Home / Pendekar / 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT / Bab 66 : Ide di Saat Genting

Share

Bab 66 : Ide di Saat Genting

Author: Adil Perwira
last update Last Updated: 2024-11-29 16:43:56

Giandra kembali bangun. Dalam hati dia membatin "Bagaimana caranya mengalahkan Raditiya? Bahkan Tenaga Dalam Inti Indurashmi pun tidak mampu menandingi kehebatan ajian miliknya.”

Dengan langkah yang tidak seimbang seperti orang mabuk, Raditiya berjalan menuju Giandra, tampaknya dia hendak menyerang lagi untuk mengakhiri pertarungan ini.

Giandra terus berpikir untuk mencari sebuah ide, dia yakin pasti ada usaha yang dapat dilakukan untuk mematahakan ajian Tatapan Rajawali Menembus Awan.

Raditiya bersiap untuk menggunakan lagi ilmunya. Giandra yang melihat itu pun juga mengambil sikap sedia. Para penonton yang menyaksikan di tepi juga ikut merasa berdebar. Mereka berharap kalau Giandra tidak akan kalah.

Saat Raditiya akan mulai menyerang, tiba-tiba muncullah sebuah gada berduri yang melayang dari arah belakangnya, menghantam ke tengkuk Raditiya hingga membuatnya terjerungkup.

“Hah, lihat! Ada satu siluman lagi yang muncul!” teriak seorang penonton.

Penonton lain kemudian berucap, “Wah,
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 67 : Penyesalan Seorang Pendosa

    Dari kejauhan, terlihat seekor kuda hitam datang berlari menuju kerumunan para penonton. Kuda itu meringkik nyaring, membuat orang-orang terkejut dan langsung menepi untuk memberinya jalan.Giandra memicingkan pandangannya saat melihat si penunggang kuda itu. Ternyata yang datang tersebut adalah Waluyo, orang yang selama ini akrab dia panggil sebagai kakek.Waluyo tidak tahu apa yang sedang terjadi di sini. Batinnya pun heran menyaksikan mengapa banyak warga yang berkerumun.Dia melihat kalau saat itu Raditiya tengah berusaha bangkit, pakaian depannya hangus terbakar, lalu berjalan dengan terseok.Di sisi lain, Waluyo juga melihat Giandra yang penuh keringat dan tampak kelelahan. Akhirnya Waluyo pun menduga kalau telah terjadi perseteruan di Perguruan Rajawali Angkasa sehingga menyebabkan terjadi pertarungan.Sambil duduk di atas kuda hitam, Waluyo menyapukan juga pandangannya ke berbagai arah. Dia melihat ada siluman kera putih yang terbaring tak berdaya dengan mulut berdarah, dan t

    Last Updated : 2024-11-30
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 68 : Penyerahan Pedang Pusaka

    Kamajaya terbaring lemas di atas ranjang. Padmarini telah selesai mengolesinya dengan ramuan obat. Kini dia hanya diam istirahat, mencoba berpejam dan mengatur aliran nafas, supaya rasa perih di sekujur badannya bisa lebih berkurang.Padmarini, Giandra, dan juga Waluyo duduk berbincang di kamar itu tidak jauh dari tempat Kamajaya berbaring. Mereka sedang menghadapi meja hidangan sambil menikmati air rebusan daun kopi.Giandra dan Padmarini menceritakan kepada Waluyo tentang segala hal yang telah terjadi di padepokan mereka beberapa hari ini. Orang tua itu pun bisa mengerti dan memakluminya.Tidak lupa pula Giandra mengisahkan tentang perjalanannya kemarin ke puncak Gunung Payoda, mulai dari kisah pertemuannnya dengan para dayang siluman ular kipas, pertarungannya melawan Gandari, hingga perjumpaannya dengan Pangeran Kelelawar dan Sabda Alam.Waluyo tersenyum kagum pada Giandra. Dia berkata, “Jadi siluman kelelawar hitam dan siluman kera putih itu ad

    Last Updated : 2024-12-08
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 69 : Ketakutan Yang Tak Mungkin Dielakkan

    Sekian lama mereka bertiga berbicang sambil minum air rebusan daun kopi, tak terasa kini hari sudah semakin siang. Waluyo pun berniat untuk beranjak pergi meninggalkan perguruan itu. Hati Waluyo sekarang sudah lega, karena Pedang Penebas Setan hari ini telah dia antarkan kepada ahli waris yang berhak.Waluyo berkata, “Giandra, karena kau adalah putra dari Anindhita dan sekaligus cucu Datuk Subrata, maka Pedang Penebas Setan aku serahkan kepadamu sebagai orang yang berhak. Gunakanlah pedang ini dengan sebaik-baiknya untuk menumpas semua kejahatan.”Waluyo kemudian mengambil gelas di meja dan segera menghabiskan minumannya, menandakan kalau waktu bertamunya sudah cukup dan sebentar lagi ingin pulang ke Desa Batu Delima. Tapi belum sempat dia mengucapkan kata pamit kepada Giandra dan Padmarini, tiba-tiba dari luar terdengarlah ada bunyi langkah seseorang sedang berlari.Pintu yang semula tertutup rapat tiba-tiba terbuka. Rupanya itu adalah Sapardi. Dengan sangat terburu-buru dan tampak k

