Semua Bab Setelah Istriku Memilih Pergi: Bab 71 - Bab 80

98 Bab

71. INI APA, BU??

Meninggalkan Sarah di kamar, Raka berjalan dengan langkah hati-hati. Setibanya di ruang tamu, ia menemukan Bu Rini duduk sambil memegang sebuah amplop cokelat."Ini apa, Bu??" tanya Raka langsung."Sebuah kesepakatan," jawab Bu Rini sambil menyodorkan amplop itu. "Ibu ingin kamu tanda tangan untuk memastikan bahwa rumah ini tetap menjadi milik keluarga."Raka membuka amplop tersebut dan membaca isi dokumen di dalamnya. Matanya menyipit ketika memahami maksud sebenarnya. "Ini berarti aku menyetujui kalau aset Papa bisa dialihkan ke pihak lain, kan?"Bu Rini tersenyum tipis. "Hanya jika diperlukan. Lagipula, ini untuk kebaikan semua. Kamu bisa periksa dulu semua yang tertera di sana. Ada persetujuan dari papamu juga. Sebenarnya … ini sudah lama sekali, Ka.""Maaf, Bu. Aku nggak bisa tanda tangan sebelum berbicara dengan Papa," jawab Raka tegas, mengembalikan dokumen tersebut.Ekspresi Bu Rini berubah. "Raka, jangan keras kepala. Kalau k
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-13
Baca selengkapnya

72. TERNYATA DIA ..

“Dunia memang sempit ya. Aku pikir kamu enggak pernah kembali lagi ke Indonesia," gumam Raka dengan gaya jumawa.Jeno terkekeh lalu tersenyum sinis dan berkata, "Terserahku. Memang apa urusannya denganmu?"Mendengar itu, Raka mengangguk-angguk. Hingga kemudian suara lain terdengar."Pak."Satu kata barusan lekas mengalihkan atensi Raka. Ternyata Sarah yang menyapa lawan bicaranya tersebut. Pandangan istrinya itu mengarah ke lantai dengan gestur tubuh yang tampak sungkan. Sementara Jeno hanya membalas dengan gumaman."Kalian ... saling kenal?" tanya Raka yang sungguh penasaran.Sarah hendak menjawab, tetapi niatan tadi urung lantaran Jeno yang sudah mendahului dengan kalimat, "Tanyakan saja pada emm … keponakanmu ini."Apa tadi kata Jeno? Enak saja dia menyimpulkan begitu. Jelas Raka tak terima. "Sarah ini istriku."Sekarang giliran Jeno yang mengernyit heran. "Istri? Bukannya kamu dan Nadia—""Dia hanya masa lalu," potong Raka cepat.Ada jeda di antara keduanya. Bayangan masa lampau p
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-14
Baca selengkapnya

73. KECEMASAN RAKA

Tidak ada yang perlu dicemaskan. Begitulah yang seharusnya ada di pikiran Raka. Namun, entah mengapa yang ada di benak pria itu malah sebaliknya.Pikiran Raka dipenuhi bayangan pertemuannya dengan Jeno di restoran. Tatapan tajam dan senyum sinis yang dilemparkan oleh teman lamanya tersebut seakan menghujam pikirannya berulang kali.Raka mengenal Jeno cukup baik; pria itu bukan tipe yang melupakan masa lalu dengan mudah. Jika Jeno sudah menunjukkan ekspresi seperti itu, berarti ada sesuatu yang ia simpan, dan hal itu tidak akan berakhir baik.“Kenapa sih, Mas?” tanya Sarah tiba-tiba. Suaranya lembut, tapi cukup untuk menyadarkan Raka dari lamunannya.Raka menoleh dan melihat istrinya tengah menatapnya sambil menyisir rambut di depan meja rias. Wajah Sarah terlihat polos dan sedikit lelah, namun matanya selalu memancarkan ketenangan yang membuat Raka merasa bersalah karena menyembunyikan sesuatu darinya.“Apa karena Pak Jeno? Justru
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-14
Baca selengkapnya

