Beranda / Romansa / ISTRI SIRI TENTARA ALIM / Bab 88. Bukan tempatmu.

Share

Bab 88. Bukan tempatmu.

Penulis: HaniHadi_LTF
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-28 19:27:22

Pagi itu, ketukan keras menggema di pintu rumah Alzam. Agna yang merasa malam pertamanya telah dirampas, berjalan dengan wajah penuh amarah menuju pintu. Ia menarik gagangnya dengan kasar, mendapati seorang pria paruh baya berdiri di depan pintu dengan wajah gelap. Sementara Mbok Sarem yang tadi hendak ke dalam rumah alzam, mengurungkan niatnya ke sana dan berjalan ke rumah yang ditempati Lani kembali, lalu menggedor kamar Lani. Dia tau, semalam Alzam di sana karena dia mendapati Alzam yang bangun sebelum Subuh sudah melaksanakan tahajud di mushola kecil mereka.

“Siapa Anda?” tanya Agna tajam. Menelisik pria berkulit gelap itu

Pria itu adalah Wagimin, ayah Lani. Tanpa basa-basi, ia melontarkan pertanyaan tajam, “Mana Alzam? Panggil dia keluar!”

Agna mengerutkan kening, merasa diremehkan di rumahnya sendiri. “Siapa Anda, berani-beraninya berteriak di sini? Alzam suami saya. Dan saya tidak suka ada orang asing memanggilnya dengan tak sopan seperti ini," ucapnya dengan tatap menyelidik.
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 89. Berharap keajaiban.

    Alzam mengulurkan tangan, menggenggam tangan Lani yang dingin. Mata mereka saling bertaut, seolah berbicara dalam diam. Lani menatap Alzam, menemukan sesuatu yang tidak pernah dia pahami sepenuhnya-penyesalan, ketakutan, dan pengharapan yang tak bisa terucap. Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya, namun dia menahannya agar tidak jatuh."Ayo pergi, Nak." Kembali Wagimin menandaskan perkataanya. Alzam makin menggenggam tangan Lani erat. Bahkan merengkuhnya. Hanya tatapan mata mereka yang bicara dalam batyang buram.Melihat itu, Agna yang berdiri di dekat pintu tak lagi bisa menahan diri. Dengan langkah tergesa, ia masuk ke dalam rumah dan membanting pintu keras-keras. Suara gemeretak itu menggema, membuat suasana di luar semakin mencekam. Semua mata kini tertuju pada Alzam dan Lani, yang masih berdiri dalam kebisuan yang menyakitkan."Pak Wagimin," Thoriq memecah keheningan dengan suara beratnya, "Mari kita bicarakan ini di rumah Lani. Lagipula sudah siang, keburu ada orang lewa

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 90. Masa depan.

    Pagi itu, langit masih biru jernih saat Alzam keluar dari rumah bersama Agna. Langkahnya terasa berat, namun wajahnya tetap dipaksakan tenang. Di sebelahnya, Agna mengenakan gaun formal dengan potongan rapi, dan senyum kecil menghiasi wajahnya. Sikapnya begitu berbeda; terlihat penuh perhatian, bahkan tangannya sempat menyentuh lengan Alzam saat mereka menuju mobil."Nanti kita mampir sarapan duluh, ya Mas?" Alzam hanya mengangguk singkat, tidak ada kata yang terucap. Ia membuka pintu mobil untuk Agna, lalu melirik ke sebelah untuk memastikan melihat Lani walau dia tau dia tak dapat melihatnya. Maafkan aku, Lani. Aku justru bersamanya pergi, sedangkana kamu hari ini juga waktunya kuliah.Sementara Lani yang mau keluar, menahan langkahnya saat melihat semua itu. Dia tidak ingin melihat tatapan tajam Agna yang penuh benci padanya. Wajah Lani terlihat pucat, dan tatapannya begitu hampa, seolah-olah dunia di sekitarnya berhenti. Dia merasakan sesuatu menghantam dadanya, tapi ia hanya bis

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-30
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 91. Kerinduan ini.

