Share

74. GOSIP DI KANTOR RAKA

Penulis: A mum to be
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-14 21:07:36

Suara barusan menyentakkan Sarah seketika. Dia pun buru-buru berbalik badan agar tak ketahuan oleh Jeno. Wajahnya pucat pasi. Sementara Dini yang ada di belakangnya geleng-geleng kepala.

“Tumben kamu begini, Ra.”

“Enggak. Cuma …hehe.” Sarah meringis pelan dan mendadak jadi salah tingkah.

“Aih. Kenapa, Ra?” tanya Lira dengan cemas. “Habis dengar Pak Jeno ngomongin apa sih?”

Sarah berusaha memaksakan senyum, meskipun bibirnya terasa kaku. "Enggak apa-apa, kok. Udara di sini panas, ya? Aku jadi pusing." Ia melambaikan tangan untuk mengalihkan perhatian kedua temannya. "Udah yuk. Kita cepetan pergi. Keburu Pak Jeno lihat ntar.”

Dini dan Lira saling pandang. Namun, mereka memilih tidak mendesak lebih jauh.

Langkah Sarah semakin cepat, hampir berlari kecil saat meninggalkan perpustakaan. Nafasnya memburu, sementara bayangan Jeno dan ucapannya tadi masih menghantuinya. "Kamu masih men

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   75. BUKAN SEKEDAR MASA LALU

    Ruang makan keluarga itu terasa begitu tenang malam ini. Suara dentingan sendok dan garpu yang beradu dengan piring menjadi satu-satunya bunyi yang terdengar. Di meja makan, Pak Herman duduk di ujung meja dengan wajah tenang dan penuh wibawa. Di sampingnya, duduk Bu Rini dengan senyum tipis yang khas. Raka, seperti biasa, duduk berhadapan dengan Sarah, istrinya. Mereka menikmati makan malam dalam suasana yang terasa kondusif.Sarah diam saja sejak tadi, menyuapkan nasi ke mulutnya dengan tatapan kosong. Pikirannya melayang ke percakapan yang ia dengar tadi siang di perpustakaan kampus. Ucapan Jeno terus terngiang-ngiang di kepalanya.Sarah menunduk dalam, berusaha fokus pada makanannya. Ia memutuskan untuk memendam apa yang didengarnya. Setidaknya untuk saat ini, ia belum siap untuk konfrontasi apa pun.“Hei, kamu kenapa?” Raka bertanya pelan sambil menatap Sarah.Sarah tersentak kecil. Ia memaksakan senyum. “Enggak, Mas. Aku cuma capek aja.”Bu Rini melirik Sarah dengan tatapan sok p

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • Setelah Istriku Memilih Pergi   76. LUKA YANG TERBUKA

    Sarah berdiri mematung di tengah kamar. Suara detak jam dinding terdengar nyaring di telinganya, seakan mengejek keheningan yang tiba-tiba memenuhi ruangan. Udara terasa berat, seperti ada sesuatu yang menekan dada Sarah, membuatnya sulit bernapas. Kata-kata Nadia terus berputar di kepalanya, bergema tanpa henti."Ka, kenapa kamu nggak cerita ke Sarah soal malam itu? Atau kamu mau aku yang cerita?”Pikirannya kalut, bercampur aduk antara amarah, kecewa, dan rasa takut. Bayangan Raka bersama Nadia membuat dadanya semakin sesak. Selama ini, Sarah mencoba menutup mata, berusaha mempercayai Raka sebagai suaminya. Tapi sekarang? Semua keyakinan itu retak begitu saja.Hingga malam hari Sarah masih duduk di tepi tempat tidur. Cahaya lampu kamar redup, menciptakan bayangan gelap di setiap sudut ruangan. Tangannya mengepal erat di atas paha, tubuhnya kaku seperti patung. Pintu kamar berderit pelan, dan Raka masuk dengan langkah yang sedikit gontai. Wajahnya lelah, namun senyumnya tipis saat me

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • Setelah Istriku Memilih Pergi   77. KEJUJURAN YANG MENYAKITKAN

