Home / Pendekar / 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT: Chapter 61 - Chapter 70

96 Chapters

Bab 61 : Kemarahan Mpu Seta

Saat benang-benang fajar telah terbit mengakhiri waktu malam, Mpu Seta di dalam gua tempat pengasingannya masih khusyuk bermeditasi.Lelaki tua itu duduk bersila di atas sebuah batu besar, matanya terpejam, kedua tangannya terlentang di atas paha, dan tubuhnya sama sekali tidak bergerak.Kala itu cahaya obor masih menyala menerangi dinding-dinding gua, tiba-tiba dari arah luar terdengarlah ada bunyi langkah kaki.Mpu Seta yang menyadari hal itu pun langsung membuka matanya. Dia lalu menoleh ke arah pintu gua, tampaklah di sana ada bayangan manusia sedang berjalan menggunakan tongkat.Dia memperhatikan ke sosok itu, mencoba mengenali siapakah yang datang tersebut, ternyata itu tidak lain adalah Janaloka.“Sudah lama kau tak pernah lagi mengunjungiku,” kata Mpu Seta.Janaloka berjalan ke dalam ruangan gua yang diterangi cahaya obor, dia pun menatap pada Mpu Seta dan berkata, “Kau kelihatan tambah semakin tua saja, Bahuwirya.”Mpu Seta tertawa sambil menggeleng-geleng kepala. “Lalu apa b
last updateLast Updated : 2024-11-23
Read more

Bab 62 : Rencana Persaudaraan Iblis

Bayu Halimum baru saja selesai meracik ramuan dalam sebuah tempurung. Obat itu dibuat untuk mengobati Aryajanggala yang sekujur tubuhnya penuh luka bakar. Manik Maya lalu mengambil racikan itu, dia mendekatkannya ke hidung dan coba mengendus baunya.Ramuan itu mengeluarkan aroma yang khas, sebab terbuat dari racikan daun binahong, daun alpukat, daun sasaladahan, getah jarak pagar, kulit buah manggis, dan juga lidah buaya. Semua bahan tersebut ditumbuk sampai halus dalam tempurung besar dan diberi sedikit air.Manik Maya kemudian menyapukannya ke setiap luka di kulit Aryajanggala. Rasa pedih yang menyengat seketika membuat Aryajanggala terkejut.“Ah, dasar Edan! Pelan-pelanlah sedikit! Perih sekali!”Tangan kiri Manik Maya yang masih berlumur dengan ramuan langsung menempeleng pipi Aryajanggala. “Kau yang edan! Masih untung aku obati. Tidak usah berteriak!”“Iya, tapi pelan-pelan, jangan pakai amarah begitu,” pinta Aryajanggala, sambil nafasnya terhengal menahan pedih.“Sudahlah, Tarin
last updateLast Updated : 2024-11-24
Read more

Bab 63 : Amukan Raditiya

Di waktu pagi saat matahari baru terbit, Kamajaya mendengar ada orang yang mengetuk-ngetuk pintu kamarnya. Saat itu dia sedang duduk menghadap meja sambil menikmati segelas teh hangat.“Mungkin itu kakang Giandra yang sudah kembali dari Gunung Payoda,” ujar Kamajaya menduga dalam hati. Dia menghirup dulu teh hangatnya agak dua tegukan, lalu bangkit dan berjalan menuju pintu.Setelah dia membuka pintu kamar, Kamajaya pun tiba-tiba terkejut, ternyata yang berdiri di hadapannya adalah Sapardi. Wajah lelaki itu kelihatan memar seperti bekas kena pukul, hidungnya juga berdarah dan bibirnya pecah. Pemandangan itu membuat Kamajaya jadi keheranan.Sapardi langsung meremas kedua bahu Kamajaya. Dengan ekpsresi muka yang tampak sedang ketakutan, dia berkata, “Paman Raditiya mengamuk, Kakang! Dia menyerang murid-murid di depan gerbang sampai mereka tewas! Lalu setelahnya dia pun pergi entah kemana. Tidak ada yang sanggup menghalanginya.”Bola mata Kamajaya langsung membesar karena kaget mendengar
last updateLast Updated : 2024-11-25
Read more