    Suasana riuh rendah terdengar di sebuah kafe yang ramai dikunjungi mahasiswa. Meja-meja penuh dengan gelas kopi setengah kosong dan laptop menyala. Alzam duduk di salah satu sudut kafe, matanya terus mengawasi seseorang yang duduk bersama temannya di meja seberang.Lani, dengan hijab krem dengan terusan berbunga kecil senada, terlihat tertawa kecil mendengar cerita Dita, sahabatnya. Dia mengenakan cardigan yang santai, namun tetap terlihat manis. Alzam memalingkan pandangan sesaat, lalu menghela napas panjang. Tangannya mengeluarkan ponsel dan menekan nomor Lani.Di meja seberang, Lani mengangkat ponselnya dengan raut wajah bingung mencari keberadaan Alzam."Assalamualikum bidadariku!"Lani tak dapat menyembunyikan pias di pipinya yang putih dan mendadak jadi bersemu. Dita yang memperhatikannya hanya berdehem. Lalu emnunjukkan telunjuknya ke sebrang, hinggah Lani tau kalau Alzam memang di sana."Sudah tiga hari ini aku bersamanya," suara Alzam terdengar lirih namun penuh emosi di sebe

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-01
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   bab 92. Waktu yang berharga.

    "Aku nggak ngerti kamu, Kep," Dandi membuka pembicaraan dengan suara berat, memecah kesunyian yang terasa menekan di antara mereka bertiga setelah kepergian Lani. "Kamu tahu apa yang kamu pertaruhkan di sini?"Alzam mendengus pelan. "Dandi, aku nggak peduli lagi. Semua ini nggak ada artinya kalau aku kehilangan Lani. Tiga hari ini tak bersamanya saja, hatiku seperti ini. Rasanya aku tak sanggup."Hanum, yang berdiri di samping Dandi, memandang Alzam dengan cemas. "Kep, kita nggak bilang ini karena nggak ngerti perasaanmu. Tapi kamu harus mikir matang. Karirmu, masa depanmu...""Hanum, masa depanku itu dia," potong Alzam tajam. "Lani dan bayi kami adalah segalanya. Kalau aku harus kehilangan semuanya untuk mereka, aku rela."Dandi menghela napas panjang. Dia tahu percuma berdebat dengan Alzam yang keras kepala. "Kep, aku ngerti ini sulit. Tapi, kalau kamu mau dia baik-baik saja, kamu harus sabar. Kamu nggak bisa gegabah.""Tiga hari aku habiskan waktu sama Agna, tapi kepalaku cuma penu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   bab 93. Rindu tak bertepi

    Deru mesin mobil terdengar halus, namun atmosfer di dalamnya penuh ketegangan yang tidak kasatmata. Agna duduk di sebelah Alzam dengan raut wajah yang sulit ditebak. Make up-nya tebal menggambarkan kesempurnaan yang selalu ia tuntut dari dirinya sendiri, tapi matanya menyiratkan kekecewaan. Alzam mengemudi dengan tatapan lurus ke depan, kedua tangannya mantap di atas setir."Enak ya, pagi-pagi sudah di rumah itu," sindir Agna tanpa menoleh.Alzam tidak menjawab. Rahangnya mengeras, tetapi ia tetap fokus pada jalanan yang mulai ramai.""Bahkan sepertinya kamu tak sabar menunggu Subuh." " lanjut Agna dengan nada yang lebih tajam."Kok diam? Atau jangan-jangan terlalu capek, ya setelah bermesraan?"Alzam menghela napas panjang, mencoba menahan amarah yang membuncah. "Kamu sudah tahu jawabannya, Agna. Jangan buat ini menjadi rumit." Alzam memang mengerti dari tadi dia datang lewat rumahnya, tatapan mata Agna selalu tertuju pada rambutnya yang masih basah.Agna tertawa kecil, dingin. "Rumit?