    Sarah berjalan menyusuri lorong rumah tanpa tujuan yang jelas. Setiap langkah kakinya terasa berat, seakan membawa beban yang tak terlihat. Nafasnya pendek-pendek, tubuhnya masih gemetar setelah pertengkaran itu. Udara malam yang dingin menyusup hingga ke tulangnya, namun ia tak peduli. Semua kata yang keluar dari mulut Raka tadi masih menggema di dalam pikiran, seolah-olah terpatri di setiap sudut ruangan.Begitu mencapai halaman depan, ia berhenti. Matanya menatap langit gelap tanpa bintang. Dalam hatinya, ia bertanya-tanya, ‘Kenapa harus aku? Kenapa harus seperti ini?’Segala sesuatu yang ia pertahankan selama ini terasa rapuh. Seperti dinding kaca yang akhirnya retak dan runtuh tanpa bisa dihentikan.Dari dalam rumah, suara langkah kaki terdengar mendekat. Raka muncul dari balik pintu, berdiri beberapa meter di belakangnya. Wajahnya kusut, rambutnya berantakan. Namun, yang paling jelas adalah sorot mata yang penuh penyesalan dan kebingun

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • Setelah Istriku Memilih Pergi   78. KAMU EGOIS, MAS

    Raka buru-buru menghampiri Sarah yang mematung usai menatapnya. Pria itu lantas berkata, "Kita pulang ya." Namun, Sarah masih bergeming, membuatnya kembali bersuara. "Tolong, Sayang. Jangan pergi dengan emosi begini. Aku tahu aku salah. Kita pulang ya."Sarah tetap diam, tubuhnya kaku seperti patung. Sorot matanya kosong, tapi jelas ada kobaran luka di sana. Nafasnya masih bergetar, dan dadanya naik turun tidak beraturan. Raka mendekat satu langkah, tapi Sarah langsung menoleh, mengangkat tangannya untuk menghentikan.“Sudahlah, Mas,” suaranya dingin dan tajam. “Aku bukan boneka yang bisa kamu permainkan seenaknya.”“Aku nggak mempermainkan kamu, Sarah,” Raka bersikeras. Wajahnya memohon, namun Sarah hanya tertawa sinis.“Nggak mempermainkan? Lalu apa yang kamu lakukan selama ini? Semua kebohongan kamu, semua kata manis kamu yang ternyata cuma palsu? Aku ini apa, Mas? Sekadar pelengkap? Orang yang bisa kamu minta maaf setiap kali kamu salah, lalu seakan semuanya baik-baik saja?”Raka

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Setelah Istriku Memilih Pergi   79. TIDAK BISA MENGUBAH MASA LALU

    Raka memaksa Sarah turun dari mobil dan menggenggam pergelangan tangannya erat. Mereka berjalan memasuki rumah, disambut dengan wajah cemas oleh Pak Herman yang sedari tadi menunggu di ruang tamu."Nak?" sapanya lembut pada Sarah.Sarah hanya mengangguk kecil tanpa menatap mertuanya. Raka menghela napas panjang, lalu dengan cepat menarik tangan istrinya, membawanya menuju kamar tanpa banyak bicara. Pak Herman hanya bisa memandang mereka berdua dengan pandangan prihatin.Di dalam kamar, suasana sunyi menyelimuti mereka. Sarah duduk di tepi ranjang dengan pandangan kosong, sementara Raka berdiri mematung di dekat pintu. Napasnya berat seolah menahan kata-kata yang sulit keluar.Raka mendekat perlahan, tetapi Sarah segera mundur, menciptakan jarak di antara mereka."Maafin aku," ucap Raka dengan suara pelan, nyaris bergetar.Sarah tetap diam. Tatapannya kosong, tetapi air mata yang tersisa di ujung matanya jelas menunjukkan betapa hancurnya per

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Setelah Istriku Memilih Pergi   80. KAU HARUS MENIKAHINYA

    Suara lantang itu menggema di seluruh sudut bagian kantor, mengejutkan banyak karyawan yang tengah sibuk dengan pekerjaan mereka. Beberapa dari mereka bahkan berhenti mengetik dan menoleh ke arah sumber suara. Wajah-wajah penasaran mulai bermunculan di balik bilik-bilik kerja.Sementara di dalam ruangannya, Raka yang sedang fokus memeriksa dokumen-dokumen penting langsung tersentak. Alisnya mengernyit tanda kebingungan, namun ia tetap berusaha untuk tenang.“Pak Raka,” suara ketukan disertai panggilan pelan dari Maya, sekretarisnya, terdengar dari balik pintu.Raka menegakkan tubuhnya. “Ada apa, Maya?”Pintu sedikit terbuka, dan wajah Maya yang tampak pucat muncul. “A-anu, Pak,” Maya berbicara terbata-bata. “Di luar… Pak Hendro sedang marah-marah. Beliau ingin bertemu Bapak sekarang. Padahal sudah saya bilang kalau Pak Herman tidak aktif lagi ke kantor.”Raka menghela napas, menyandarkan tubuhn

