Semua Bab 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT: Bab 51 - Bab 60

96 Bab

Bab 51 : Menyerang ke Sarang Gerombolan Nogo Ireng

Setelah menempuh perjalanan berkuda yang cukup jauh dan hanya bisa tidur sebentar saja di hutan, akhirnya kini Giandra pun sampai di tempat tujuannya. Langit yang semula pucat sekarang semuanya tampak terang benderang, udara pagi begitu bersih, mengalir sejuk melewati hidung dan kerongkongannya.Matahari telah terbit di sebelah Timur, cahaya keemasan menyinari puncak Gunung Payoda, sekawanan burung yang hinggap di dahan pohon-pohon pinus menyambutnya dengan kicauan riang.Ketika itu daun-daun dan ilalang masih basah berselimut embun, bunga cantigi yang merah mulai memekarkan mahkotanya, begitu pun kembang saliara yang kuning juga berseri dengan warna cerahnya. Tapi ada satu perhiasan gunung yang paling menawan di mata Giandra, yaitu edelweis putih yang menjadi simbol cinta abadi.Namun, terlepas dari semua pemandangan indah itu, dari kejauhan Giandra melihat ada sebuah bangunan rumah besar yang beratapkan daun nipah dan dikelilingi pagar kayu. Dia yakin kalau itu adalah sarang Gerombo
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-11
Baca selengkapnya

Bab 52 : Serigala Berbulu Domba

Sudah terlalu banyak anggota Nogo Ireng yang tewas pagi ini, Prabaswara tidak ingin kalau harus mengorbankan lagi anak-anak buahnya yang lain, dia pun akhirnya mencabut sebilah pedang yang tersarung di pinggang sebelah kirinya.Sambil menggenggam erat gagang pedang itu dengan tangan kanan, dia membatin, “Jika pemuda ini kubiarkan terus melempar jatrum-jarum beracun, maka seluruh anggota Nogo Ireng bisa habis terbunuh. Aku harus menghadapinya satu lawan satu.”Prabaswara pun melompat, tubuhnya melayang di udara setinggi dua belas tombak dari bumi, lalu dia mendarat di atas atap rumah yang terbuat dari daun-daun nipah.Api amarah berkobar-kobar dalam dada Prabaswara. Dia mengacungkan ujung pedangnya ke arah Giandra. “Kau hanya bisa menggunakan jarum beracun! Ayo ke sini, kita bertarung satu lawan satu jika kau berani!”Dengan senang hati Giandra menerima tantangan tersebut. Dia juga turun dan menginjakkan kaki di atap rumah itu. Sekarang keduanya saling berhadapan dalam jarak yang dekat
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-12
Baca selengkapnya

Bab 53 : Kehebatan Nyai Parmadita

Setelah sekian tahun lamanya Waluyo menyimpan pedang peninggalan Datuk Subrata, dia rasa kini tibalah saatnya untuk menyerahkan pedang tersebut kepada ahli waris yang berhak. Semenjak pusaka ini disembunyikan oleh Waluyo, nama Pedang Penebas Setan seakan menghilang dari dunia persilatan, tapi itu bukan berarti kalau orang-orang jahat sudah berhenti mengincarnya.Waluyo meletakkan pedang tersebut di atas meja, dia perlahan membuka balutan kain ungu yang menyelimutinya, tampaklah kemudian kalau pedang itu masih terlihat sangat indah, padahal pusaka tersebut sudah disimpan selama bertahun-tahun.Sambil jari-jari tangannya mengusap pada sarung pedang yang berwarna ungu mengkilat itu, Waluyo berkata dalam hatinya, “Aku kira Giandra telah cukup dewasa untuk menerima warisan ini. Tidak ada lagi alasan untuk merahasiakan pusaka ini darinya.”Tiba-tiba Waluyo terkenang lagi pada peristiwa masa silam, yaitu malam saat dia menyaksikan keponakannya yang bernama Anindhita menghembuskan nafas terak
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-14
Baca selengkapnya

