Semua Bab Setelah Istriku Memilih Pergi: Bab 31 - Bab 35

35 Bab

31. TIGA MINGGU

"Aku bisa sendiri, Mas."Sarah berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Raka. Namun, Raka justru memeluk pinggangnya dengan erat."Ayolah, Sarah. Aku yang akan mengantarmu terapi," ujar Raka dengan nada memohon, tatapan matanya penuh kesungguhan.Sarah menatapnya sejenak. Ada perasaan yang berkecamuk di hatinya—keinginan untuk percaya, namun juga takut terluka lagi. Setelah perdebatan kecil, Sarah akhirnya menurut dan masuk ke dalam mobil.Perjalanan menuju klinik terasa hening, hanya diiringi suara gemericik hujan di luar jendela. Sarah memilih diam, menatap tetesan air yang mengalir di kaca. Sementara itu, Raka beberapa kali meliriknya melalui spion tengah, mencoba mencari celah untuk berbicara.“Sarah,” panggil Raka tiba-tiba, suaranya lembut tapi terdengar mantap. “Apa yang kamu lihat di taman itu hanya salah paham. Aku ingin mempernaiki hubungan kita dan menjelaskannya pada Nadia.”Sarah menoleh sedikit
Baca selengkapnya

32. MALAM PERTAMA

“Tiga minggu 'kan? Kamu sudah setuju, Sarah. Jadi biarkan aku memanfaatkan waktu sebaik mungkin."Raka mengembangkan senyumnya, lebar dan penuh percaya diri, sebuah ekspresi yang tidak asing tetapi kini terasa berbeda di mata Sarah. Ia tidak tahu harus merasa apa—antara jengkel atau bingung—sehingga hanya bisa berdiri mematung di tempat. Jawaban spontan itu benar-benar membuatnya tidak siap."Ayo, masuk! Sudah malam," lanjut Raka, kali ini nadanya lebih lembut. Tanpa menunggu respons Sarah, ia menarik tangannya dengan perlahan, memastikan sentuhannya tidak terasa memaksa.Sarah pun hanya bisa menghela napas. Ia tahu tak ada gunanya menentang, bukan hanya karena mereka sedang di luar rumah, tetapi karena sesuatu dalam cara Raka berbicara malam ini membuatnya tak ingin memulai perdebatan.Begitu mereka masuk ke dalam kontrakan, keheningan menyelimuti ruangan. Tempat itu tidak luas, hanya terdiri dari ruang tamu kecil yang langsung tersambung ke dapur, serta sebuah kamar tidur di bagian
Baca selengkapnya

33. APA KAMU BAHAGIA?

Pagi itu, setelah sarapan sederhana bersama, Sarah sedang bersiap untuk pergi menjalani terapi. Udara di kontrakan masih terasa dingin meskipun sinar matahari mulai mengintip dari balik tirai jendela. Raka, dengan wajah yang sudah segar setelah mandi, berdiri di depan pintu dengan jaketnya."Mas antar ya," ucap Raka dengan nada mantap.Sarah menoleh, menatapnya dengan alis yang sedikit terangkat. "Aku bisa sendiri. Lagian Mas harus ngantor ‘kan?""Enggak, Sarah. Aku ingin pastikan kamu aman. Aku akan ambil cuti. Sebentar ya aku hubungi ke kantor dulu," jawab Raka, matanya menatap lembut ke arah Sarah dengan nada bicara yang seolah tidak memberikan ruang untuk bantahan.Namun, sebelum Sarah sempat membalas, suara ketukan pintu membuat mereka berdua menoleh. Ketukan itu keras, seolah si tamu tidak sabar menunggu. Sarah buru-buru membuka pintu dan mendapati sosok Rafly berdiri di sana.Rafly terlihat berbeda pagi itu. Wajahnya tidak seceria biasa,
Baca selengkapnya

34. PERANG DINGIN

“Ganti semua, Om bilang?” Rafly menyeringai tipis. “Aku enggak pernah minta gantinya, kok. Lagipula, yang aku kasih itu bukan buat Om, tapi buat Sarah.” Nada suaranya penuh sindiran.Raka mengepalkan tangannya di sisi tubuh, menahan dorongan emosinya. “Aku enggak mau istri aku berutang apa pun sama orang lain. Terutama kamu!!”Rafly tertawa kecil, terdengar hambar di tengah rintik hujan yang mulai turun membasahi bumi. “Kalau gitu pastikan saja, Om. Jangan sampai Ara lebih butuh aku daripada suaminya sendiri.”Raka melangkah mendekat, hingga hanya berjarak beberapa langkah dari Rafly. “Kamu enggak punya hak bicara soal istri aku. Kalau kamu benar peduli sama Sarah, mundurlah. Jangan ganggu hidup kami lagi.”“Ganggu?” balas Rafly, suaranya lebih pelan tetapi penuh arti. “Aku ada di sini karena Ara butuh seseorang yang mengerti dia. Dan sepertinya, itu bukan dari suaminya yang &md
Baca selengkapnya

35. INSIDEN DI KANTOR

"Aku punya waktu tiga minggu. Tolong di masa ini jangan ganggu hubungan kami. Selebihnya, terserahmu," kata Raka dengan nada tegas, namun matanya menyiratkan harapan.Rafly menyandarkan tubuhnya ke kursi, memutar cangkir teh di tangannya. Ia menatap Raka dengan ekspresi datar, seolah sedang menilai seberapa serius ucapan pria itu. Setelah mengangkat cangkir teh tadi, ia meniupnya perlahan lalu berkata, “Tiga minggu? Om yakin  cukup buat memperbaiki semuanya?”“Cukup atau tidak, aku akan coba,” balas Raka tegas.Rafly tertawa kecil, lalu menyesap tehnya. “Baiklah, Om. Aku enggak akan ganggu. Tapi, kalau setelah tiga minggu Om masih gagal... jangan salahkan aku kalau aku yang akan maju.”Raka mengangguk kecil, meski keraguan masih memenuhi pikirannya. Dengan berat hati, ia meninggalkan ruangan tempat mereka bertemu, menuju klinik untuk menjemput Sarah dengan langkah cepat. Namun, perasaan cemas tetap menghantui. Apak
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status