Home / Romansa / ISTRI SIRI TENTARA ALIM / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of ISTRI SIRI TENTARA ALIM: Chapter 81 - Chapter 90

173 Chapters

Bab 81. Apakah itu membuat aku menjadi simpananmu?

Thoriq dan Salma mengikuti langkah Arhand yang tergesa keluar ruangan, menyelinap di antara sisa tamu yang masih berdiri dengan berbagai ekspresi. Tatapan penuh tanya Salma mengarah pada punggung lelaki itu."Arhand, tunggu!" panggil Salma, setengah berlari untuk mengejarnya."Biarkan aku, Tante. Aku sudah cukup melihat permainan ini," jawab Arhand tanpa menoleh."Tidak bisa begini. Kamu tidak bisa pergi dengan membawa dendam. Ini keluarga kita juga yang sedang kacau. Setidaknya bicarakan ini dengan tenang," ujar Thoriq yang akhirnya berhasil menyamainya.Arhand berhenti mendadak. Tubuhnya kaku, namun kepalan tangannya terlihat bergetar. "Keluarga? Apakah keluarga membiarkan kebohongan dan pengkhianatan seperti ini terjadi?" Suaranya rendah, namun penuh tekanan.Salma melangkah maju, mencoba menyentuh lengan Arhand, tetapi dia menghindar. "Arhand, apa pun masalahnya, tidak ada gunanya kamu bertindak begini. Lagipula, kamu tahu sendiri-""Jangan harap aku, Mama, Papa, bahkan Oma Evran
last updateLast Updated : 2024-11-23
Read more

Bab 82. Sebelum pernikahan.

"Omah sudah dipastikan tidak akan datang, Alzam," ucap Salma dengan nada pasrah. Beberapa hari yang lalu, Thoriq dan dia ke Makasar, meminta maaf dan memberitahu kalau resepsi Alzam dilaksanakan Minggu besuk. Bukan kegembiraan karena jarang bertemu yang mereka dapat, justru pertengkaran hebat yang terjadi."Azlam sendiri yang minta tolong Arhand untuk mendekati Agna. Setelah mereka dekat, dia malah mengingkari janjinya," cetus Armand dengan geramnya. "dengan seenaknya dia mengajak Agna menikah.""Lani gadis yang baik, bisa-bisanya dia harus mengalami ini," tambah Oma Evran. "Aku tidak akan menganggap Alzam cucu sampai dia bisa adil dengan apa yang dialami Lani.""Pernikahan ini memang bukan seperti rencana kita, Mi, biar saja jika Oma tak datang, toh pernikahan ini tak pernting bagi Alzam." Ucapan Alzam membuayarkan lamunan Salma."Walau bukan begitu intinya, Zam. Intinya justru perniakahanmu ini telah menghancurkan keluarga kita.""Saya memang salah, Bi, mengajak Agna menikah. Se
last updateLast Updated : 2024-11-24
Read more

Bab 83. Pulanglah bersamaku.

"Apa? Sejak kapan, Mbok? Sejak kapan Lani pergi?" tanyanya, dengan nada bergetar. "Sejak kemarin, Mas. Dia pamit, katanya mau tinggal di mess. Katanya, dia ngak mungkin tinggal di sin, sementara besuk Agna sudah di sini." Lani memang tidak pernah mendengar syarat Agna. "Mess? Kenapa Mbok nggak bilang dari tadi?"Mbok Sarem memandang Alzam penuh keraguan. "Saya pikir, Mas Alzam sudah tahu... Lani juga pesan supaya jangan bilang apa-apa ke Mas." "Dia telah mewujudkan kata-katanya dengan tinggal di sana, tidakkah dia tau aku telah menyiapkan rumah untuknya? Rumah itu memang baru selesai kemarin , Bi, jadi, aku pikir hari ini aku baru membawanya ke sana."Mbok Sarem tak menjawab. Alzam mengusap wajahnya dengan kasar, mencoba menahan amarah yang terus membakar dadanya. Dia segera berbalik, hendak menuju pintu."Mas Alzam," panggil Mbok Sarem. "Tolong... jangan gegabah. Kalau Mas buru-buru mendatanginya, apa kata-kata orang nanti yang belum tau hubungan Mas dengan Lani? Masalahnya bisa
last updateLast Updated : 2024-11-24
Read more

Bab 84. Tamu spesial di pernikahan Alzam.

