Semua Bab 40 Hari Setelah Kematian Bapak: Bab 121 - Bab 130

138 Bab

Bab 121. Pocong

Damar langsung menyorotkan senter ke arah jendela itu, tapi… Kosong. Tak ada siapa pun di sana. "Apa sih? Nggak ada apa-apa, Ras," ucap Damar. Joni mencengkram bahu Damar. "Mar, dengar! ini mulai nggak beres!" Damar menghembuskan napas kasar. "Sudahlah, jangan paranoid. Kita butuh tempat untuk bermalam." "Tapi, Mar—" "Nggak ada tapi-tapian!" potong Damar tegas. "Kita ke sini buat kerja, loh." Laras mendecak kesal, tapi ia tak membantah lagi. Joni dan Rani hanya bisa saling berpandangan sebelum akhirnya mengikuti Damar yang kembali berjalan di jalanan desa yang gelap dan sunyi itu. Mereka melewati beberapa rumah lain, tapi kebanyakan terlalu kecil dan terlihat lebih rapuh daripada yang pertama. Beberapa rumah bahkan hanya tersisa kerangka, dengan atap yang runtuh dan dinding yang hampir roboh. Udara semakin dingin. Angin bertiup membawa aroma tanah basah yang bercampur bau apak, seperti sesuatu yang telah lama membusuk. Setelah berjalan beberapa menit, akhirnya mereka
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-05
Baca selengkapnya

Bab 122. Tak Berkesudahan

Damar menahan napas. Suara jeritan itu seperti menembus kepalanya, menggema di setiap sudut ruangan. Jendela yang terbuka lebar kini hanya menampilkan pemandangan yang lebih mengerikan—pocong-pocong itu mulai bergerak. Perlahan. Gemetar. Seperti mayat hidup yang baru bangkit dari kubur."Joni! Cepat buka pintunya!" Laras menangis histeris, tubuhnya bergetar ketakutan.Joni terus menarik-narik gagang pintu, bahkan menendangnya dengan sisa tenaga yang ia miliki. "Sial! Kenapa nggak bisa dibuka?!"Di tengah kepanikan itu, Damar mencoba mengatur napas. Ia melangkah mundur, menyorotkan senter ke setiap sudut ruangan. Bayangan berkelebat di dinding, seolah ada sesuatu yang bergerak cepat di dalam rumah.Lalu…PRAK!Rak kayu di sudut ruangan tiba-tiba ambruk, menimbulkan debu yang mengepul. Dari balik tumpukan buku tua, sesuatu merayap keluar.Rani menjerit. "A-Apa itu?!"Damar membeku. Matanya membelalak saat melihat tangan kotor berlumuran tanah merangkak keluar dari balik rak. Tangan itu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-06
Baca selengkapnya

Bab 123. Sosok

"Ini nggak mungkin… KITA TERJEBAK!" Rani mulai menangis, tubuhnya melemas hingga hampir jatuh terduduk di lantai. Laras pun semakin panik, matanya liar mencari celah untuk kabur, tapi tidak ada satu pun jalan yang terlihat aman. Tak lama kemudian, mulai terdengar suara langkah berat di lantai atas. Duk… Duk… Langkah-langkah itu terdengar lamban, seolah sesuatu yang besar sedang berjalan di lantai kayu yang sudah rapuh. Damar meneguk ludah. Dengan senter di tangannya, ia menyorotkan cahaya ke arah tangga kayu tua yang mengarah ke lantai dua. Bayangannya bergetar di dinding, membuat suasana semakin menyeramkan. Lalu, sesuatu muncul di ujung tangga. Sesosok wanita dengan gaun putih panjang, beberapa bagiannya robek, dan tampak lusuh. Wajahnya begitu pucat dan hanya menyisakan dua lubang mata yang kosong dan hitam. Tangannya panjang dengan jari-jari kurus seperti akar pohon, menggantung lemas di sisi tubuhnya. Dan yang paling menyeramkan… tubuhnya tidak sepenuhnya menyentuh lant
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-07
Baca selengkapnya