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 94. Tamu.

    Alzam berdiri di balik pintu, tangan kanannya menggenggam erat pegangan pintu. Ia tidak langsung membukanya lebar, hanya menyisakan celah kecil untuk melihat siapa yang datang. Aneh jika tiba-tiba saja ada orang datang bertamu ke sini yang diketahui orang-orang sini ini tempat tinggalnya Lani setelah Alzam menikah. Ternyata Dandi, sahabat satu markasnya, dan seorang perempuan muda yang Alzam kenali sebagai Hanum."Assalamualikum. Aku tahu kau di sini, Zam," suara berat Dandi terdengar dari luar.Alzam menarik napas dalam-dalam sambil menjawab salam. Dia memutar kenop pintu dengan perlahan namun tidak keluar sepenuhnya. "Masuk," ucapnya pelan, sambil melirik Lani di dapur. Ia memberi isyarat kepada Dandi untuk cepat masuk agar tidak ada orang lain yang melihat. Dan langsung membawa mereka melewati ruang tamu yang terkesan sederhana.Dandi dan Hanum melangkah masuk ke dalam rumah kecil itu. Hanum menatap sekeliling dengan rasa ingin tahu yang samar. Pemandangan yang disuguhkan membuat

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 95. Menjaga.

    “Biar aku yang buka pintu,” ujar Lani dengan cepat, berdiri dari kursinya sebelum orang lain sempat bergerak. “Kalau kamu yang buka, Mas, nanti bisa-bisa semua orang tahu kamu di sini. Untung yang tadi Dandi sama Hanum," cetus Lani.Alzam mengangguk pelan, membiarkan Lani berjalan menuju pintu. Ia memandangi punggung istrinya yang semakin menjauh. "Ya, beginilah, Dan. Aku harus sembunyikan semua ini agar orang tak anggap aku selingkuh dengan Lani," ucap Alzam terkekeh."Sabar,.." Dandi menepuk punggung sahabatnya dengan mengintip siapa yang datang.Tangan Lani meraih gagang pintu, membukanya perlahan, dan tampaklah sosok Pak Sajad di depan pintu dengan senyum kecil yang ramah.“Oh, Pak Sajad. Silakan masuk,” ujar Lani, mencoba bersikap biasa saja. Ia melirik sekilas ke ruang keluarga, memastikan Alzam dan Dandi tetap di tempat mereka.Pak Sajad tersenyum sopan dan melangkah masuk. “Maaf, Mbak Lani. Saya pikir tadi Mbak belum pulang. Ada yang perlu saya bicarakan soal stok jeruk yang

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 96. Bayangan itu.

    Lani berjalan pelan menuju kamar. Tangannya yang masih menggenggam rekap pengiriman jeruk terasa dingin, seperti mencerminkan perasaan hatinya. Ia tahu pembicaraan tadi tidak selesai, dan Alzam pasti masih merasa bersalah dengan mendahuluinya masuk kamar dengan gusar setelah mengucapkan kata maaf saat masih ada Dandi dan Hanum di rumah mereka."Seandainya aku tidak mengajak Agan menikah saat itu, kita tidak akan mengalami semua ini, Lani. Maafkan aku," terngiang di telinga Lani saat Alzam mengucapkannya setelah mereka membahas rumah sakit mana yang dipakai untuk memeriksakan kehamilan Lani."Mas,..""Aku sudah membuat semuanya menjadi begitu rumit.""Sudahlah, Zam. Semuanya sudah terjadi. Sekarang kita harus mencari cara yang tepat. Itu saja. Sampai entah bagaimana nanti Tuhan memberikan jalan pada kalian," hibur Dandi waktu itu.Di kamar, Alzam sedang duduk di tepi ranjang, menunduk sambil mengusap wajahnya dengan kedua tangan. Ketika pintu terbuka, ia menoleh cepat. Pandangannya la