Bab 64 : Pertarungan di Pasar

"Dasar Biadab! Berarti memang dialah yang sudah membunuh keenam murid di depan pintu gerbang tadi!” ucap Kamajaya mengutuk. Nafasnya pun jadi mendengus karena terbakar amarah.Padmarini yang berada di sebelah kiri Giandra akhirnya juga tak dapat membendung emosi yang sudah meluap. Tangannya mulai bersiap mencabut pedang di pinggang. “Tahan dulu!” ucap Giandra pada kedua sahabatnya itu. “Saat ini paman Raditiya sedang di luar ke sasaran, kita harus berhati-hati.”Kamajaya menoleh pada Giandra dan berkata, “Maaf, Kakang. Orang seperti dia ini harus segera dikirim ke neraka!”“Tunggu, Kamajaya, Sabar!” Giandra menghalangkan tangan kanannya di depan dada Kamajaya, berusaha menahan lelaki itu agar tidak ceroboh.Tapi Kamajaya sudah sangat terbakar amarah, meski Giandra melarangnya supaya jangan terburu-buru bertindak, namun dia tetap berlari ke depan dan langsung mencabut pedang dari punggungnya. Seperti banteng yang memburu kain merah sang matador, Kamajaya berlari tanpa memikirkan apa
last updateLast Updated : 2024-11-26
Read more

Bab 65 : Kehebohan Para Penonton

Seperti manusia yang tengah dirasuki roh jahat, Raditiya berjalan menghampiri Giandra. Dari Sorot mata dan raut mukanya menyiratkan bahwa dia sudah tidak lagi mengenali siapa pun. Yang memenuhi hati Raditiya saat ini hanyalah hasrat untuk membunuh. Pengaruh buruk dari ilmu yang tidak tuntas dia pelajari mungkin telah mengubah jiwanya menjadi iblis. Giandra mengambil sikap pasang, dia bersiap menanti apa yang akan diperbuat oleh Raditiya, namun tiba-tiba, ada sesosok makhluk hitam melompat dari atap warung.Giandra terkejut, sosok itu berdiri membalakanginya dan menghadap ke Raditiya.“Hah, siapa makhluk ini? rasa-rasanya aku pernah melihat,” bisik Giandra pada dirinya sendiri.Makhluk hitam yang berbadan jangkung itu lalu menoleh ke belakang, dan Giandra pun langsung bisa mengenali wajah itu, ternyata dia adalah si Pangeran Kelelawar, siluman yang tempo hari pernah Giandra temui sewaktu dalam perjalanan ke Gunung Payoda.
last updateLast Updated : 2024-11-27
Read more

Bab 66 : Ide di Saat Genting

Giandra kembali bangun. Dalam hati dia membatin "Bagaimana caranya mengalahkan Raditiya? Bahkan Tenaga Dalam Inti Indurashmi pun tidak mampu menandingi kehebatan ajian miliknya.”Dengan langkah yang tidak seimbang seperti orang mabuk, Raditiya berjalan menuju Giandra, tampaknya dia hendak menyerang lagi untuk mengakhiri pertarungan ini.Giandra terus berpikir untuk mencari sebuah ide, dia yakin pasti ada usaha yang dapat dilakukan untuk mematahakan ajian Tatapan Rajawali Menembus Awan.Raditiya bersiap untuk menggunakan lagi ilmunya. Giandra yang melihat itu pun juga mengambil sikap sedia. Para penonton yang menyaksikan di tepi juga ikut merasa berdebar. Mereka berharap kalau Giandra tidak akan kalah.Saat Raditiya akan mulai menyerang, tiba-tiba muncullah sebuah gada berduri yang melayang dari arah belakangnya, menghantam ke tengkuk Raditiya hingga membuatnya terjerungkup.“Hah, lihat! Ada satu siluman lagi yang muncul!” teriak seorang penonton.Penonton lain kemudian berucap, “Wah,
last updateLast Updated : 2024-11-29
Read more

Bab 67 : Penyesalan Seorang Pendosa

Dari kejauhan, terlihat seekor kuda hitam datang berlari menuju kerumunan para penonton. Kuda itu meringkik nyaring, membuat orang-orang terkejut dan langsung menepi untuk memberinya jalan.Giandra memicingkan pandangannya saat melihat si penunggang kuda itu. Ternyata yang datang tersebut adalah Waluyo, orang yang selama ini akrab dia panggil sebagai kakek.Waluyo tidak tahu apa yang sedang terjadi di sini. Batinnya pun heran menyaksikan mengapa banyak warga yang berkerumun.Dia melihat kalau saat itu Raditiya tengah berusaha bangkit, pakaian depannya hangus terbakar, lalu berjalan dengan terseok.Di sisi lain, Waluyo juga melihat Giandra yang penuh keringat dan tampak kelelahan. Akhirnya Waluyo pun menduga kalau telah terjadi perseteruan di Perguruan Rajawali Angkasa sehingga menyebabkan terjadi pertarungan.Sambil duduk di atas kuda hitam, Waluyo menyapukan juga pandangannya ke berbagai arah. Dia melihat ada siluman kera putih yang terbaring tak berdaya dengan mulut berdarah, dan t
last updateLast Updated : 2024-11-30
Read more

