Semua Bab Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan: Bab 31 - Bab 40

99 Bab

Sikap Santai Livia

Livia melangkah ke bagian tengah mobil karena biasanya disitulah ia duduk, tapi Rajendra menuntunnya ke arah depan. Lelaki itu membukakan pintu depan bagian kiri yang membuat Livia terheran-heran.Apa yang terjadi dengan Rajendra? Dia salah makan apa?Setelah membukakan dan menutupkan pintu untuk Livia, Rajendra melangkah cepat memutari mobil. Ia masuk ke bangku pengemudi.Baru saja roda mobil berputar Rajendra langsung memberi peringatan pada Livia."Jangan senang dulu atas apa yang kuucapkan tadi."Livia terdiam sebentar mencoba mencerna perkataan Rajendra. Sampai ia sadar bahwa segalanya hanya sandiwara."Ya, saya tahu kamu hanya berpura-pura. Tapi lain kali nggak usah repot-repot berbuat baik di depan orang lain. Nggak ada gunanya," jawab Livia ringan sambil tersenyum santai. Livia sudah lelah menghadapi Rajendra dengan kesedihan dan air mata. Jadi yang dilakukannya sekarang adalah menanggapi semuanya dengan santai, ringan dan tanpa beban.Rajendra mendengkus. Ia tidak suka mende
Baca selengkapnya

Es Krim Bengkoang

Geraham Rajendra gemeretuk menahan kesal. Livia benar-benar berubah. Wanita itu sudah berani padanya sekarang.Di mana Livia yang takut padanya?Di mana Livia yang mengikuti segala perintahnya?Di mana Livia yang patuh? Livia yang di sebelahnya ini bukanlah Livia yang dikenalnya. Livia istrinya tidak pelawan. Malah Livia yang sekarang berani mengoloknya."Dijawab aja, nggak usah takut, saya nggak bakal nguping," ujar Livia ketika ponsel Rajendra berdering sekali lagi.Rajendra menatap layar, menemukan nama Utary sebagai caller ID. Rajendra menggeser tanda terima dan sengaja menyalakan loud speaker agar Livia bisa mendengar percakapannya dengan sang kekasih dengan maksud membuatnya cemburu."Iya, Sayang?"Mendadak Livia ingin muntah mendengar kata itu diucapkan, terlebih dengan nada yang begitu lembut. Suara Rajendra berubah 180 derajat dibandingkan saat berbicara dengan Livia tadi. Hanya ada dua intonasi yang digunakan pria itu saat berbicara dengan Livia. Kalau bukan dengan nada di
Baca selengkapnya

Telepon Penting

Setelah berkeliling sampai larut malam mencari makanan yang diidamkan kekasihnya, Rajendra menyerah. Ia mengajak Livia pulang."Apa saya bilang, mau dicari sampai ujung dunia juga nggak bakalan ada." Livia menggumam kesal lantaran Rajendra sudah banyak menghabiskan waktunya.Mendengar perkataan Livia, Rajendra sontak mengirim tatapan tajam padanya."Kenapa?" balas Livia. "Mau marah sama saya?" tantangnya.Rajendra tidak menjawab. Tapi pijakan kakinya di pedal gas bertambah kuat. Begitu caranya membalas kejengkelan pada sang istri."Lagian heran. Di antara segitu banyak makanan kenapa harus makanan yang nggak ada eksistensinya." Livia menggumam lagi yang sebenarnya ia tujukan untuk dirinya sendiri namun cukup terdengar oleh Rajendra."Kamu nggak akan ngerti karena kamu nggak bisa hamil."Sederet kalimat yang diucapkan Rajendra mengunci mulut Livia hingga ia tidak mampu berkata apa pun lagi. Ingin menyangkal tapi faktanya memang begitu. Dua tahun berumah tangga dengan Rajendra ia tidak
Baca selengkapnya