74. GOSIP DI KANTOR RAKA

Suara barusan menyentakkan Sarah seketika. Dia pun buru-buru berbalik badan agar tak ketahuan oleh Jeno. Wajahnya pucat pasi. Sementara Dini yang ada di belakangnya geleng-geleng kepala.“Tumben kamu begini, Ra.”“Enggak. Cuma …hehe.” Sarah meringis pelan dan mendadak jadi salah tingkah.“Aih. Kenapa, Ra?” tanya Lira dengan cemas. “Habis dengar Pak Jeno ngomongin apa sih?”Sarah berusaha memaksakan senyum, meskipun bibirnya terasa kaku. "Enggak apa-apa, kok. Udara di sini panas, ya? Aku jadi pusing." Ia melambaikan tangan untuk mengalihkan perhatian kedua temannya. "Udah yuk. Kita cepetan pergi. Keburu Pak Jeno lihat ntar.”Dini dan Lira saling pandang. Namun, mereka memilih tidak mendesak lebih jauh.Langkah Sarah semakin cepat, hampir berlari kecil saat meninggalkan perpustakaan. Nafasnya memburu, sementara bayangan Jeno dan ucapannya tadi masih menghantuinya. "Kamu masih men
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-14
Baca selengkapnya

75. BUKAN SEKEDAR MASA LALU

Ruang makan keluarga itu terasa begitu tenang malam ini. Suara dentingan sendok dan garpu yang beradu dengan piring menjadi satu-satunya bunyi yang terdengar. Di meja makan, Pak Herman duduk di ujung meja dengan wajah tenang dan penuh wibawa. Di sampingnya, duduk Bu Rini dengan senyum tipis yang khas. Raka, seperti biasa, duduk berhadapan dengan Sarah, istrinya. Mereka menikmati makan malam dalam suasana yang terasa kondusif.Sarah diam saja sejak tadi, menyuapkan nasi ke mulutnya dengan tatapan kosong. Pikirannya melayang ke percakapan yang ia dengar tadi siang di perpustakaan kampus. Ucapan Jeno terus terngiang-ngiang di kepalanya.Sarah menunduk dalam, berusaha fokus pada makanannya. Ia memutuskan untuk memendam apa yang didengarnya. Setidaknya untuk saat ini, ia belum siap untuk konfrontasi apa pun.“Hei, kamu kenapa?” Raka bertanya pelan sambil menatap Sarah.Sarah tersentak kecil. Ia memaksakan senyum. “Enggak, Mas. Aku cuma capek aja.”Bu Rini melirik Sarah dengan tatapan sok p
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-15
Baca selengkapnya

76. LUKA YANG TERBUKA

Sarah berdiri mematung di tengah kamar. Suara detak jam dinding terdengar nyaring di telinganya, seakan mengejek keheningan yang tiba-tiba memenuhi ruangan. Udara terasa berat, seperti ada sesuatu yang menekan dada Sarah, membuatnya sulit bernapas. Kata-kata Nadia terus berputar di kepalanya, bergema tanpa henti."Ka, kenapa kamu nggak cerita ke Sarah soal malam itu? Atau kamu mau aku yang cerita?”Pikirannya kalut, bercampur aduk antara amarah, kecewa, dan rasa takut. Bayangan Raka bersama Nadia membuat dadanya semakin sesak. Selama ini, Sarah mencoba menutup mata, berusaha mempercayai Raka sebagai suaminya. Tapi sekarang? Semua keyakinan itu retak begitu saja.Hingga malam hari Sarah masih duduk di tepi tempat tidur. Cahaya lampu kamar redup, menciptakan bayangan gelap di setiap sudut ruangan. Tangannya mengepal erat di atas paha, tubuhnya kaku seperti patung. Pintu kamar berderit pelan, dan Raka masuk dengan langkah yang sedikit gontai. Wajahnya lelah, namun senyumnya tipis saat me
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-16
Baca selengkapnya

77. KEJUJURAN YANG MENYAKITKAN

Sarah berjalan menyusuri lorong rumah tanpa tujuan yang jelas. Setiap langkah kakinya terasa berat, seakan membawa beban yang tak terlihat. Nafasnya pendek-pendek, tubuhnya masih gemetar setelah pertengkaran itu. Udara malam yang dingin menyusup hingga ke tulangnya, namun ia tak peduli. Semua kata yang keluar dari mulut Raka tadi masih menggema di dalam pikiran, seolah-olah terpatri di setiap sudut ruangan.Begitu mencapai halaman depan, ia berhenti. Matanya menatap langit gelap tanpa bintang. Dalam hatinya, ia bertanya-tanya, ‘Kenapa harus aku? Kenapa harus seperti ini?’Segala sesuatu yang ia pertahankan selama ini terasa rapuh. Seperti dinding kaca yang akhirnya retak dan runtuh tanpa bisa dihentikan.Dari dalam rumah, suara langkah kaki terdengar mendekat. Raka muncul dari balik pintu, berdiri beberapa meter di belakangnya. Wajahnya kusut, rambutnya berantakan. Namun, yang paling jelas adalah sorot mata yang penuh penyesalan dan kebingun
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-16
Baca selengkapnya