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05

Bab terbaru

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 159. Gudang jeruk

    Ruangan besar di pabrik terasa sibuk dengan hiruk-pikuk aktivitas. Tumpukan karung berisi kulit jeruk tertata rapi, siap untuk dikirim. Lani berdiri di depan, mengenakan blouse sederhana yang lebih longgar untuk menutupi kehamilannya agar tak menjadi fitnah di kalangan masyarakat sana yang kini kadang terdengar ada dasas desus tentang dirinya dan Alzam. Sekuat apapun mereka menutupi, ternyata orang malah curiga ada sesuatu diantara mereka, terlebih saat orang tau Lani tinggal di sebelah rumah Alzam. Ada yang sinis, ada yang berbisik kenapa? Apalagi saat melihat orangtua Lani yang terasa akrab dengan orangtua Alzam. Bahkan seorang anak kecil yang kemarin mereka telah tau kalau itu anak Lani."Ternyata Mbak Lani tak sebaik yang kita kira, ya? Anak itu siapa bapaknya juga masih ghak jelas," guman salah seorang diantara mereka kapan hari. Untunglah Lani tak mendengar semua itu walau dia juga kadang risih dengan tatapan orang yang kebetulan bersimpangan dengannya."Untung dia pemilik pabri

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 168. Mencari peluang

    Agna duduk di kursi kayu di sudut ruang makan, menatap secangkir kopi yang sudah mulai dingin. Pagi itu terasa hampa. Langit mulai cerah, tapi suasana hatinya penuh awan gelap. Jam dinding berdentang, pukul sembilan lewat lima belas. Ia baru saja hendak menyendokkan satu sendok nasi goreng ke mulutnya ketika ponselnya bergetar."Ini pasti dia," gumamnya, setengah berharap, setengah cemas. Pagi ini saat dia bangun, Alzam sudah pergi. Menurut yang dia dengar dari ibunya, Alzam pamit karena ada yang harus dikerjakan."Halo, Mas," ucap Agna tanpa melihat siapa yang menelpon."Pagi, Bu Agna. Saya Tono. Maaf mengganggu, tapi saya punya informasi penting soal Pak Alzam, sesuai permintaan Anda."Agna terdiam sejenak. "Ya, lanjutkan.""Beliau diskors selama seminggu, Bu. Ada masalah... urusan pribadi, poligami, ketahuan komandannya."Agna meremas gagang ponsel lebih erat. "Diskors karena poligami?" ulangnya lirih. Hatinya seperti ditusuk jarum tajam."Benar, Bu. Sepertinya masalah ini juga men

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 167. Karena Cinta

    Lani duduk di ruang tengah, matanya menatap kosong ke arah jendela. Tangannya memegang cangkir teh yang sudah dingin, namun ia bahkan tak menyadarinya. Di sebelahnya, Towirah mencoba memulai percakapan."Lani, jangan begini terus. Kamu harus kuat, Nak," ucap Towirah dengan suara lembut.Wagimin mendekat, membawa sebuah baki berisi pisang goreng hangat. "Ayo makan dulu. Pikiran berat nggak akan hilang kalau perut kosong," katanya sambil tersenyum tipis.Namun, Lani tetap diam. Hanya sekelumit air mata yang tergantung di sudut matanya. Mbok Sarem, yang duduk di sebelahnya, memandang Lani dengan prihatin."Apa Mas Alzam nggak pamit baik-baik sama kamu, Lani?" tanya Mbok Sarem pelan, mencoba menguatkan Lani.Lani menoleh, suaranya serak ketika menjawab. "Dia pamit, Mbok. Tapi rasanya seperti dia pergi untuk selamanya.""Dia pamit, Lani. Dan aku rasa dia juga berat saat pergi sampai dia kembali lagi kan? Jadi jangan berfikir negatif duluh. Dia orang yang bertanggungjawab. Tidak akan mungki

