Home / Horor / Sosok Perempuan yang Mengikutiku / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Sosok Perempuan yang Mengikutiku: Chapter 31 - Chapter 40

49 Chapters

BAB 31

Aku mencoba memejamkan mata, berusaha mengabaikan perasaan tak nyaman yang menyelimuti, namun pikiranku terus gelisah. Suara detik jam dinding di ruang tamu seakan berdentang lebih keras, seolah menegaskan betapa sunyinya malam ini. Aku menggeliat di tempat tidur, berharap bisa menemukan posisi yang lebih nyaman, tapi setiap kali aku mencoba membalikkan badan dan membelakangi pintu, rasa takut menyeruak.Aku tidak bisa membelakangi pintu kamar ini. Ada sesuatu yang membuatku tetap waspada, seakan tubuhku tahu bahwa membelakangi pintu berarti membuka celah bagi... entah apa yang mungkin masuk. Pikiranku mulai bermain-main dengan bayangan aneh, sosok-sosok yang mungkin saja muncul dari balik pintu, diam-diam masuk dan berdiri di belakangku tanpa suara.Dengan mata setengah terbuka, aku memandang lurus ke arah pintu. Bayangan di bawahnya seolah bergetar setiap kali angin malam berdesir dari jendela, membuat suasana semakin tidak menentu.'Apa mungki
last updateLast Updated : 2024-11-05
Read more

BAB 32

Keesokan paginya, Bogor masih diselimuti udara dingin sisa hujan semalam. Embun tipis menutupi dedaunan di halaman, dan kabut menggantung rendah, membuat suasana pagi terasa hening sekaligus kelam. Gerimis kecil masih turun, meninggalkan jejak rintik di jendela kamarku yang terbuka sedikit.Saat kutarik napas, aroma tanah basah bercampur segarnya udara dingin memenuhi paru-paruku, menyusupkan sensasi segar yang samar-samar mengingatkanku pada rumah masa kecil.Aku merapatkan cardigan untuk mengusir rasa dingin yang menggigit. Sepi sekali, hanya terdengar suara tetes air yang jatuh dari atap ke dedaunan dan besi pagar. Udara pagi ini membawa ketenangan, tapi sekaligus meninggalkan perasaan janggal, seolah ada sesuatu yang tak kasatmata mengawasi dari sudut-sudut gelap rumah ini.Suara panci dan sendok yang beradu dari dapur terdengar, mengisyaratkan Bu Dina sudah bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan. Itu sedikit memberiku kelegaan, meski bayang-bayang dari semalam masih membayang
last updateLast Updated : 2024-11-06
Read more

BAB 33

Aku mencoba mengalihkan pikiranku dengan kembali bekerja, merapikan ruangan dan memastikan semua beres untuk menyambut pagi. Suara langkah kaki mulai terdengar dari arah kamar masing-masing. Satu per satu, anggota keluarga Pak Frank mulai bangun dan menuju ruang makan.Suasana yang tadinya mencekam perlahan berubah menjadi lebih hangat, terdengar suara mereka bercakap-cakap, terdengar sapaan "Selamat pagi" yang akrab di antara mereka.Bu Dina menjadi orang pertama yang muncul di ruang makan. Dia tersenyum ramah, menanyakan apakah aku tidur nyenyak. Aku hanya mengangguk, menyembunyikan kegelisahan tadi di balik senyum. Tak lama, Pak Frank dan beberapa anggota keluarga lain pun ikut berkumpul. Obrolan ringan pun mulai mengalir, membicarakan acara yang akan mereka hadiri hari itu.Namun, di tengah riuh obrolan mereka, aku merasa sedikit terasing. Pikiran tentang suara panggilan tadi masih membayangi, seolah ada sesuatu yang ingin muncul ke permukaan. Aku beru
last updateLast Updated : 2024-11-06
Read more