78. KAMU EGOIS, MAS

Raka buru-buru menghampiri Sarah yang mematung usai menatapnya. Pria itu lantas berkata, "Kita pulang ya." Namun, Sarah masih bergeming, membuatnya kembali bersuara. "Tolong, Sayang. Jangan pergi dengan emosi begini. Aku tahu aku salah. Kita pulang ya."Sarah tetap diam, tubuhnya kaku seperti patung. Sorot matanya kosong, tapi jelas ada kobaran luka di sana. Nafasnya masih bergetar, dan dadanya naik turun tidak beraturan. Raka mendekat satu langkah, tapi Sarah langsung menoleh, mengangkat tangannya untuk menghentikan.“Sudahlah, Mas,” suaranya dingin dan tajam. “Aku bukan boneka yang bisa kamu permainkan seenaknya.”“Aku nggak mempermainkan kamu, Sarah,” Raka bersikeras. Wajahnya memohon, namun Sarah hanya tertawa sinis.“Nggak mempermainkan? Lalu apa yang kamu lakukan selama ini? Semua kebohongan kamu, semua kata manis kamu yang ternyata cuma palsu? Aku ini apa, Mas? Sekadar pelengkap? Orang yang bisa kamu minta maaf setiap kali kamu salah, lalu seakan semuanya baik-baik saja?”Raka
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-17
Baca selengkapnya

79. TIDAK BISA MENGUBAH MASA LALU

Raka memaksa Sarah turun dari mobil dan menggenggam pergelangan tangannya erat. Mereka berjalan memasuki rumah, disambut dengan wajah cemas oleh Pak Herman yang sedari tadi menunggu di ruang tamu."Nak?" sapanya lembut pada Sarah.Sarah hanya mengangguk kecil tanpa menatap mertuanya. Raka menghela napas panjang, lalu dengan cepat menarik tangan istrinya, membawanya menuju kamar tanpa banyak bicara. Pak Herman hanya bisa memandang mereka berdua dengan pandangan prihatin.Di dalam kamar, suasana sunyi menyelimuti mereka. Sarah duduk di tepi ranjang dengan pandangan kosong, sementara Raka berdiri mematung di dekat pintu. Napasnya berat seolah menahan kata-kata yang sulit keluar.Raka mendekat perlahan, tetapi Sarah segera mundur, menciptakan jarak di antara mereka."Maafin aku," ucap Raka dengan suara pelan, nyaris bergetar.Sarah tetap diam. Tatapannya kosong, tetapi air mata yang tersisa di ujung matanya jelas menunjukkan betapa hancurnya per
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-17
Baca selengkapnya

80. KAU HARUS MENIKAHINYA

Suara lantang itu menggema di seluruh sudut bagian kantor, mengejutkan banyak karyawan yang tengah sibuk dengan pekerjaan mereka. Beberapa dari mereka bahkan berhenti mengetik dan menoleh ke arah sumber suara. Wajah-wajah penasaran mulai bermunculan di balik bilik-bilik kerja.Sementara di dalam ruangannya, Raka yang sedang fokus memeriksa dokumen-dokumen penting langsung tersentak. Alisnya mengernyit tanda kebingungan, namun ia tetap berusaha untuk tenang.“Pak Raka,” suara ketukan disertai panggilan pelan dari Maya, sekretarisnya, terdengar dari balik pintu.Raka menegakkan tubuhnya. “Ada apa, Maya?”Pintu sedikit terbuka, dan wajah Maya yang tampak pucat muncul. “A-anu, Pak,” Maya berbicara terbata-bata. “Di luar… Pak Hendro sedang marah-marah. Beliau ingin bertemu Bapak sekarang. Padahal sudah saya bilang kalau Pak Herman tidak aktif lagi ke kantor.”Raka menghela napas, menyandarkan tubuhn
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-17
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status