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 166. Membuang impian

    Alzam muncul dari belakang Lani. Ia melirik ke arah ibunya, lalu mengangguk. "Ayo, Mi.""Kamu ghak ngomong sama Lani duluh?""Ngomong apa, Mi?""Mereka sebenarnya menjemput Agna bersamamu. Kakak Agna datang dan ingin berkumpul dengan kalian.""Maksudnya ke rumah orangtua Agna?""Iya, begitulah.""Bagaimana ya, Mi, ini kan masih waktunya Alzam bersama dengan Lani. Kalau ke sana,..""Mas, ghak apa-apa. Pergilah," ucap Lani dengan menahan sesak di hatinya.Salma memandangi putranya dan Lani bergantian dengan perasaan campur aduk. Dalam hatinya, ia mengulang-ulang doa yang sama: "Tuhan, lindungi mereka dari segala kesulitan."Saat Alzam melangkah keluar rumah, Salma menoleh sekali lagi ke arah Lani dan Senja yang berdiri di ambang pintu. Bayangan mereka tersenyum, membuat Salma tak mampu menahan air mata yang menggenang. Ia berjalan menjauh tanpa berkata apa-apa, namun hatinya terus berdoa. Do'a yang tidak sama dengan yang diucapkan Lani yang segera beranjak ke kamarnya dengan menyuruh Se

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 165. Menjemput

    "Nyonya! Kejutan kok mampir ke sini," ucap pembantu Agna saat melihat dua orang di depan pintu. Kedua orang itu pun tersenyum sambil melangkah masuk.Salma dan Thoriq yang sedang minum teh sambil nonton TV di ruang tengah,segera bangkit dan menyalami mereka berdua. Lalu mempersilahkan duduk.Baskara, ayah Agna, menyisipkan percakapan dengan nada lebih ringan. "Bagaimana kabar semua di sini? Lama tidak mampir.""Baik, Pak Baskara," jawab Thoriq datar, meski ada sedikit ketegangan di nadanya. "Tapi saya heran, tumben sore begini datang? Ada keperluan khusus?"Sandra terkekeh kecil. "Bukan keperluan, Pak. Cuma mau ajak Agna sebentar. Kakaknya sudah lama ingin ketemu. Dia baru datang kemarin bersama istrinya, makanya kami ke sini sekalian mampir jemput Agna. Mereka ingin berkumpul lagi seperti duluh saat masih di rumah bersama.""Hanya itu?" Salma akhirnya membuka suara, memandang Sandra dengan sorot mata yang penuh tanya.Sandra mengangguk sambil tersenyum. "Hanya itu. Oh, dan sekalian i

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 164. Keputusan yang berat

    Langkah Agna perlahan memasuki rumah besar itu. Wajahnya sedikit muram. Di ruang tamu, Salma sedang duduk bersama suaminya, Thoriq. Suasana terlihat tegang, dengan percakapan yang setengah terhenti saat Agna muncul."Agna," sapa Salma, tersenyum kecil meski matanya menyimpan kelelahan. "Kamu naik apa tadi?""Taxi," jawab Agna singkat sambil melepas sepatunya. Ia merasa suasana rumah ini tidak seperti biasanya. Walau dia juga merasa kegerahan dengan keluarga Alzam yang tinggal di sana. Entah sampai kapan mereka betah di sini, bathinnya. Llau menatap Salma. "Di mana Mas Alzam, Ummi? Apa dia sudah pulang?"Salma sekejab merasa bersalah dengan kelakuan anaknya. "Iya, tadi pulang dengan tergesa, sampai lupa kalau kamu masih di kantor."Thoriq yang sejak tadi hanya duduk dengan raut serius akhirnya menyahut. "Biar untuk pembelajaran bagi Agna, Mi. Bukannya setelah ini dia harus belajar sendiri?"Agna mengerutkan kening, bingung. "Maksud Abi apa?"Sebelum Thoriq menjawab, Elmi, adik ipar Ag