    Last Updated : 2024-12-09
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 70 : Dendam Lama Yang Menyala Kembali

    Ketika Giandra, Padmarini, dan juga Waluyo telah sampai di halaman padepokan, mereka melihat kalau anak-anak murid sudah ramai berkumpul. Semuanya berbaris dalam keadaan siaga dan masing-masing menggengam golok.Melihat Giandra yang sudah muncul, para murid itu pun segera memberinya jalan. Giandra melangkah melewati bahu-bahu mereka hingga akhirnya berdiri di tempat paling depan.Sorot matanya langsung tertuju pada lelaki bertopeng yang barbadan paling jangkung dan memakai jubah hitam lebar. Giandra yakin kalau orang yang tegak di hadapannya itu adalah lelaki yang bernama Argani Bhadrika.Kemudian dia juga memperhatikan pada pendekar-pendekar yang lain, firasatnya berkata bahwa semua tamu yang datang ini adalah orang-orang yang berbahaya. Dia tidak boleh meremehkan mereka.“Apa dirimu yang memimpin padepokan ini?” tanya Panglima Sanca memulai percapakan.Giandra balik bertanya, “Ada urusan apa kalian datang ke perguruan kami?”Panglima Sanca mendengus. Dia berkata, “Heh, aku ingin men

    Last Updated : 2024-12-10
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 71 : Menelan Ludah Kekalahan

    Sambil menahan rasa nyeri di lambung sebelah kirinya, Panglima Sanca berusaha bangkit dan berjalan mundur. Karena senjatanya telah patah, tidak mungkin lagi baginya untuk melawan Giandra.Panglima Sanca memperhatikan pada pedang bergagang perak yang digenggam oleh Giandra, tiba-tiba mengingatkannya kembali pada peristiwa silam sewaktu bertarung melawan seorang pendekar wanita yang mengawal Permaisuri Sri Dewi Jayasri, kini dia tahu kalau ternyata Giandra adalah anak dari Anindhita yang dahulu juga pernah mematahkan pedang miliknya.Manik Maya jadi penasaran dan merasa tertarik setelah melihat Giandra mulai menggunakan pedang. Dia pun juga kini mencabut pedang di pinggangnya. Sekarang gilirannyalah untuk bertarung menggantikan Aryajanggala dan Panglima Sanca yang sudah kalah.“Aku ingin tahu jurus pedang apa saja yang dikuasai oleh pemuda ini,” ucap Manik Maya ke Argani Bhadrika.“Majulah. Hadapi dia,” perintah Argani Bhadrika pada

    Last Updated : 2024-12-11
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 72 : Pertarungan Giandra dan Argani

    Sesaat terjadi saling tatap antara Giandra dengan ketua Persaudaraan Iblis itu. Momen ini bagi Giandra terasa datang begitu cepat. Rasanya baru kemarin dia mendengar cerita dari mendiang gurunya tentang si lelaki bertopeng yang membuat huru-hara di dunia persilatan, hari ini dia sudah berhadapan langsung dengan bajingan tersebut.Ayahnya sendiri butuh waktu delapan belas tahun berlatih ilmu kanuragan untuk mempersiapkan diri melawan Argani, sedangkan Giandra baru semalam turun dari padepokan dan baru beberapa kali melakukan pertarungan, dia sebenarnya ragu apakah dirinya mampu mengimbangi kekuatan Argani Bhadrika.Perasaan Giandra tiba-tiba gugup, jantungnya berdebar-debar, kulit tubuhnya pun mulai terasa dingin karena darahnya turun. Namun dia berusaha melawan ketakutan itu, Giandra pun memasang sikap kuda-kuda sebagai pertahanan, dia berharap Pedang Penebas Setan yang dia genggam akan mengalirkan lagi energi ke dalam dirinya.Argani Bhadrika berkata, “Ka

    Last Updated : 2024-12-12
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 73 : Sepuluh Lingkaran Cahaya

    Tiga puluh orang anak murid yang dari tadi hanya menonton kini mulai ketakutan. Mereka tak percaya kalau Giandra telah dikalahkan oleh penjahat, padahal di mata mereka semua sosok Giandra adalah senior yang paling hebat dan juga paling mereka kagumi.Salah seorang dari anak murid itu berkata ke teman-temannya yang lain, “Kita tidak boleh hanya diam jadi pengecut! Kita harus membantu kakang Giandra. Perguruan Rajawali Angkasa tidak boleh tunduk pada Persaudaraan Iblis!”Murid yang lain lalu menjawab, “Ya, betul! Kita juga harus ikut bertarung. Kita semua bukan pengecut!”Jimbalang Loreng mendengar pembicaraan para anak murid tersebut. Dia tahu kalau mereka sekarang hendak ikut campur, kedua tangannya pun terkepal, keinginan untuk membantai muncul dalam dirinya.Celeng Ireng ternyat maju duluan. Siluman babi itu menghentakkan tombak trisulanya ke tanah. Dia menoleh ke Jimbalang Loreng yang berdiri di belakangnya. “Aku tahu kala