Bab 124. Belum Selamat

“Damar!!” Laras menjerit, mencoba menariknya. Pria yang tadi bersuara, segera berlari mendekat. Tanpa ragu, ia mengayunkan benda di tangannya—sebuah golok tajam untuk memutus jeratan sulur. Sepertinya, pria itu sudah menyiapkannya, dan akhirnya kaki Damar bisa terlepas dari lilitan. Setelah Damar mampu berdiri kembali, kembali pria itu mengangkat obor dengan nyala api berwarna biru. Api itu menyala aneh, berdesir seolah hidup. “Sialan kalian! Pergi!” pria itu mengayunkan obor ke udara, dan seketika, suara jeritan panjang terdengar. Damar tak menunggu lebih lama. Ia berdiri, menarik Rani dan Laras, lalu berlari menjauh bersama pria itu. Begitu melewati ambang pintu, hawa dingin yang menusuk langsung menghilang, digantikan oleh udara malam yang jauh lebih segar. BRAK! Pintu rumah tertutup sendiri dengan keras di belakang mereka. Hening... Pocong-pocong yang tadi memenuhi halaman kini menghilang, seolah tak pernah ada. Rumah itu kembali sunyi, gelap, berdiri di antara pepo
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-08
Baca selengkapnya

Bab 125. Joko

Laras menggigit bibirnya. “Berubah? Berubah jadi apa?” Joko mengembuskan napas panjang dan mendongakkan kepalanya sebelum menjawab pertanyaan Laras. “Ketika malam hingga sebelum fajar, desa ini masih tampak seperti desa biasa. Namun, setelah matahari terbit nanti semua yang kalian lihat akan berbeda.” Pernyataan dari pria itu membuat ketiganya terpaku. “Berbeda bagaimana maksudnya, Pak?” desak Damar. Joko terdiam sejenak sebelum menjawab, “Desa ini bukanlah tempat untuk manusia.” Ketiganya tercengang saat mendengar penuturan Joko. Keheningan pun dengan cepat menyergap mereka. Damar, Rani, dan Laras saling pandang, mencoba mencerna kata-kata Joko. “Saya tidak mengerti…” bisik Rani, suaranya nyaris tak terdengar. “Jika bukan tempat manusia, lalu…” Joko menatap tajam ke dalam mata Rani. “Kalian tadi melihat rumah itu, 'kan?” Damar mengangguk ragu. “Itu bukan satu-satunya,” lanjut Joko kemudian. Darah Damar seolah membeku. "A-apa?" Joko melanjutkan, “Seluruh desa in
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-09
Baca selengkapnya

Bab 126. Rani Hilang

“JANGAN MACAM-MACAM DI TEMPATKU!!”Laras dan Rani terlonjak mundur, nyaris menjerit saat suara Joko yang menggelegar memenuhi seluruh ruangan.Mata mereka berdua membelalak ke arah tirai yang tadi hampir mereka singkap. Tirai itu kini berkibar pelan, seolah ada sesuatu di baliknya yang baru saja mengusik keberadaannya.Joko, yang berdiri tak jauh dari mereka, menatap tajam ke arah keduanya. “Itu bukan tempat yang kalian cari,” katanya, suaranya dingin dan penuh peringatan.Laras menelan ludah, tangannya masih gemetar. “Ma-maaf, Pak…”Rani pun buru-buru mengangguk. “Kami hanya mencari kamar mandi.”Joko mengembuskan napas panjang lalu menunjuk ke arah pintu belakang. “Kamar mandi ada di luar, di belakang rumah. Tapi cepatlah. Kita tidak punya banyak waktu.”Tanpa banyak bicara, Laras dan Rani saling berpegangan sebelum melangkah ke pintu belakang. Damar, yang menyaksikan semuanya, menatap mereka dengan cemas namun tetap di tempatnya."Wush...."Saat mereka membuka pintu, hawa dingin l
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-10
Baca selengkapnya

Bab 127. Mencekam

"Ras! Laras!" seru Damar. " Kenapa, Ras?" Laras menoleh dengan napas memburu. Matanya masih dipenuhi ketakutan saat melihat Damar yang kini berada di ambang pintu kayu. Wajah ketakutan dan keringat dingin mengalir di pelipis Laras saat ia menoleh perlahan, matanya masih terpaku ke arah sumur. Tubuhnya gemetar hebat, seolah baru saja melihat sesuatu yang tak seharusnya ada di dunia ini.Damar mengikuti arah pandangan Laras dengan cemas. Matanya menyipit, berusaha menembus kegelapan yang menyelimuti sumur tua itu. Namun, tidak ada apa-apa di sana. Air di dalam sumur tampak tenang, tidak ada riak, tidak ada tangan pucat, tidak ada sepasang mata putih yang Laras lihat beberapa detik lalu.Damar menelan ludah, lalu berjongkok di hadapan Laras. "Ras! Apa yang terjadi?!" tanyanya khawatir.Laras masih terengah-engah, bibirnya bergerak-gerak seperti ingin berbicara, tetapi tak ada sedikit pun suara yang keluar. Dadanya naik turun, seolah paru-parunya berjuang menghirup udara setelah dicekam
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-11
Baca selengkapnya