Permintaan Tes DNA

"Mama kena gagal ginjal dan dokter bilang Mama harus cuci darah dua sampai tiga kali seminggu." Yasmin langsung melaporkan pada Livia begitu perempuan itu tiba di rumah sakit.Livia menghela napasnya kemudian memandang Jihan yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Jihan ibu tirinya yang sudah mengusir Livia pergi dari rumah. Perempuan itu juga yang memaksa Rajendra bertanggung jawab menikahi Livia hingga hidupnya jadi seperti sekarang."Jangan diam aja dong, Liv!" tegur Yasmin lantaran Livia tidak meresponnya. Livia bukannya tidak melakukan sesuatu. Ia hanya sedang berpikir mengenai sesuatu hal."Kalau dokter bilang begitu kita bisa apa?" jawab Livia pasrah."Tapi uangnya dari mana? Kamu pikir cuci darah itu gratis?"Livia memijit pelipisnya. Ia tidak punya uang yang cukup untuk membiayainya. Uang hasil mengajar les tidak seberapa. Sedangkan ia juga belum menerima gaji karena masih baru bekerja di kantor Langit."Jawab dong, Liv! Itu Mama lagi sakit. Kamu nggak usah pura-pura lu
Baca selengkapnya

Bimbang

Ketegangan di antara mereka semakin terasa. Rajendra memandangi Langit, menimbang perkataan sepupunya itu. Meski terdengar tak masuk akal, ucapan Langit menanamkan benih keraguan di hatinya. Mengapa Langit bisa berpikir begitu? Bukankah ia dan Utary sudah bersama sejak lama?"Tes DNA?" Rajendra mengulang dengan nada bingung, seolah mencoba menolak kenyataan yang baru saja disarankan oleh sahabatnya."Iya, Ndra. Gue cuma nggak mau lo kecewa nantinya. Cinta itu nggak selalu buta, tapi kadang kita yang memilih untuk nggak ngeliat," jawab Langit dengan nada tegas, namun penuh simpati.Pikiran Rajendra semakin kacau. Di satu sisi, ia tak ingin meragukan Utary. Namun di sisi lain, benih keraguan yang ditanamkan Langit perlahan tumbuh."Ya udah, gue pergi dulu ya, Ndra. Coba pertimbangkan lagi saran gue," ucap Langit sebelum meninggalkan Rajendra. Langit menepuk bahu Rajendra pelan sebelum melangkah pergi, meninggalkan sepupunya yang masih tenggelam dalam pikirannya sendiri. Rajendra hanya
Baca selengkapnya

Meminta Bantuan

"Mama kena gagal ginjal dan dokter bilang Mama harus cuci darah dua sampai tiga kali seminggu."Perbincangan dengan Yasmin tadi terus terngiang-ngiang di telinga Livia dalam perjalanannya di dalam taksi menuju kantor. Juga ucapan Yasmin yang menyuruh Livia meminta uang pada Rajendra. Livia tahu ia tidak mungkin melakukan hal tersebut karena Rajendra akan semakin menginjak-injak harga dirinya.Livia memandang keluar jendela taksi, menyaksikan lalu lintas yang padat namun terasa jauh dari pikirannya. Kata-kata Yasmin terus berputar di benaknya. Ibu mereka yang membutuhkan biaya besar untuk cuci darah, dan saran Yasmin untuk meminta bantuan keuangan pada Rajendra.Rajendra. Nama itu langsung menimbulkan rasa sesak di dada Livia. Ia tahu bagi Rajendra uang bukanlah masalah yang besar. Akan tetapi, meminta bantuan dari pria itu berarti membuka peluang baginya untuk kembali mempermalukan Livia. Selama ini, harga dirinya sudah cukup hancur oleh sikap dingin dan merendahkan Rajendra. Ia tida
Baca selengkapnya

Undangan Makan Malam

Selepas dari kantor Rajendra, Livia naik ke lantai 17. Namun sebelumnya ia menelepon Yasmin memberi kabar bahwa uang untuk pengobatan ibu mereka akan dikirim oleh Rajendra.Yasmin terdengar girang melalui suaranya. Begitu kontras dengan Livia yang murung. Ekspresi wajahnya terus terbawa sampai ke kantor."Duh, enak bener ya baru datang jam segini," sindir Linda, rekan sekerjanya begitu melihat Livia muncul. Rekan-rekannya yang lain ikut julid.Livia yang tahu dirinya disindir tidak menanggapi sindiran Linda. Ia bahkan baru ingat belum meminta izin pada Langit sebelumnya.Livia menghela napas dan mencoba fokus pada pekerjaan yang menumpuk di mejanya. Namun tidak bisa. Ia kemudian keluar dari ruangannya menuju ruangan Langit.Setelah beberapa langkah, Livia berhenti sejenak di depan pintu ruangan Langit. Ia merasakan detak jantungnya berdebar kencang, antara rasa cemas dan ragu. Meskipun Langit adalah atasan yang baik, Livia tidak ingin mengecewakannya dengan keterlambatannya.Setelah b
Baca selengkapnya