Bab 68 : Penyerahan Pedang Pusaka

Kamajaya terbaring lemas di atas ranjang. Padmarini telah selesai mengolesinya dengan ramuan obat. Kini dia hanya diam istirahat, mencoba berpejam dan mengatur aliran nafas, supaya rasa perih di sekujur badannya bisa lebih berkurang.Padmarini, Giandra, dan juga Waluyo duduk berbincang di kamar itu tidak jauh dari tempat Kamajaya berbaring. Mereka sedang menghadapi meja hidangan sambil menikmati air rebusan daun kopi.Giandra dan Padmarini menceritakan kepada Waluyo tentang segala hal yang telah terjadi di padepokan mereka beberapa hari ini. Orang tua itu pun bisa mengerti dan memakluminya.Tidak lupa pula Giandra mengisahkan tentang perjalanannya kemarin ke puncak Gunung Payoda, mulai dari kisah pertemuannnya dengan para dayang siluman ular kipas, pertarungannya melawan Gandari, hingga perjumpaannya dengan Pangeran Kelelawar dan Sabda Alam.Waluyo tersenyum kagum pada Giandra. Dia berkata, “Jadi siluman kelelawar hitam dan siluman kera putih itu ad
last updateLast Updated : 2024-12-08
Read more

Bab 69 : Ketakutan Yang Tak Mungkin Dielakkan

Sekian lama mereka bertiga berbicang sambil minum air rebusan daun kopi, tak terasa kini hari sudah semakin siang. Waluyo pun berniat untuk beranjak pergi meninggalkan perguruan itu. Hati Waluyo sekarang sudah lega, karena Pedang Penebas Setan hari ini telah dia antarkan kepada ahli waris yang berhak.Waluyo berkata, “Giandra, karena kau adalah putra dari Anindhita dan sekaligus cucu Datuk Subrata, maka Pedang Penebas Setan aku serahkan kepadamu sebagai orang yang berhak. Gunakanlah pedang ini dengan sebaik-baiknya untuk menumpas semua kejahatan.”Waluyo kemudian mengambil gelas di meja dan segera menghabiskan minumannya, menandakan kalau waktu bertamunya sudah cukup dan sebentar lagi ingin pulang ke Desa Batu Delima. Tapi belum sempat dia mengucapkan kata pamit kepada Giandra dan Padmarini, tiba-tiba dari luar terdengarlah ada bunyi langkah seseorang sedang berlari.Pintu yang semula tertutup rapat tiba-tiba terbuka. Rupanya itu adalah Sapardi. Dengan sangat terburu-buru dan tampak k
last updateLast Updated : 2024-12-09
Read more

Bab 70 : Dendam Lama Yang Menyala Kembali

Ketika Giandra, Padmarini, dan juga Waluyo telah sampai di halaman padepokan, mereka melihat kalau anak-anak murid sudah ramai berkumpul. Semuanya berbaris dalam keadaan siaga dan masing-masing menggengam golok.Melihat Giandra yang sudah muncul, para murid itu pun segera memberinya jalan. Giandra melangkah melewati bahu-bahu mereka hingga akhirnya berdiri di tempat paling depan.Sorot matanya langsung tertuju pada lelaki bertopeng yang barbadan paling jangkung dan memakai jubah hitam lebar. Giandra yakin kalau orang yang tegak di hadapannya itu adalah lelaki yang bernama Argani Bhadrika.Kemudian dia juga memperhatikan pada pendekar-pendekar yang lain, firasatnya berkata bahwa semua tamu yang datang ini adalah orang-orang yang berbahaya. Dia tidak boleh meremehkan mereka.“Apa dirimu yang memimpin padepokan ini?” tanya Panglima Sanca memulai percapakan.Giandra balik bertanya, “Ada urusan apa kalian datang ke perguruan kami?”Panglima Sanca mendengus. Dia berkata, “Heh, aku ingin men
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status