Bab 54 : Keganasan Racun Kala Putih

Manik Maya mentransfer energinya lebih banyak lagi kepada Bayu Halimun, maka bola cahaya itu pun terus bertambah terang dan semakin membesar. “Wuuut wuuut wuuut wuuut wuuut.”Karena menyaksikan kalau kedua musuhnya itu sedang mengumpulkan kekuatan untuk menyerang dirinya, maka Nyai Parmadita pun bersiap untuk menghunuskan tongkatnya ke depan.Tiba-tiba Tongkat Tembaga Merah itu juga mengeluaran cahaya, warnanya merah menyala seperti kobaran api, sebentar lagi mereka akan saling beradu pukulan tenaga dalam untuk mengakhiri pertarungan ini.Di saat keadaan sudah makin menegangkan, tiba-tiba saja Nyai Parmadita merasa kalau ada kekuatan aneh yang lain ikut hadir di tempat itu. Kekuatan tersebut tidak bersumber dari Bayu Halimun atau pun Manik Maya, tapi sepertinya ada seseorang lagi di tempat itu selain mereka bertiga.Nyai Parmadhita tahu bahwa ada manusia yang tengah memperhatikan pertarungan ini. Pancaran energi manusia itu terasa nagetif dan cukup kuat, tampaknya dia juga dari aliran
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-15
Baca selengkapnya

Bab 55 : Kerinduan Yang Mendalam

Surya tergelincir dari tengah langit, wajah siang amat cerah menghadirkan biru warna muda di bentangan angkasa, awan-awan putih berkilau bak perhiasan, dan tak ada desau angin yang bergemuruh menyapa hari. Namun walau demikian, Jaka Purnama duduk seorang diri di atas batu sambil melamun, pandangannya menatap pada pohon-pohon kayu cendana yang tak bisa diajak mengobrol, tapi hatinya terus berbicara, “Kapankah aku bisa pergi dari sini? kapankah aku bisa bertemu dengan putraku?Delapan belas tahun lamanya berpisah, delapan belas tahun lamanya tak mendengar kabar, dan selama itu pulalah wajah kecil Giandra kadang membayanginya di setiap waktu.Bagai malam merindukan bintang, seharusnya bisa bersama, tapi takdir berkata lain, laksana hujan hendak menyapa kuntum melati, tapi sang bayu tak memberi izin, malah membawanya pergi ke tanah yang lain, begitulah perasaan yang sekarang ini menyelimuti batin Jaka Purnama. Bagaimana mungkin dia sanggup menahan rindu? Sebab Giandra adalah sebutir intan
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-16
Baca selengkapnya

Bab 56 : Otak Mesum Panglima Sanca

Tujuh orang anggota persaudaraan Iblis kembali melakukan pertemuan dalam hutan beringin di lereng Gunung Ratri. Mereka telah berhasil mengumpulkan dua dari Empat Pusaka Penakluk Jagat yang ingin mereka hancurkan. Tinggal tersisa dua pusaka lagi, maka setelah itu ritual pembangkitan Iblis Hitam barulah bisa mereka laksanakan.“Sekarang Seruling Naga Emas dan Tongkat Tembaga Merah sudah ada pada kita,” ujar Argani Bahdrika kepada kawan-kawannya. "Tinggal dua benda lagi yang mesti kita temukan, yaitu Mutiara Inti Samudera dan Pedang Penebas Setan.”Jimbalang Loreng berucap, “Setahuku, Datuk Gastiadi telah mati dan tidak memiliki murid penerus. Maka tentu Tiga Mutiara Inti Samudera telah dia kembalikan ke kerajaan Ular Kipas.”“Kalau begitu, kita harus merampasnya dari tangan ratu penguasa di kerajaan itu,” ujar Aryajanggala.Mendengar usulan tersebut, Bayu Halimun lalu melontarkan pertanyaan, “Aku setuju dengan rencanamu itu, Arya Janggala, tapi bagaimana caranya kita menemukan letak keb
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-17
Baca selengkapnya

Bab 57 : Kagaduhan di Halaman Istana

Matahari telah tenggelam dan bintang-bintang baru saja muncul di langit. Malam itu kegaduhan besar terjadi di Negeri Awang-awang. Puluhan pasukan wanita yang bersenjatakan tombak dan pedang telah mati terbunuh. Mayat mereka bergelimpangan di halaman Istana Kerajaan Ular Kipas. Aryajanggala dan Panglima Sanca melakukan pembantaian. Keduanya berhasil menerobos masuk melewati pintu gerbang.Kala itu ratu siluman ular kipas sedang duduk di atas singgasananya. Seorang wanita pengawal pun datang dengan berlari tergesa-tegasa, dia menghadap sang ratu dan langsung menjura hormat. Wajahnya berkeringat dan nafasnya terhengal.“Gawat, Gusti Ratu! Gawat! Istana telah diserang oleh dua lelaki asing yang tak dikenal,” kata wanita pengawal itu memberitahu junjungannya.Posisi kepemimpinan di Kerajaan Ular Kipas selalu mengalami pergantian dari masa ke masa. Pada waktu Datuk Gastiadi pernah ke tempat ini untuk meminjam Tiga Mutiara Inti Samudera, saa itu tengkuk pemerintahan dipegang oleh Ratu Niranja
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-18
Baca selengkapnya

