Home / Pendekar / 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT: Chapter 71 - Chapter 80

113 Chapters

Bab 71 : Menelan Ludah Kekalahan

Sambil menahan rasa nyeri di lambung sebelah kirinya, Panglima Sanca berusaha bangkit dan berjalan mundur. Karena senjatanya telah patah, tidak mungkin lagi baginya untuk melawan Giandra.Panglima Sanca memperhatikan pada pedang bergagang perak yang digenggam oleh Giandra, tiba-tiba mengingatkannya kembali pada peristiwa silam sewaktu bertarung melawan seorang pendekar wanita yang mengawal Permaisuri Sri Dewi Jayasri, kini dia tahu kalau ternyata Giandra adalah anak dari Anindhita yang dahulu juga pernah mematahkan pedang miliknya.Manik Maya jadi penasaran dan merasa tertarik setelah melihat Giandra mulai menggunakan pedang. Dia pun juga kini mencabut pedang di pinggangnya. Sekarang gilirannyalah untuk bertarung menggantikan Aryajanggala dan Panglima Sanca yang sudah kalah.“Aku ingin tahu jurus pedang apa saja yang dikuasai oleh pemuda ini,” ucap Manik Maya ke Argani Bhadrika.“Majulah. Hadapi dia,” perintah Argani Bhadrika pada
last updateLast Updated : 2024-12-11
Read more

Bab 72 : Pertarungan Giandra dan Argani

Sesaat terjadi saling tatap antara Giandra dengan ketua Persaudaraan Iblis itu. Momen ini bagi Giandra terasa datang begitu cepat. Rasanya baru kemarin dia mendengar cerita dari mendiang gurunya tentang si lelaki bertopeng yang membuat huru-hara di dunia persilatan, hari ini dia sudah berhadapan langsung dengan bajingan tersebut.Ayahnya sendiri butuh waktu delapan belas tahun berlatih ilmu kanuragan untuk mempersiapkan diri melawan Argani, sedangkan Giandra baru semalam turun dari padepokan dan baru beberapa kali melakukan pertarungan, dia sebenarnya ragu apakah dirinya mampu mengimbangi kekuatan Argani Bhadrika.Perasaan Giandra tiba-tiba gugup, jantungnya berdebar-debar, kulit tubuhnya pun mulai terasa dingin karena darahnya turun. Namun dia berusaha melawan ketakutan itu, Giandra pun memasang sikap kuda-kuda sebagai pertahanan, dia berharap Pedang Penebas Setan yang dia genggam akan mengalirkan lagi energi ke dalam dirinya.Argani Bhadrika berkata, “Ka
last updateLast Updated : 2024-12-12
Read more

Bab 73 : Sepuluh Lingkaran Cahaya

Tiga puluh orang anak murid yang dari tadi hanya menonton kini mulai ketakutan. Mereka tak percaya kalau Giandra telah dikalahkan oleh penjahat, padahal di mata mereka semua sosok Giandra adalah senior yang paling hebat dan juga paling mereka kagumi.Salah seorang dari anak murid itu berkata ke teman-temannya yang lain, “Kita tidak boleh hanya diam jadi pengecut! Kita harus membantu kakang Giandra. Perguruan Rajawali Angkasa tidak boleh tunduk pada Persaudaraan Iblis!”Murid yang lain lalu menjawab, “Ya, betul! Kita juga harus ikut bertarung. Kita semua bukan pengecut!”Jimbalang Loreng mendengar pembicaraan para anak murid tersebut. Dia tahu kalau mereka sekarang hendak ikut campur, kedua tangannya pun terkepal, keinginan untuk membantai muncul dalam dirinya.Celeng Ireng ternyat maju duluan. Siluman babi itu menghentakkan tombak trisulanya ke tanah. Dia menoleh ke Jimbalang Loreng yang berdiri di belakangnya. “Aku tahu kala
last updateLast Updated : 2024-12-13
Read more