Bab 128. Terkubur

“Sumur itu...." "Sumur itu sudah lama menjadi tempat tinggalnya," suara Joko bergetar, nyaris seperti bisikan. "Siapa pun yang masuk ke dalamnya... tidak akan pernah kembali dengan cara yang sama." Laras menatapnya dengan mata membelalak. "Apa maksud Bapak? Rani masih bisa kita selamatkan, 'kan? Rani nggak masuk ke sana 'kan, Pak?"Laras menggigit bibirnya, mencoba mengabaikan kegelisahan yang menjalar di dadanya. "Pak Joko, tolong jelaskan. Apa yang Bapak maksud dengan 'bukan lagi manusia yang sama'?"Pak Joko menarik napas panjang, seolah ragu untuk mengungkapkan kebenaran yang menyesakkan. "Sudah banyak yang menghilang di sumur itu, Nak. Tapi mereka yang kembali... tidak lagi sama. Ada yang tiba-tiba kehilangan ingatan, ada yang tubuhnya dipenuhi luka-luka aneh, dan ada yang..." Ia terdiam, matanya menerawang seolah kembali ke masa lalu yang kelam."Ada yang bagaimana, Pak?" desak Damar. Joko menggeleng kecil, ekspresi di wajahnya semakin tegang. "Jika dia memang sudah jatuh
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-13
Baca selengkapnya

Bab 129. Bangkit dari Kubur

Di luar, gedoran di pintu semakin menggila. Suara kayu berderit dan engsel berdecit, seolah sesuatu di luar sana menggaruk dengan kuku panjangnya. “Tolong aku!”"Rani!" Laras berteriak. "Damar, itu Rani!" Laras terlonjak. Matanya membulat, dan ia hampir saja berlari ke pintu kalau saja Damar tidak menahannya. “Jangan, Laras!” Damar mencengkram pergelangan tangannya erat. “Dengar baik-baik suaranya… itu bukan Rani.” Laras mematung. Suara di luar terdengar mirip dengan Rani, tapi ada sesuatu yang janggal—nada suaranya datar, tanpa emosi, seperti sedang meniru manusia. “Tolong… Aku kedinginan… Buka pintunya, Laras…”"Damar, Please!" sentak Laras. Joko menarik napas tajam, lalu berbisik, “Itu bukan dia. Itu mereka.” Seketika, suara ketukan berubah menjadi benturan keras. Brak! Brak!Damar mengepalkan tangannya, sorot matanya dipenuhi tekad yang tak tergoyahkan. "Kita nggak bisa terus bersembunyi di sini. Rani butuh kita!" katanya dengan suara mantap.Laras menggigit bibirnya, ragu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-13
Baca selengkapnya

Bab 130. Selamat Tinggal

Joko memejamkan mata, rahangnya mengatup rapat. Napasnya tertahan di tenggorokan.Bodoh!Ia sudah memperingatkan mereka untuk tidak bersuara, tapi Laras justru berteriak. Itu adalah kesalahan besar.Angin malam bertiup lebih kencang, membawa aroma busuk yang menusuk hidung. Seperti bau bangkai yang telah membusuk selama berhari-hari.Damar merasakan tengkuknya meremang. Ia melangkah mundur dengan hati-hati, tetapi sesuatu dalam tatapan Rani membuatnya sulit berpaling."Bukan Rani. Itu bukan Rani," ucap Damar di dalam hatinya. Sosok di hadapan mereka berdiri kaku, tubuhnya sedikit membungkuk dengan tangan tergantung lemas di sisi tubuhnya. Bibirnya pecah-pecah, dan dari sudut bibirnya menetes cairan hitam yang berbau busuk. Matanya… kosong. Sepasang bola mata itu hitam legam, tak ada putihnya sama sekali.“Larasss… Kenapa… lari? Ini aku.”Suara Rani bergetar, seperti ada sesuatu yang bergema di dalamnya. Seperti bukan hanya satu suara, tapi banyak suara yang bertumpuk menjadi satu.La
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-14
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
91011121314
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status