Bab 58 : Serangan Yang Licik

Panglima Sanca mendekatkan mulutnya ke kuping Aryajanggala dan berbisik, “Kekuatan perempuan itu ada pada cambuk di tangannya. Kalau kita bisa memutuskan cambuknya, mungkin dia akan lebih mudah dikalahkan.”“Iya, kau benar sekali,” Aryajanggala sependapat. “Tapi bagaimana cara untuk memutuskan cambuknya. Cambuk itu terlihat sangat kuat, bahkan tadi dengan cambuk itu dia telah melilit lehermu dan melempar dirimu jauh.”“Kaukan bisa menangkapnya dengan tangan,” ujar Panglima Sanca. “Bila kau berhasil menarik cambuk perempuan itu, maka biar aku yang akan memancungnya dengan pedang sampai putus.”“Ini pasti tidak akan mudah,” kata Aryajanggala berbisik.Gandari kembali bersiap dengan gaya kuda-kuda samping. Dia mengangkat dagu dan berseru, “Hei, apa yang sedang kalian berdua bicarakan! Ayo, maju dan hadapi aku lagi!”“Kali ini tulang-tulangmu akan kubuat remuk, hei Perempuan!” sahut Aryajanggala.Gandari memegang cambuknya dengan kedua belah tangan. Walau tendangan dari Aryajanggala tadi
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-19
Baca selengkapnya

Bab 59 : Puncak Kesaktian Aryajanggala

Ratu Kalinda Kamala akhirnya tiba di halaman istana bersama dua orang dayang. Alangkah terkejutnya dia saat melihat pemandangan di tempat tersebut, ada banyak sekali prajurit-prajuritnya yang telah tewas malam itu. Kedua dayangnya juga ikut kaget hingga mereka pun menutup mulut dengan telapak tangan.Di bawah cahaya obor dan temaram sinar bulan, sang ratu juga menyaksikan ada sesosok tubuh yang terbaring dengan bersimbah darah. Dia memandangi sosok itu agak lama, mencoba mengenali sampai akhirnya dia tahu kalau itu adalah Gandari, punggawa Kerajaan Ular Kipas.Panglima Sanca dan Aryajanggala kemudian berdiri di hadapan Ratu Kalinda Kamala. Mereka memperhatikan penampilan sang ratu dari mulai kaki hingga ke kepala. Wanita itu mengenakan jubah hijau yang dihiasi sulaman benang emas berupa gambar-gambar awan. Di atas kepalanya ada sebuah mahkota yang bertaburkan batu permata. Sosok dirinya terlihat anggun dan jelita, namun juga tampak berwibawa sebagai seorang pemimpin kerajaan.“Apakah
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-20
Baca selengkapnya

Bab 60 : Kehebatan Rantai Emas

Mengetahui kalau lawannya sudah mengeluarkan ajian pamungkas, Ratu Kalinda Kamala tidak hanya diam saja dan tercengang menyaksikan pemandangan itu, untuk menghadapi Aryajanggala, dia pun terpaksa harus menggunakan Tiga Mutiara Inti Samudera.Ratu Kalinda Kamala menadahkan tangan kanannya di depan mulut, bibirnya lalu mulai meniup, tiga butir mutiara yang bercahaya seperti bintang pun keluar dari dalam mulutnya dan berkumpul di telapak tangannya. Mutiara-mutiara itu terdiri dari tiga warna, yaitu hijau, putih, dan juga biru, semuanya tampak berkilauan. Inilah mustika Kerajaan Ular Kipas yang selama ini paling diincar di dunia persilatan.Puteri Nilam Sari serta para dayang dibuat kagum dan terpesona akan keindahan sinar yang terpancar dari mustika itu, sebab baru pertama kali ini mereka melihatnya langsung. Di sisi lain, Aryajanggala mulai mengepalkan tangan kiri di samping telinga. Bersamaan dengan itu pula, dia menarik kaki kirinya mundur ke belakang dan mengambil sikap kuda-kuda
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-21
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
10
DMCA.com Protection Status