Pagi itu, mentari bersinar cerah, mengiringi prosesi sakral pernikahan Kapten Alzam Arrazi dengan Agna Pramundita. Deretan prajurit angkatan darat berseragam lengkap berbaris membentuk koridor kehormatan, masing-masing memegang pedang yang terangkat tinggi. Di ujung koridor, Alzam berdiri tegap dalam seragam dinas hijau tua, khas Angkatan Darat. Di sampingnya, Agna, bergaun dengan warna senada mewah dengan veil panjang, menggenggam buket bunga mawar putih. Alzam tersenyum, meski tatapannya seolah kosong, seperti mencari-cari sesuatu di kerumunan.Saat mereka melangkah bersama melewati barisan pedangpora, langkah Alzam terasa berat. Denting sepatu militernya menyatu dengan irama musik militer yang menggema di aula besar itu. Di balik senyuman formalnya, pikirannya kembali pada malam sebelumnya—tatapan Lani yang penuh luka, air mata yang tak berhenti mengalir di pipinya."Aku tak sanggup melihat air matamu, Lani," ucap Alzam waktu itu, memeluk tubuh Lani yang gemetar di dalam kamar saat
last updateLast Updated : 2024-11-25
Read more

Bab 85. Kehamilan Lani.

Alzam duduk di pelaminan, matanya menerawang ke arah keramaian tamu yang mulai meninggalkan aula resepsi. Senyuman yang dipaksakan menghiasi wajahnya, sementara Agna, dengan raut yang sedikit kesal, menggandeng lengannya erat."Mas, ayo berdiri. Sekarang tinggal sesi foto kita. Harus terlihat sempurna."Fotografer pun menata mereka. "Senyum ya, Mas. Aku lihat dari tadi anda terlihat tidak rileks."Alzam mendongak, pandangannya kembali fokus. "Maaf," tolak Alzam saat fotografer itu menata mereka."Mas,..""Aku sudah lelah, Agna," jawabnya singkat, melepaskan tangan Agna yang masih menggenggam lengannya.Agna menghela napas panjang, menundukkan kepala sejenak agar tidak menarik perhatian tamu yang masih berada di sekitar mereka. "Kamu kenapa, sih? Jangan buat aku malu di depan semua orang, Mas," bisiknya tajam.Namun, Alzam hanya diam, pikirannya masih melayang pada Lani yang tadi pingsan. Salma dan Thoriq yang membopongnya keluar aula sudah pergi membawa Lani. Tapi bayangan Lani yang p
last updateLast Updated : 2024-11-26
Read more

Bab 86. Menunggu malam pertama.

Alzam tak bisa menahan diri. Begitu mendengar kabar dari umminya, ia langsung memeluk Lani erat-erat, seperti ingin memastikan keberadaan wanita itu dan bayi yang ada di dalam kandungannya. Tangannya yang besar dan kokoh menggenggam wajah Lani, menatapnya penuh rasa haru. Menangkup wajah cantik di depannya dengan menciuminya."Lani... aku tak tahu harus berkata apa," ucap Alzam dengan suara bergetar. Terakhir, Ia mencium kening Lani dengan lembut, mengabaikan tatapan abi dan umminya yang masih berada di ruangan itu. "Terimakasih!"Lani tersenyum samar, matanya sedikit basah. "Mas, ..." Dia memang tidak mengira Alzam akan sebahagia itu. "Aku akan menjaga kalian, Lani. Kamu dan bayi kita ini." Alzam menunduk, perlahan mencium perut Lani yang masih rata."Alzam," tegur Thoriq dengan bersitatap dengan Salma yang juga menyunggingkan senyumnya, mengingatkan putranya bahwa mereka tidak sedang sendirian."Oh, maaf, Bi," ujar Alzam buru-buru, mundur sedikit dengan wajah yang sedikit memerah.
last updateLast Updated : 2024-11-26
Read more

Bab 87. Malam pertamamu yang membuatku sesak.

Tapi ketika Alzam masuk kamar, Agna langsung sadar ada yang tidak beres. Wajah suaminya terlihat jauh, seperti tidak benar-benar berada di sana. Ia tidak memandanginya seperti seorang pengantin baru yang tak sabar menyentuh pasangannya."Mas," panggil Agna, mencoba menarik perhatiannya. "Aku sudah menunggu. Ayo, duduk di sini."Alzam menoleh sekilas, lalu mengangguk lemah. Ia berjalan mendekat, duduk di pinggir tempat tidur, namun tak menyentuh Agna sama sekali. Dia malah terkesan ingin pergi dari kamar itu."Agna,.." Alzam ingin mengungkapkan sesuatu, namun dia tak bisa mengutarakannya. Bahkan dia merasa risih saat Agna melepas jubahnya dan hanya memakai baju minim dengan dada yang terexpos."Kamu kenapa, sih?" tanya Agna, suaranya mulai kesal. "Aku sudah berdandan untukmu, tapi kamu malah begini. Apa aku kurang menarik untukmu?""Bukan itu," jawab Alzam singkat, tanpa menoleh. Ia menunduk, tangannya saling meremas, seolah sedang menahan sesuatu."Lalu apa? Apa ada yang kamu sembunyi
last updateLast Updated : 2024-11-27
Read more

Bab 88. Bukan tempatmu.

