Malam itu, angin berembus dingin, membawa aroma lembap dari tanah yang baru diguyur hujan sore tadi. Murni dan Joko berdiri di bawah cahaya rembulan yang samar, tubuh mereka membeku dalam ketakutan. Di hadapan mereka, sosok pocong Raharjo berdiri dengan kain kafan yang sudah lusuh dan kotor. Wajahnya pucat, sorot matanya kosong, tetapi bibirnya bergerak seakan ingin berbicara. Joko mundur selangkah, refleks meraih tangan Murni. "Dek... ini bukan main-main," bisiknya, suaranya gemetar. Namun, Murni justru melangkah maju. Jantungnya berdetak kencang, napasnya memburu. Ketakutan masih mencengkeramnya, tetapi ada sesuatu yang lebih kuat dari rasa takut itu—dorongan untuk mengetahui kebenaran. Sosok pocong Raharjo mengangkat tangannya perlahan, lalu menunjuk ke tanah tempat Murni berdiri. Suaranya parau, seakan berasal dari dunia lain. "Gali... tanah ini...." Suara Raharjo terdengar serak dan memberi perintah. Murni menelan ludah, tubuhnya gemetar. "Kenapa aku harus menggali, Pak?
Terakhir Diperbarui : 2025-01-30 Baca selengkapnya