Home / Horor / Sosok Perempuan yang Mengikutiku / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Sosok Perempuan yang Mengikutiku: Chapter 11 - Chapter 20

49 Chapters

BAB 11

Selain keluargaku yang mengalami sakit-sakitan, hal itu juga terjadi pada keluarga Naufal. Kedua adiknya mendadak mengalami demam tanpa sebab yang jelas, dan kondisi kami semua menurun secara bersamaan. Keadaan semakin parah ketika ayah Naufal, yang tampaknya cukup paham dengan hal-hal spiritual, mulai mencurigai bahwa ada kekuatan gaib yang mempengaruhi kami. Dia memandang serius gejala-gejala yang terjadi, bukan hanya sekadar sakit biasa. Wajahnya semakin serius saat berbicara dengan ayahku suatu malam."Ada sesuatu di sini yang nggak bisa kita lihat," ucapnya lirih, menatap ayahku dengan mata penuh keyakinan. "Kita harus mencari cara untuk menetralisirnya."Ayahku, yang pada awalnya skeptis, mulai mengangguk pelan. Kesehatan keluarganya yang terus menurun membuatnya mempertimbangkan segala kemungkinan."Apa yang bisa kita lakukan?" tanya ayahku, wajahnya terlihat khawatir namun masih tenang.Ayah Naufal menunduk sebentar, berpikir dalam diam, sebelum akhirnya
last updateLast Updated : 2024-10-22
Read more

BAB 12

Ayah mertuaku masuk ke dalam rumah, napasnya terdengar sedikit tersengal, seolah baru saja menyelesaikan sesuatu yang melelahkan. Wajahnya serius, tetapi ia berusaha menyembunyikan kegelisahannya.Dia menatapku dengan mata penuh keyakinan, lalu berkata pelan, "Tidurlah, semuanya akan baik-baik saja. Jangan khawatir."Aku hanya bisa mengangguk meskipun di dalam hatiku masih terasa cemas. Perlahan aku berbaring kembali di kasur, meskipun pikiranku terus terjaga. Suara-suara di atap sudah mereda, dan keheningan yang melingkupi rumah itu terasa aneh, seperti ketenangan yang datang setelah badai. Aku mencoba memejamkan mata, berharap rasa kantuk datang.Esok paginya, ketika matahari mulai menyinari rumah kami, aku terbangun dengan perasaan yang berbeda. Tubuhku yang semalam lemas dan dingin, kini terasa jauh lebih segar. Aku duduk, mengamati sekeliling. Naufal yang semalam demam tinggi, kini tampak tertidur dengan tenang, wajahnya lebih rileks, dan ketika aku m
last updateLast Updated : 2024-10-22
Read more

BAB 13

Beberapa bulan setelah kejadian itu, perlahan aku mulai merasakan ketenangan. Keanehan-keanehan di rumah sudah tidak lagi terasa, dan kami sekeluarga kembali menjalani hari-hari seperti biasa. Namun, di saat ketenangan itu muncul, ada hal lain yang mulai mengganggu pikiranku. Hubungan antara aku dan Naufal.Entah sejak kapan, aku mulai merasa hubungan kami menjadi semakin tegang. Kami sering bertengkar, bahkan untuk hal-hal sepele. Perbedaan pendapat yang dulu bisa kami bicarakan dengan tenang, kini selalu berakhir dengan adu argumen.Kadang aku merasa cemburu tanpa alasan yang jelas, terutama ketika Naufal pulang telat atau ada urusan yang tak sempat ia ceritakan padaku sebelumnya. Perasaan itu sering kali meluap menjadi kemarahan, padahal aku tahu, mungkin saja tak ada hal yang perlu dicurigai.Yang lebih menggangguku adalah perasaan yang muncul di dalam diriku, seolah aku, yang dulu terpaksa menikah dengan Naufal, kini menjadi terobsesi untuk selalu ada di sisinya. Ak
last updateLast Updated : 2024-10-23
Read more