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 163. Kamu bisa tanpanya

    Langkah Wagimin terasa mantap memasuki rumah besar itu, diiringi Towirah dan Senja yang berada di belakangnya. Mereka nampak bercanda, tertawa kecil mencandai Senja. Rumah tampak lengang, hanya suara tangis lirih dari ruang keluarga yang menarik perhatian mereka. Wagimin mempercepat langkahnya, masuk tanpa permisi.Lani tampak duduk di sofa dengan wajah merah dan mata sembap. Ia memeluk Alzam erat, seakan mencoba menenangkan kegundahan lelaki itu. Alzam sendiri hanya diam, wajahnya tertunduk, tampak berat menahan beban."Ada apa ini?" suara Wagimin memecah keheningan. Lani menoleh, napasnya terisak."Mas diberi waktu seminggu..." suara Lani gemetar, "...untuk merenungkan pernikahan kami. Dan meluruskan pernikahan resminya dengan Agna."Towirah memandang Lani dengan tatapan tajam, sementara Senja yang masih bocah hanya berdiri kikuk di belakang Towirah, lalu pergi ke belakang rumah. Wagimin mendekat, wajahnya memerah menahan amarah."Alzam, apa maksudnya ini?" tanyanya lantang. "Dulu,

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 162. Aku besamamu!

    Saat tiba di rumah, langkah Alzam terasa berat. Di depan pintu, ia berhenti sejenak, menarik napas dalam. Pikiran tentang percakapan dengan Letkol Bara masih bergelayut di benaknya. Dia baru teringat kalau dia tak menghampiri Agna. Segera saja Alzam mengirim WA, meminta maaf dan menyuruh Agna untuk naik ojek online yang banyak dia jumpai di depan kantornya. Namun handhpone Agna tidak aktif."Alzam, kamu kenapa?" tanya Ummi Salma begitu pintu terbuka.Alzam berusaha tersenyum. "Tidak apa-apa, Ummi."Salma hanya diam dengan membiarkan putranya itu masuk."Lalu Agna tidak bersamamu?""Maaf, Ummi. Tadi Alzam lupa." Alzam tak ingin mendengar umminya curiga lagi. Dia segera pergi lewat belakang, untuk ke rumah Lani.Rumah nampak lenggang. Hanya ada Mbok Sarem yang bersih-bersih. Thoriq bersama Elma dan suaminya pergi ke gudang sekalian melihat pabrik Lani. Demikian juga dengan Towirah dan Wagimin, juga Senja. Sementara Lani sudah pulang seperti kebiasaanya pulang lebih awal jika Alzam waktu

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 161. Konsekwensi

    Langkah Alzam mantap menapaki jalan menuju kantor Pak Bara. Matahari siang terasa terik, namun ia tak peduli. Pikiran tentang panggilan mendadak dari komandannya, Letkol Bara, membuat dadanya terasa sesak. Panggilan ini terasa tak biasa—seolah ada sesuatu yang penting dan mendesak menantinya.Setibanya di lokasi yang ditempati komandannya, seorang prajurit yang berjaga memberi hormat. Alzam membalasnya dengan anggukan singkat, lalu masuk ke area markas. Suasana di sana penuh kesibukan khas militer: suara langkah kaki berbaris terdengar tegas, beberapa kendaraan taktis terparkir rapi, dan beberapa prajurit berdiskusi serius di sudut halaman.Di gedung utama markas, Alzam menyesuaikan topinya, melangkah masuk ke ruang utama.Di ruang briefing, beberapa prajurit duduk menghadap papan tulis besar, mendiskusikan peta operasi yang terpampang di sana. Suara seruan komandan peleton menggema, memerintahkan evaluasi strategi. Di sisi lain, beberapa staf administrasi sibuk dengan dokumen dan

DMCA.com Protection Status