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Setelah Istriku Memilih Pergi   81. AKU SUDAH MENIKAH DENGAN SARAH

    “Enggak mungkin. Aku sudah menikah dengan Sarah," jawab Raka dengan lantang, memecah ketegangan yang menggantung di udara. Suaranya tegas, meskipun dalam hati ia merasa ada badai yang siap menghancurkan segalanya.Kata-kata itu menghantam Hendro seperti palu godam. Wajahnya seketika berubah pucat, lalu memerah kembali, penuh dengan amarah yang hampir tidak tertahankan. Sementara itu, Nadia tidak tampak terkejut. Air matanya yang sejak tadi ia tahan akhirnya tumpah, membuatnya terlihat semakin rapuh."Kau pikir aku peduli dengan siapa kau menikah sekarang?!" hardik Hendro, suaranya menggelegar. "Kau sudah menghancurkan hidup anakku, dan kau pikir itu selesai begitu saja?!"Raka menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Ia tahu percuma beradu argumen dengan Hendro yang dikuasai emosi. Namun, ia juga tidak bisa membiarkan tuduhan ini terus menghantui dirinya dan, yang lebih penting, rumah tangganya dengan Sarah."Pak," ujar Raka dengan nada lebih tenang, meskipun tatapannya te

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18
  • Setelah Istriku Memilih Pergi   82. ISU MENYEBAR

    [Besok semua akan berubah. Bersiaplah.] Pesan dari Pak Hendro beberapa detik lalu. Sarah hanya menghela napas pasrah. Ia enggan membangunkan Raka karena suaminya sudah tertidur pulas.Pagi harinya, kekhawatiran Sarah terbukti. Saat ia sedang membereskan meja makan, Raka menerima panggilan telepon yang membuat wajahnya semakin pucat. Setelah panggilan itu selesai, ia segera bergegas pergi ke kantor tanpa sempat sarapan.Sementara itu, di kantor, suasana sudah berubah menjadi medan perang. Beberapa investor utama perusahaan Raka menarik saham mereka secara mendadak. Hal ini menyebabkan kepanikan di antara manajemen, dan rumor mulai beredar di seluruh kantor bahwa penyebabnya adalah isu pribadi yang melibatkan Raka."Pak Raka," ujar Maya, sekretarisnya, dengan nada gugup. "Berita itu sudah menyebar di media sosial. Banyak karyawan yang membicarakan... tentang Anda dan Bu Nadia."Raka m

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18

Bab terbaru

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   175. TANDA PERPISAHAN (TAMAT)

    Hari itu, udara terasa begitu tenang. Raka dan Sarah tengah duduk berdua di ruang keluarga, ditemani oleh Nasha yang sedang bermain dengan mainan di lantai. Meskipun suasana terasa begitu damai, ada sesuatu yang terasa berat di hati Raka. Ada semacam pertanda yang tak terucapkan, seolah dunia sedang mengingatkan mereka untuk lebih menghargai waktu yang ada. Beberapa hari sebelumnya, mereka baru saja merayakan ulang tahun pertama Nasha dengan penuh kebahagiaan. Momen itu, yang dipenuhi dengan tawa anak-anak panti asuhan dan sentuhan kasih sayang keluarga besar, memberikan Raka dan Sarah sebuah pemahaman baru tentang arti kehidupan yang sesungguhnya. Pak Herman kini mendatangi Raka yang sedang bersantai di taman belakang. Suaranya yang berat dan penuh makna terasa sangat berbeda dari biasanya. “Raka, ada hal penting yang ingin Papa sampaikan padamu,” kata Pak Herman saat teleponnya berbunyi. Suaranya terdengar agak lemah, namun tetap penuh kehangatan. Raka segera duduk tegak, khawat

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   174. ULANG TAHUN PERTAMA NASHA

    Hari itu, langit tampak cerah, seakan ikut merayakan hari istimewa dalam keluarga kecil Raka dan Sarah. Nasha genap berusia satu tahun. Bukan pesta besar yang mereka persiapkan, tetapi sebuah acara syukuran sederhana yang penuh makna. Raka dan Sarah sepakat untuk merayakan ulang tahun pertama putri mereka dengan berbagi kebahagiaan di sebuah panti asuhan.Panti asuhan itu bukan tempat yang asing bagi mereka. Sejak kejadian penculikan Nasha dan konspirasi Bu Rini yang membuat mereka hampir kehilangan segalanya, Raka dan Sarah lebih banyak merenungi arti keluarga dan kasih sayang. Mereka ingin mengajarkan kepada Nasha bahwa kebahagiaan sejati bukan hanya tentang perayaan mewah, tetapi juga tentang berbagi dengan mereka yang kurang beruntung.Pagi itu, suasana panti asuhan sudah mulai ramai. Anak-anak di sana terlihat bersemangat menyambut kedatangan tamu istimewa mereka. Beberapa dari mereka bahkan sudah mengenal Sarah dan Raka karena kunjungan-kunjungan sebelumnya. Pak

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   173. AKHIRNYA ..