BAB 34

Cahaya matahari yang lebih terang menyusup lewat sela-sela tirai jendela, menyadarkanku dari tidur yang tak begitu nyenyak. Aku mengusap wajah, mencoba mengusir rasa kantuk yang masih tersisa, lalu meraih ponsel di samping bantal. Ada pesan dari Bu Dina yang masuk."Nur, packing yah, nanti malam kita pulang," begitu pesannya.Aku menarik napas lega. Rasanya kelegaan menjalar dalam diriku, seolah-olah semua beban dan kecemasan di rumah ini akan segera berakhir. Tanpa membuang waktu, aku bangkit dan mulai merapikan barang-barangku. Setiap sudut kamar kubereskan, mencoba menyibukkan diri sambil mengalihkan pikiran dari hal-hal aneh yang kurasakan sejak kemarin.Saat sedang memasukkan pakaian ke dalam koper, aku menoleh ke arah jendela. Meskipun hari sudah cerah, ada sesuatu di luar sana yang membuatku tetap merasa gelisah. Setelah selesai packing, aku melirik jam dinding. Masih ada beberapa jam sebelum keberangkatan, tapi aku sudah tak sabar untuk s
last updateLast Updated : 2024-11-07
Read more

BAB 35

Setiba di Tangerang, aku merasa lega, seolah beban berat yang kupikul selama perjalanan itu terangkat. Aroma rumah Bu Dina yang familiar menyambut kami, membawa perasaan hangat yang langsung membuatku merindukan rutinitas biasa di sini. Meski rumah ini juga memiliki sisi misterinya sendiri, namun tidak pernah membuatku merasakan ketakutan mencekam seperti yang kurasakan di Bogor.Di sini, keheningan terasa nyaman, tidak ada bayangan-bayangan yang muncul di pojok mata atau ruangan-ruangan yang terkunci rapat tanpa penjelasan. Aku bisa mendengar suara-suara yang menenangkan: kendaraan lalu lalang di kejauhan, dan suara obrolan ringan tetangga. Rasanya seperti kembali ke realitas, menjauh dari bayangan aneh yang seakan membuntuti kami selama di sana.Aku menghela napas panjang, bersyukur bisa pulang. Bahkan saat mulai membongkar koper di kamarku, aku merasa lebih aman. Besok pagi, aku berniat merapikan barang-barang dan kembali ke rutinitas biasa tanpa gangguan-gangguan tak terduga yang
last updateLast Updated : 2024-11-08
Read more

BAB 36

Pagi itu terasa berbeda. Ketika aku terbangun dari tidurku, tubuhku masih terasa lelah, seolah otakku masih terperangkap dalam mimpi yang sulit kutinggalkan. Aku tak tahu lagi mana yang lebih nyata, kejadian-kejadian aneh yang aku alami, ataukah perasaan takut yang terus menghantui setiap sudut pikiranku.Namun, satu hal yang pasti: setelah perjalanan panjang ke Bogor, rasa gelisah itu tidak kunjung hilang.Aku berdiri di depan cermin, mencoba menenangkan diri. Namun, di balik refleksiku, aku melihat bayangan samar yang bergerak di belakangku. Kaget, aku berbalik, tapi hanya ada dinding kosong. Punggungku terasa dingin, seolah ada yang mengawasi.Aku mengusap wajahku, mencoba menepis perasaan itu, namun rasa aneh itu tetap membekas, semakin dalam. Ada sesuatu yang belum terselesaikan, dan itu terkait dengan sosok yang aku temui di rumah Bu Dina. Sosok yang baru saja aku kenal, namun entah kenapa, dia sudah hadir dalam setiap langkahku.Namun, aku
last updateLast Updated : 2024-11-08
Read more

BAB 37

"Nur, badanmu itu wangi, makannya sosok-sosok itu suka sama kamu," kata ayah tiba-tiba, saat kami sedang berbicara di telepon.Kata-kata ayah itu membuatku terdiam sejenak. Aku tak tahu bagaimana merespon, karena pernyataan itu sangat mengejutkan. Tidak hanya aneh, tapi juga membuatku merasa cemas. Aku belum pernah membahas tentang kejadian-kejadian aneh yang aku alami dengan ayah sebelumnya. Meskipun aku tahu bahwa ayah dan ibu punya pengetahuan tentang hal-hal gaib, aku tidak pernah menduga dia akan mengatakan hal seperti itu."Ma... maksud Ayah?" aku akhirnya bertanya dengan suara pelan, mencoba memikirkan penjelasan yang masuk akal.Di ujung telepon, terdengar ayahmenghela napas panjang sebelum menjawab, "Kamu nggak sadar, Nur. Banyak orang, atau lebih tepatnya, makhluk halus yang suka dengan aura orang yang 'berbeda'. Kamu itu punya wangi yang menarik mereka. Biasanya, mereka datang karena tertarik dengan energi yang kamu miliki. Makanya, nggak heran
last updateLast Updated : 2024-11-09
Read more