BAB 14

Kedua orang tuaku tak bisa lagi menyembunyikan kemarahan mereka. Ayah, yang biasanya tenang, kali ini terlihat sangat murka. Di ruang tamu yang sunyi, suaranya menggelegar, memecah kesunyian.“Apa-apaan si Naufal ini?! Tidak pulang, tidak memberi kabar, apalagi nafkah!” Ayah berbicara dengan nada tinggi, menghentakkan tangan ke meja. “Sudah kita ajak bicara baik-baik, malah tetap menolak untuk kembali ke rumah.”Ibu, yang duduk di sebelahku, menggelengkan kepalanya sambil menarik napas panjang. "Nur, kamu gak bisa terus seperti ini. Kamu istri dia, seharusnya dia bertanggung jawab."Aku menunduk, menggigit bibirku, mencoba menahan air mata yang hampir jatuh. “Aku sudah coba bicara, Bu. Tapi Naufal… dia selalu bilang akan kembali, tapi gak pernah muncul. Setiap kali aku tanya kenapa dia gak mau pulang, dia cuma bilang ‘lagi banyak pikiran’.”Ibu menggeleng pelan, jelas sekali kekecewaannya. "Banyak pikiran? Kamu yang banyak pikiran, Nur. Kamu di si
last updateLast Updated : 2024-10-23
Read more

BAB 15

Ibu menatapku dengan cemas, sementara aku duduk diam di ruang tamu, memandangi lantai. Sudah berkali-kali ibu meminta agar aku mempertimbangkan untuk berpisah dengan Naufal, tapi entah mengapa hatiku masih berat. Ada sesuatu yang menahanku, seakan-akan aku tak mampu melepaskannya."Nur," suara Ibu terdengar lembut namun penuh keprihatinan, "kamu harus pikirkan baik-baik. Naufal nggak pernah pulang, nggak kasih nafkah, dan dia terus-terusan menghindar. Ini sudah nggak benar. Kamu harus siap buat berpisah."Aku menggeleng pelan, air mata mulai menggenang di pelupuk mataku. "Tapi, Bu... aku masih sayang sama dia. Aku nggak bisa begitu saja melepas Naufal. Aku ingin mempertahankan pernikahan ini. Aku nggak mau menyerah."Ibu terdiam, tampak bingung harus berkata apa. Aku tahu dia ingin aku berhenti terluka, tapi aku masih tak sanggup melepas ikatan yang ada. Di saat hening itu, Ayah yang sedari tadi diam, tiba-tiba membuka suara dengan nada tegas dan serius.
last updateLast Updated : 2024-10-23
Read more

BAB 16

"Kamu suka sholat?" tanya Pak Kyai dengan nada lembut tapi penuh arti.Pertanyaan itu menghantamku seperti petir di siang bolong. Aku terdiam sejenak, kata-katanya menggema di kepalaku. Dulu, sebelum menikah dengan Naufal, aku adalah seorang yang rajin beribadah. Setiap sholat lima waktu tak pernah aku tinggalkan, dan hijabku selalu menjadi bagian dari diriku.Tapi sejak menikah, semuanya perlahan berubah. Aku mulai lalai, dan entah sejak kapan sholat menjadi hal yang jarang aku lakukan. Naufal, yang dulu tampak begitu saleh di mataku, juga tak lagi peduli dengan ibadah.Awalnya, kami sering sholat bersama, tapi lambat laun dia juga meninggalkan kebiasaannya itu. Dan saat aku mulai melepas jilbabku, dia tak mengomentarinya. Dia tak peduli.Aku menunduk, merasa malu. “Tidak, Kyai... Saya sudah lama tak sholat.”Pak Kyai terdiam sejenak, lalu berbicara dengan penuh kelembutan. “Ibadah itu fondasi kita, Nur. Kadang, kita bisa tersesat jauh dari jalan yang benar tanp
last updateLast Updated : 2024-10-24
Read more

BAB 17

Selama satu bulan penuh, aku menjalankan semua amalan yang diminta Pak Kyai. Setiap selesai salat, aku berdzikir dengan sungguh-sungguh, membaca Allahu Akbar sebanyak seribu kali, seperti yang diajarkan.Malam harinya, aku minum air doa yang telah diberikan Pak Kyai sebelum tidur. Meskipun aku berharap ada perubahan, usaha untuk membujuk Naufal pulang selalu berakhir dengan kekecewaan.Setiap kali aku meneleponnya, Naufal hanya menjawab singkat, seolah tak ada niat untuk kembali. "Aku harus di sini, Nur. Banyak pekerjaan di ladang ayah," jawabnya datar setiap kali kutanyakan kapan dia akan pulang."Apa pekerjaan di sana lebih penting dari keluargamu sendiri, Naufal?" tanyaku dengan perasaan sedih yang tak bisa kutahan."Aku nggak bisa ninggalin ayah," dia selalu punya alasan yang sama. Dan setiap kali aku mencoba merayunya untuk kembali, dia lebih memilih ayahnya.Waktu terus berjalan, dan hubungan kami semakin jauh. Aku mulai merasakan, sekeras apa pun aku berju
last updateLast Updated : 2024-10-24
Read more