Ingin Menjadi Yang Nomor Satu

Setelah ajakan papinya Rajendra masih mengalami kebimbangan. Ia ingin mengajak Livia, istrinya yang cacat, ke acara makan malam keluarga besar, tapi di sisi lain ia merasa tidak sampai hati meninggalkan Utary, kekasihnya yang sedang hamil."Nanti malam luangkan waktumu, Papi mengajakku ke acara makan malam," ujar Rajendra pagi itu pada Livia."Hubungannya dengan saya?" sahut Livia sambil tetap mengoles pemulas di bibirnya. Mendengar jawaban acuh tak acuh Livia membuat Rajendra sukses terpancing emosi. Ditatapnya perempuan itu dengan tajam. Kata-kata Livia selalu berhasil menyulut emosinya, tetapi ia tahu pertengkaran tidak akan menyelesaikan masalah. "Hubungannya?" Rajendra mengulang pertanyaan itu dengan nada yang dingin. "Kamu ini istriku, Liv. Tentu saja ada hubungannya. Papi ingin kita datang bersama. Apa itu terlalu sulit untuk dimengerti?"Livia menghentikan tangannya yang tengah mengoleskan pemulas di bibir, lalu menatap Rajendra sekilas di cermin. Tatapannya datar, nyaris ta
Baca selengkapnya

Sarkas

Rajendra terpaksa membawa istri yang dibencinya pergi memenuhi undangan makan malam dari papinya. Rajendra juga terpaksa meninggalkan kekasihnya di rumah karena tidak ingin papinya tahu. Ia hanya ingin orang-orang tahu bahwa hubungannya dengan Livia baik-baik saja dan mereka adalah suami istri yang bahagia.Di dalam mobil yang membelah jalan raya menuju rumah Erwin, suasana di antara Rajendra dan Livia dilingkupi oleh keheningan yang dalam. Rajendra menatap lurus ke depan, tangannya menggenggam kemudi dengan erat, sementara Livia duduk diam di sampingnya. Sesekali wanita itu melirik ke luar jendela dengan tatapan kosong. Tidak ada kata-kata yang terucap, hanya deru mesin yang terdengar samar-samar di antara mereka. Setiap kali Livia hendak membuka mulut untuk berbicara, ia ragu, takut kata-katanya hanya akan membuat suasana semakin tegang.Di sisi lain, Rajendra merasa tidak ada alasan untuk memulai percakapan. Baginya, kebersamaan mereka hanyalah sebuah kewajiban, bukan pilihan yang
Baca selengkapnya

Tanya Ke Yang Di Atas

Saat mobil mereka berhenti di halaman rumah Erwin, pandangan Rajendra menyapu deretan mobil yang terparkir rapi. Tanda bahwa saudara-saudaranya sudah tiba, membuatnya merasa semakin tertekan, karena harus mempertahankan citra pernikahan bahagia yang akan ia bangun di hadapan keluarga ayahnya.Rajendra melirik Livia dengan tatapan singkat yang penuh dengan rasa muak dan frustrasi yang dipendamnya. Di dalam hati ia bergumam penuh amarah, 'Bagaimana bisa hidupku berakhir dengan wanita cacat ini?'Bagi Rajendra, berada bersama Livia adalah beban yang harus ia tanggung, bukan pilihan yang ia inginkan.Rajendra menghela napas berat sebelum keluar dari mobil, mengumpulkan segenap ketenangan yang ia butuhkan untuk berpura-pura. Ia berjalan ke sisi mobil lalu membukakan pintu untuk Livia. Pria itu mengulurkan tangan, bukan karena peduli, tetapi semata-mata untuk menjaga image.Livia menerima uluran tangan Rajendra dengan senyum kecil yang dipaksakan, sadar bahwa bantuan itu tidak berasal dari
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status