    Setelah berhasil menyelamatkan Nasha dari tangan penculiknya, Raka, Sarah, dan Jeno kembali ke tempat persembunyian sementara mereka. Malam itu mereka beristirahat sejenak, meski pikiran mereka masih dipenuhi ketegangan. Namun, mereka tahu bahwa semua ini belum benar-benar berakhir.Keesokan paginya, Jeno menerima laporan dari timnya bahwa beberapa anak buah Bu Rini yang terlibat dalam penculikan telah tertangkap. Namun, dalang utama di balik kejadian ini masih menjadi misteri."Aku sudah melacak transaksi dan komunikasi mereka. Satu nama yang terus muncul adalah seorang pria bernama Anton," kata Jeno dengan serius. "Dia adalah tangan kanan Bu Rini yang selama ini bekerja di balik layar. Sepertinya dialah yang mengatur segalanya."Raka mengepalkan tangannya. "Jadi, dia yang selama ini mengancam keluargaku?"Jeno mengangguk. "Dia sangat licin dan punya banyak koneksi. Tapi aku sudah menghubungi seseorang yang bisa membantu kita menangkapnya."Tak la

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   172. APAKAH ADA TITIK TERANG?

    Malam semakin larut, tetapi Raka, Sarah, dan Jeno masih terjaga. Pikiran mereka penuh dengan kekhawatiran dan strategi. Pesan singkat yang baru saja diterima Raka seolah menjadi alarm bahwa mereka tidak memiliki banyak waktu lagi."Kita harus menemukan keberadaan mereka sebelum mereka melakukan sesuatu yang lebih gila," kata Jeno dengan nada serius. "Aku sudah menghubungi seseorang yang pernah bekerja untuk Bu Rini. Dia setuju untuk bertemu, tapi dengan syarat kita harus berhati-hati."Raka mengangguk. "Di mana kita bisa menemuinya?""Sebuah gudang tua di pinggiran kota. Dia bilang tempat itu aman, jauh dari pantauan orang-orang yang mungkin bekerja untuk Bu Rini," jawab Jeno.Sarah menggenggam tangan Raka erat. "Aku takut, Mas. Bagaimana jika ini jebakan?"Raka menatap dalam ke mata istrinya. "Kita tidak punya pilihan lain, Sayang. Ini satu-satunya petunjuk yang kita punya. Aku janji, aku tidak akan membiarkan apa pun terjadi padamu atau Nasha."Jeno menghela napas. "Baiklah, kita be

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   171. SIAPA DALANGNYA?

    Sarah menggigit bibirnya, mencoba menahan isak tangis yang hampir pecah lagi. Raka masih duduk di sebelahnya, ponsel di tangannya terasa dingin, seperti ancaman yang baru saja mereka terima. Jeno, yang berdiri di seberang mereka, mengetik sesuatu di ponselnya dengan cepat. Pria itu kemudian menatap Raka dengan sorot mata penuh kewaspadaan."Aku sudah menghubungi seseorang untuk melacak sumber video itu. Butuh waktu, tapi kita akan menemukan mereka," kata Jeno dengan suara dalam.Raka mengangguk, tangannya masih menggenggam jemari Sarah erat. "Aku tidak akan membiarkan mereka menyentuh Nasha lebih lama lagi. Tapi kita harus berhati-hati, mereka jelas tahu pergerakan kita."Sarah menelan ludah, mencoba mengusir rasa takut yang menggerogoti hatinya. "Siapa yang cukup kejam untuk melakukan ini, Mas? Aku yakin ini bukan Ratna. Dia ada di penjara. Lalu siapa?"Hening. Raka menatap Sarah, begitu pula Jeno. Tidak ada yang bisa menjawabnya saat itu.Namun, di balik keheningan itu, otak Raka be