BAB 18

"Nak, coba bicara lagi sama Pak Kyai. Mungkin beliau bisa kasih pencerahan lebih soal ini," kata ayah lembut, sambil memegang pundakku.Aku mengangguk pelan. Meskipun hati ini masih kacau, aku tahu Pak Kyai bisa memberiku arahan yang lebih baik. Kami pun pergi menemui beliau.Saat aku duduk di depannya, Pak Kyai tampak tenang seperti biasa. Setelah sejenak hening, beliau menatapku dalam-dalam sebelum bertanya, "Nur, apa kamu benar-benar siap untuk mengetahui semuanya?"Pertanyaan itu menghentakku. Aku terdiam, mempertimbangkan apa yang sebenarnya ingin beliau katakan. Bagian dalam diriku merasakan ketakutan akan kebenaran yang mungkin terlalu berat untuk diterima. Namun, aku juga tahu, aku sudah terlalu jauh untuk mundur sekarang.Dengan suara gemetar, aku menjawab, "Ya, saya siap, Pak Kyai."Beliau menarik napas panjang sebelum melanjutkan, "Kamu harus tahu, terkadang kebenaran itu menyakitkan, tapi hanya dengan mengetahuinya, kamu bisa lepas dari belenggu yang
last updateLast Updated : 2024-10-24
Read more

BAB 19

Suara keras dari arah dapur membuat seluruh tubuhku bergetar. Aku memaksakan diri untuk bergerak, meskipun kaki terasa lemas. Perlahan, aku mendekati sumber suara, berharap itu hanya benda jatuh, bukan sesuatu yang lebih mengerikan. Setiap langkah yang kuambil terasa seperti perjalanan panjang yang tak kunjung selesai.Begitu sampai di dapur, aku melihat panci yang tadinya tergantung di dinding kini tergeletak di lantai. Aku menarik napas panjang, sedikit lega bahwa itu hanya panci. Tapi rasa lega itu segera tergantikan oleh kecemasan lain. Bau wangi menyengat itu kini semakin kuat, seolah mengitari seluruh ruangan, memenuhiku dengan rasa tak nyaman."Ada siapa di sini?" aku memberanikan diri bertanya, suaraku nyaris berbisik.Keheningan menjawab pertanyaanku. Aku meraih senter kecil yang tergeletak di atas meja, mencoba menyalakannya. Cahaya tipis memancar dari senter itu, cukup untuk menerangi sebagian dapur. Namun, tak ada yang aneh di sana, hanya dapur biasa yang gel
last updateLast Updated : 2024-10-25
Read more

BAB 20

Aku terdiam di kamar, mendengarkan percakapan ayah, ibu, dan tetangga dari teras. Suara ayah terdengar pelan namun jelas."Nur ini, sepertinya sensitif. Dia bisa merasakan kehadiran mereka," kata ayah dengan nada serius.Tetangga kami, Bu Rina, menimpali, "Memang begitu, Pak. Ada beberapa orang yang memang lebih peka. Mungkin Nur memang salah satunya."Ibu terdengar menarik napas panjang sebelum berkata, "Kasihan anakku. Sejak pisah dengan Naufal, dia makin sering merasa ada sesuatu yang nggak beres di sekitarnya."Aku menggenggam selimut erat-erat, mencoba menenangkan perasaanku. Apa benar aku terlalu sensitif? Ataukah semua ini hanya kebetulan? "Ini pasti turunan," kata ayah lagi, suaranya terdengar lebih tegas sekarang. "Dari kakeknya, kamu juga dulu pernah begitu waktu muda."Ibu terdiam, lalu akhirnya menjawab pelan, "Iya, mungkin benar. Waktu kecil, aku juga sering merasa diganggu... tapi tidak separah Nur."Bu Rina mengangguk pelan, "Bisa jadi mem
last updateLast Updated : 2024-10-25
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status