya terus menatap Prawiro, sosok yang pernah ia anggap sebagai bagian dari keluarganya, meski kini wujudnya jauh dari manusia. Ketakutan terlihat jelas di wajahnya, namun keberanian dalam hatinya mengalahkan segalanya.Joko, yang sejak tadi berdiri di belakang Murni, tersentak melihat istrinya maju tanpa rasa gentar. "Murni! Jangan!" serunya dengan nada penuh kecemasan. Ia ingin melangkah maju, tetapi tangan Aji tiba-tiba menahannya dari belakang."Mas Joko," bisik Aji dengan suara lirih tapi penuh keyakinan. "Biarkan dia, Mas. Mbak Murni tahu apa yang dia lakukan."Joko menoleh ke arah Aji dengan wajah bingung
last updateLast Updated : 2025-01-27
Read more
PREV
1
...
91011121314
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status