Pagi itu, ketukan keras menggema di pintu rumah Alzam. Agna yang merasa malam pertamanya telah dirampas, berjalan dengan wajah penuh amarah menuju pintu. Ia menarik gagangnya dengan kasar, mendapati seorang pria paruh baya berdiri di depan pintu dengan wajah gelap. Sementara Mbok Sarem yang tadi hendak ke dalam rumah alzam, mengurungkan niatnya ke sana dan berjalan ke rumah yang ditempati Lani kembali, lalu menggedor kamar Lani. Dia tau, semalam Alzam di sana karena dia mendapati Alzam yang bangun sebelum Subuh sudah melaksanakan tahajud di mushola kecil mereka.“Siapa Anda?” tanya Agna tajam. Menelisik pria berkulit gelap ituPria itu adalah Wagimin, ayah Lani. Tanpa basa-basi, ia melontarkan pertanyaan tajam, “Mana Alzam? Panggil dia keluar!”Agna mengerutkan kening, merasa diremehkan di rumahnya sendiri. “Siapa Anda, berani-beraninya berteriak di sini? Alzam suami saya. Dan saya tidak suka ada orang asing memanggilnya dengan tak sopan seperti ini," ucapnya dengan tatap menyelidik.
last updateLast Updated : 2024-11-28
Read more

Bab 89. Berharap keajaiban.

Alzam mengulurkan tangan, menggenggam tangan Lani yang dingin. Mata mereka saling bertaut, seolah berbicara dalam diam. Lani menatap Alzam, menemukan sesuatu yang tidak pernah dia pahami sepenuhnya-penyesalan, ketakutan, dan pengharapan yang tak bisa terucap. Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya, namun dia menahannya agar tidak jatuh."Ayo pergi, Nak." Kembali Wagimin menandaskan perkataanya. Alzam makin menggenggam tangan Lani erat. Bahkan merengkuhnya. Hanya tatapan mata mereka yang bicara dalam batyang buram.Melihat itu, Agna yang berdiri di dekat pintu tak lagi bisa menahan diri. Dengan langkah tergesa, ia masuk ke dalam rumah dan membanting pintu keras-keras. Suara gemeretak itu menggema, membuat suasana di luar semakin mencekam. Semua mata kini tertuju pada Alzam dan Lani, yang masih berdiri dalam kebisuan yang menyakitkan."Pak Wagimin," Thoriq memecah keheningan dengan suara beratnya, "Mari kita bicarakan ini di rumah Lani. Lagipula sudah siang, keburu ada orang lewa
last updateLast Updated : 2024-11-29
Read more

Bab 90. Masa depan.

Pagi itu, langit masih biru jernih saat Alzam keluar dari rumah bersama Agna. Langkahnya terasa berat, namun wajahnya tetap dipaksakan tenang. Di sebelahnya, Agna mengenakan gaun formal dengan potongan rapi, dan senyum kecil menghiasi wajahnya. Sikapnya begitu berbeda; terlihat penuh perhatian, bahkan tangannya sempat menyentuh lengan Alzam saat mereka menuju mobil."Nanti kita mampir sarapan duluh, ya Mas?" Alzam hanya mengangguk singkat, tidak ada kata yang terucap. Ia membuka pintu mobil untuk Agna, lalu melirik ke sebelah untuk memastikan melihat Lani walau dia tau dia tak dapat melihatnya. Maafkan aku, Lani. Aku justru bersamanya pergi, sedangkana kamu hari ini juga waktunya kuliah.Sementara Lani yang mau keluar, menahan langkahnya saat melihat semua itu. Dia tidak ingin melihat tatapan tajam Agna yang penuh benci padanya. Wajah Lani terlihat pucat, dan tatapannya begitu hampa, seolah-olah dunia di sekitarnya berhenti. Dia merasakan sesuatu menghantam dadanya, tapi ia hanya bis
last updateLast Updated : 2024-11-30
Read more
PREV
1
...
7891011
...
18
DMCA.com Protection Status