Bab 74 : Zirah Hijau dari Sisik Naga

Argani berjalan membelakangi Giandra yang terbaring lemah. Dia berkata, “Kekuatanmu masih belum ada apa-apanya dibandingkan denganku, Pendekar Muda. Dari tadi kau memang keras kepala.”Giandra berjuang lagi untuk bangkit. Lututnya sekarang gemetar. Dia terbatuk dan kembali dari mulutnya kelua darah. Dengan badan yang bungkuk karena menahan sakit, dia berjalan menghampiri Argani Bhadrika.Argani dapat mendengar bunyi langkah kaki yang mendekatinya dari belakang itu. “Heh, aku salut padamu. Rupanya kau masih kuat berdiri. Tampaknya kau memang ingin mati hari ini!”“Hah hah hah hah.” Giandra terhengal. Dia berkata pada Argani, “Aku tidak boleh kalah dari penjahat bajingan sepertimu.”“Tapi nyatanya kau sudah kalah,” ucap Argani. Lelaki bertopeng itu pun membalik badan dan menatap pada Giandra. “Baiklah jika memang kau ingin tewas di tanganku, mari kita selesaikan semuanya sekarang.”Argani Bhadrika mengangkat Pedang Penebas Setan di tangan kirinya. Dia bersiap mengayunkan pedang tersebut
last updateLast Updated : 2024-12-14
Read more

Bab 75 : Berbincang Dengan Dua Punggawa Kerajaan

Argani Bhadrika sadar kalau kemampuan bertarung Tubagus Dharmasuri memang bukanlah kaleng-kaleng. Dia tidak mempan diserangan dengan ajian Tatapan Rajawali Menembus Awan, bahkan topeng yang selama ini dia kenakan bisa langsung hancur hanya dengan sekali ditinju saja oleh patih tua itu.“Sebaiknya aku segera pergi dari sini. Toh Pedang Penebas Setan telah aku dapatkan. Tidak ada lagi alasan untuk berlama-lama,” batin Argani sambil melihat kepada pedang yang sudah berada di genggamannya. “Aku harus segera menjadi titisan Iblis Hitam supaya dapat menjadi lebih kuat. Barulah nanti patih tua ini bisa kukalahkan.”Tubagus mengangkat tangan kanannya yang terkepal. Cahaya hijau pun meuncul meliputi tangannya itu. Kemudian sang patih menunduk dan memukul bumi dengan sangat kuat, ledakan-ledakan besar pun bermunculan dan menjalar menuju Argani Bhadrika.Argani langsung melompat berputar ke samping. Lalu dia menjauh dari Tubagus Dharmasuri. Kawan-kawannya yang lain pun kemudian menghampirinya.“
last updateLast Updated : 2024-12-15
Read more

Bab 76 : Ketertarikan Sang Patih Pada Giandra

Setelah ketiganya masuk ke dalam kamar pribadi Raditiya. Giandra coba melangkah menuju lemari pakaian, dia berpikir kalau mungkin saja Raditiya menyimpan barang yang mereka cari di dalamnya.Namun setelah dia membuka lemari tersebut dan mencari-cari di antara tumpukan pakaian yang berlipat rapi, Giandra tidak menemukan apa pun selain hanya baju dan celana milik Raditiya.Dia kemudian berjongkok dan coba mengintip ke bawah ranjang, siapa tahu menurutnya ada di tempat itu, sebab di bawah ranjang termasuk tempat pribadi yang tidak dijamah oleh orang lain. Namun Giandra tak melihat apa pun di situ kecuali hanya gelap, tangannya berusaha menjangkau dan meraba-raba, tapi memang tidak ada apa-apa yang diraih.Giandra pun kembali berdiri. Nalurinya terus berpikir untuk mendapatkan gulungan itu. Dia lalu mengangkat tilam yang biasa dibaringi oleh Raditiya, dan kali ini dugaannya ternyata tepat, gulungan lontar itu rupanya ada di bawah tilam.Giandra mengambilnya.
last updateLast Updated : 2024-12-16
Read more

Bab 77 : Perbincangan Prabu dan Permaisuri di Taman

Sore hari ketika Prabu Surya Buana bersama permaisuri duduk di taman istana sambil menikmati buah-buahan, Putri Seroja tengah asyik menyirami bunga bersama para dayang-kerajaan. Sepasang suami dan istri ini merasa bahagia saat memperhatikan anak tunggal mereka itu.Gadis belia itu mengenakan gaun kuning, banyak perhiasan emas di leher dan juga tangannya, bahkan anting-antingnya pun berupa batu berlian. Sapuan bedak tipis menjadikan wajahnya tambah berseri, dan alis matanya yang sudah indah dilapisi lagi dengan celak hitam. Sebagai seorang puteri kerajaan, dia tampak begitu cantik serta elegan.Sang prabu sadar kalau anak perempuannya itu kini semakin tumbuh dewasa, hingga terbersitlah dalam hatinya keinginan untuk mencarikan pendamping yang cocok bagi Puteri Seroja.“Dinda Permaisuri, apa Dinda pernah memikirkan kalau sudah seyogyanya anak kita agar segera memiliki pasangan? Akulah lihat usianya telah cukup umur,” kata Prabu Surya Buana kepada permaisurinya.“Memangnya kenapa harus bu
last updateLast Updated : 2024-12-17
Read more