BAB 38

Sore itu, langit mulai merona jingga, pertanda magrib hampir tiba. Aku sedang sibuk membereskan meja makan ketika Bu Dina memanggil dari ruang tamu."Nur, tolong bawain paket ini ke ekspedisi, ya. Harus dikirim hari ini juga," katanya sambil menyerahkan sebuah kotak kecil berbungkus rapi.Aku mengangguk, meskipun di dalam hati ada rasa enggan yang aneh. Aku melirik jam dinding di dapur, jarum pendek sudah hampir menyentuh angka enam. Rasanya waktu magrib sudah dekat. Namun, karena merasa masih ada cukup waktu sebelum adzan, aku memutuskan untuk segera berangkat.Kakiku terasa berat saat keluar dari rumah. Angin sore yang dingin seolah membawa firasat tak nyaman. Aku sempat berdiri di depan pintu, mempertimbangkan apakah sebaiknya menunggu adzan magrib terlebih dahulu.Tapi bayangan antrian panjang dan larut malam membuatku tetap melangkah. Aku meyakinkan diri, tidak apa-apa, aku pasti sudah kembali sebelum magrib.Jalanan menuju ekspedisi terasa lebih lengang dari biasanya, hanya ada
last updateLast Updated : 2024-11-18
Read more

BAB 39

"Nur, jangan lupa mandi," suara Bu Dina terdengar pelan, seperti sebuah bisikan yang datang dari arah dapur. Aku spontan menoleh ke sana, namun yang kutemui hanyalah kekosongan. Tidak ada siapa-siapa. Dapur tampak gelap, hanya diterangi lampu kecil di sudut ruangan. Pintu ke halaman belakang yang biasanya tertutup pun tetap terkunci rapat. Aku berdiri terpaku di lorong itu, bulu kudukku perlahan berdiri. "Bu Dina?" panggilku ragu. Tidak ada jawaban. Kakiku mundur selangkah, tetapi rasa penasaran yang bercampur dengan kecemasan mendorongku untuk mendekat. "Bu Dina, apa Ibu di dapur?" tanyaku lagi, kali ini dengan suara lebih keras. Namun, yang kudengar hanyalah suara detik jam dinding di ruang tengah, ritmenya kembali teratur, tetapi entah kenapa terdengar seperti gema yang menekan dadaku. Aku memutuskan untuk mendekati dapur, meski langkahku terasa berat. Saat tiba di ambang pintu dapur, pandanganku menyapu ruangan. Masih kosong. Hanya ada panci dan wajan yang tergantung di d
last updateLast Updated : 2024-11-19
Read more

BAB 40

Setelah hampir tiga tahun bekerja di rumah Bu Dina, aku akhirnya merasakan sedikit kebahagiaan yang sempat hilang dari hidupku. Kehidupan di rumah ini memang penuh tantangan, terutama dengan semua kejadian yang tidak bisa dijelaskan, tapi aku mencoba bertahan.Pria itu bernama Aji. Aku mengenalnya lewat media sosial, awalnya hanya percakapan ringan yang lambat laun menjadi lebih intens. Dia bukan tipe pria yang sering pamer atau berbicara besar. Kesederhanaannya membuatku nyaman, dan perlahan-lahan aku merasa ada harapan untuk memulai hidup baru dengannya.Setiap malam, kami berbincang lewat telepon. Suaranya yang tenang selalu membuatku merasa aman. Dia tahu tentang masa laluku, tentang pernikahanku yang gagal dan rasa trauma yang masih menghantuiku. Tapi Aji tidak pernah menghakimi, sebaliknya dia selalu memberikan dukungan dan kata-kata yang menenangkan.“Aku cuma mau kamu bahagia, Nur,” katanya suatu malam. Kata-kata itu terus terngiang di pikiranku, m
last updateLast Updated : 2024-11-25
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status