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   170. NASHA DICULIK

    "NASHA?"Suara Sarah memekik lantang. Tangannya gemetar saat ia melihat layar ponselnya. Tak lama kemudian, sebuah kiriman video berputar otomatis, menampilkan seorang bayi mungil berusia tiga bulan yang menangis keras. Mata Sarah membelalak, napasnya tercekat. Itu Nasha. Anak mereka telah diculik.Raka segera meraih ponsel dari tangan Sarah, matanya membelalak saat melihat rekaman itu. Nasha berada di dalam ruangan yang remang-remang, hanya diterangi cahaya redup dari lampu gantung. Tangisan bayi mereka menggema, membuat dada Sarah dan Raka terasa sesak. Tak ada suara lain dalam video itu, hanya isakan kecil yang semakin memilukan.Sebuah pesan muncul sesaat setelah video berakhir."Kalian ingin Nasha kembali? Jangan hubungi polisi. Kami akan memberitahu langkah selanjutnya."Sarah menatap Raka dengan wajah penuh ketakutan. "Mas... kita harus melakukan sesuatu. Nasha masih kecil, dia butuh kita."Raka mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. "Aku tidak akan membiarkan mereka menyen

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   169. HARI PERSIDANGAN

    Aula pengadilan dipenuhi dengan desas-desus dan tatapan tajam dari berbagai pihak. Sidang gugatan terhadap Ratna akhirnya dimulai, menjadi momen yang akan menentukan nasib keluarga Raka. Dengan bukti yang hilang, mereka harus mencari celah lain untuk melawan Ratna di hadapan hakim.Raka dan Sarah duduk di barisan penggugat, didampingi oleh pengacara mereka, Pak Rendy. Di seberang, Ratna tampak percaya diri dengan pengacara handalnya, seorang pria berpenampilan rapi dengan senyum yang mengintimidasi. Sorot matanya penuh dengan kesombongan, seolah yakin bahwa dirinya akan menang.Hakim mengetuk palu tanda sidang dimulai. "Sidang gugatan keluarga Raka Prasetya terhadap Ratna Wijayanti dibuka. Penggugat, silakan sampaikan tuntutan Anda."Pak Rendy berdiri. "Yang Mulia, kami memiliki bukti kuat bahwa tergugat telah memindahkan aset keluarga secara ilegal ke rekening pribadinya, tanpa persetujuan dari pewaris sah, yang menyebabkan kerugian besar bagi kel

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   168. BUKTI YANG HILANG

    Kehidupan Raka dan Sarah dalam beberapa minggu terakhir terasa seperti berjalan di atas bara api. Terlebih saat Jeno diserang oleh beberapa orang tak dikenal.Saat ini gugatan hukum terhadap Ratna telah menjadi berita utama di keluarga besar dan di luar sana. Ratna, seperti yang diperkirakan, tidak tinggal diam. Ia menggunakan segala cara, dari intimidasi hingga permainan kotor untuk menggagalkan perjuangan Raka dan Sarah.Hari itu, Raka dan Sarah sedang mengatur dokumen-dokumen penting di ruang kerja kecil di rumah mereka. Flash drive yang berisi dokumen-dokumen penting, termasuk bukti transfer aset ilegal Ratna, menjadi inti dari rencana mereka. Raka memastikan semua file telah dicadangkan dengan baik.“Sayang, aku rasa kita harus menyimpan salinan file ini di tempat yang lebih aman. Flash drive ini terlalu berisiko kalau hanya kita simpan di sini,” kata Raka sambil memegang benda kecil itu.Sarah mengangguk, setuju dengan saran suaminya. &l

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   167. JENO CELAKA

    Raka masih memikirkan ancaman terselubung Ratna saat sidang sementara Sarah merasa tertekan setelah mengetahui kondisi Pak Herman kembali memburuk. Beban dari kasus ini mulai menyusup ke dalam hubungan mereka.“Mas, kamu yakin bukti itu aman di tangan Jeno?” tanya Sarah sambil menuangkan kopi ke cangkir.Raka yang duduk di kursi makan, hanya mengangguk tanpa menatap Sarah. “Jeno sudah buktikan dia bisa dipercaya, Sayang. Aku rasa kita nggak punya pilihan lain.”Sarah menghela napas panjang. “Tapi kita juga harus waspada. Ratna mungkin akan bertindak lebih gila kalau dia tahu Jeno berpihak pada kita.”Raka menatap istrinya dengan mata yang penuh beban. “Aku tahu kamu khawatir, Sayang. Tapi kita sudah sampai sejauh ini. Kalau kita goyah sekarang, Ratna yang menang.”Sarah menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan rasa kesal. “Aku bukan goyah, Mas. Aku cuma… aku cuma nggak mau kehilangan apa yang sudah kita perjuangkan.”Raka berdiri dan berjalan mendekati Sarah, menyentuh pundaknya lemb

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status