Bab 78 : Dendam Si Dewa Kalajengking

Dewa Kalajengking berdiri tegak di hadapan semua orang. Sambil menggenggam tongkat, dia menyapukan pandangan matanya yang tajam kepada semua manusia di tempat itu.Argani Bhadrika pun bangkit berdiri. Dia maju ke depan dan berkata. “Wahai Dewa Kalajengkin, aku sudah mengumpulkan Empat Pusaka Penakluk Jagat. Lihatlah di sebelah kirimu.” Argani menunjuk pada kumpulan benda-benda pusaka yang ditaruh di atas empat potongan batang pinus yang bersusun rapat.Dewa Kalajengking tersenyum kecut. Tepi bibirnya yang sebelah kanan bergerak ke atas. “Heh, bagus. Rupanya kau telah berhasil.”Argani Bhadrika yang sudah tidak sabar lagi untuk memulai ritual pun bertanya dengan nada tinggi, “Lalu kapan kau akan menitiskan Iblis Hitam ke dalam diriku? Jangan menunggu lama lagi, Orang Tua!”Sorot mata Dewa Kalajengking menyala. Dia mendengus seperti banteng. Argani pun jadi merasa gentar melihat ekspresi wajah si kakek yang berkulit keriput itu.Dewa Kalajengking menghentakkan tongkatnya ke tanah. Semua
last updateLast Updated : 2024-12-18
Read more

Bab 79 : Masa Lalu Argani Bhadrika

Setelah surya terbenam di kaki cakrawala, kegelapan mulai mendekap seluruh langit, malam pun datang membawa keheningan tanpa semilir angin, membuat suasana di hutan jadi terasa menyeramkan. Titik-titik bintang muncul di angkasa, tapi cahayanya seperti debu, nyaris tak terlihat oleh mata. Wujud bula sabit bersinar bak dua tanduk setan, dan syafak merah mengawang di sebelah barat laksana pintu neraka yang menganga, inilah waktu dimana para dedemit serta roh jahat akan mulai keluar.Empat Pusaka Penakluk Jagat sudah dihancurkan oleh Dewa Kalajengking. Hatinya merasa cukup puas. Kini tidak ada lagi rasa dengki yang mendongkol dalam dada si penyihir itu, sebab keempat senjata ciptaan musuhnya yang paling dipuja di dunia persilatan sekarang telah musnah.Meski hari sudah malam, tapi ritual belum jua dimulai, Dewa Kalajengking masih menunggu kemunculan Mpu Seta di tempat itu, dia tidak mau kalau ritual mereka nanti akan kacau saat tengah dilaksanakan jika musuhny
last updateLast Updated : 2024-12-19
Read more

Bab 80 : Kegelapan Hati Argani

Mpu Seta yang masih peduli pada Argani berusaha untuk mengingatkan dan menasehatinya. “Aku mendidikmu jadi pendekar supaya kau bisa membela diri dan menolong orang-orang yang tertindas, bukan malah menggunakannya untuk menindas orang lain. Jalanmu ini sungguh tidak benar, Nak.”“Ya, aku sudah menggunakan ilmuku untuk membela diri,” jawab Argani sambil mengangguk. “Bahkan aku juga sudah membunuh orang-orang yang dahulu pernah menganiayaku. Sekarang aku bisa merasakan betapa nikmatnya menindas kaum lemah, sebagaimana dahulu mereka bersenang-senang saat menindasku.”Janaloka lalu ikut bicara. Dia juga berusaha untuk menyadarkan Argani yang hatinya sudah gelap. “Aku mengerti perasaanmu, wahai Argani. Kau sakit hati karena dahulu sering disiksa dan dipandang sebelah mata. Pengalaman hidup yang pahit telah mengubahmu menjadi manusia yang kejam dan tak punya perasaan. Tapi ketahuilah, gurumu ini sangat menyayangimu, Argani. Kembalilah ke jalan yang benar selagi masih ada waktu.”“Maaf, Pak T
last updateLast Updated : 2024-12-20
Read more
PREV
1
...
678910
...
12
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status