    Last Updated : 2024-12-13
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 74 : Zirah Hijau dari Sisik Naga

    Argani berjalan membelakangi Giandra yang terbaring lemah. Dia berkata, “Kekuatanmu masih belum ada apa-apanya dibandingkan denganku, Pendekar Muda. Dari tadi kau memang keras kepala.”Giandra berjuang lagi untuk bangkit. Lututnya sekarang gemetar. Dia terbatuk dan kembali dari mulutnya kelua darah. Dengan badan yang bungkuk karena menahan sakit, dia berjalan menghampiri Argani Bhadrika.Argani dapat mendengar bunyi langkah kaki yang mendekatinya dari belakang itu. “Heh, aku salut padamu. Rupanya kau masih kuat berdiri. Tampaknya kau memang ingin mati hari ini!”“Hah hah hah hah.” Giandra terhengal. Dia berkata pada Argani, “Aku tidak boleh kalah dari penjahat bajingan sepertimu.”“Tapi nyatanya kau sudah kalah,” ucap Argani. Lelaki bertopeng itu pun membalik badan dan menatap pada Giandra. “Baiklah jika memang kau ingin tewas di tanganku, mari kita selesaikan semuanya sekarang.”Argani Bhadrika mengangkat Pedang Penebas Setan di tangan kirinya. Dia bersiap mengayunkan pedang tersebut

    Last Updated : 2024-12-14

Latest chapter

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 117 : Saling Mengatur Strategi Perang

    Pagi hari saat surya baru mulai terbit di langit timur, sekitar dua ribu orang prajurit tengah berkumpul di depan pintu gerbang Istana Kerajaan Jayakastara. Pagi ini mereka bersiap-siap untuk melakukan penggempuran ke lokasi yang jadi tempat persembunyian Persaudaraan Iblis.Patih Tubagus Dharmasuri, selaku komandan tertinggi yang bertugas memimpin seluruh pasukan, berdiri tegak di hadapan para prajuritnya, para senopati, dan juga para pendekar. Laki-laki tua itu menyampaikan pidato sebelum sebelum mereka akan bergerak ke sarang musuh.“Sekarang telah tiba waktunya bagi kita untuk memusnahkan Persaudaraan Iblis yang selama ini meresahkan masyarakat. Demi melindungi umat manusia, dan demi mempertahankan kerajaan Jayakastara, aku harap kalian sudah siap bertempur walau hingga titik darah penghabisan. Apa kalian sanggup!”“Ya, kami sanggup!” sahut semua yang hadir dengan penuh semangat.“Bagus, itulah kesetiaan yang diinginkan o

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 116 : Dendam Kesumat Nyai Jamanika

    Semua anggota Persaudaraan Iblis saling merapat satu sama lain. Mereka ngeri dengan apa yang sebentar lagi akan terjadi. Dunia bagaikan hendak kiamat. Berulangkali suara guntur meraung-raung di angkasa!“Gawat! Argani sudah benar-benar mencapai puncak amarahnya. Dia akan menggunakan jurus Hujan Halilintar Menggempur Bumi,” sebut Jimbalang Loreng memberitahu pada teman-temannya.“Hah, jurus Halilintar Menggempur Bumi? Darimana kau bisa tahu kalau ketua kita memiliki ilmu semacama itu?” tanya Manik Maya serasa tak percaya.“Dia pernah mengisahkannya padaku,” jawab Jimbalang Loreng. “Jurus ini merupakan puncak tertinggi dari ajian Tatapan Rajawali Menembus Awan sejauh yang dikuasai oleh Argani. Aku khawatir kalau dia akan kehilangan kesadarannya akibat pengaruh dari kedahsyatan jurus ini.”Panglima Sanca terus memperhatikan betapa seram pemandangan di langit. Dia rasa kalau sebentar lagi sambaran-sambaran petir yang bertubi-tubi akan turun dari atas sana. Bukan hanya Nyai Jamanika yang n

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 115 : Puncak Kemarahan Argani Bhadrika

    “Hmmh.” Nafas Nyai Jamanika berdengus seperti banteng. Tatapan matanya yang mengerikan memandangi pada semua orang satu persatu bak singa kelaparan.Semua anggota Persaudaraan Iblis yang hadir di tempat itu merasakan aura kegelapan yang sangat kuat terpancar dari si nenek peot tersebut. Padahal tadi energinya terasa biasa-biasa saja, namun sekarang Nyai Jamanika sudah mulai menampakkan kalau dia bukanlah nenek sembarangan.Jimbalang Loreng dan para anggota yang lain akhirnya gentar. Semakin lama pancaran aura kegelapan si nenek itu semakin meningkat. Apakah tak lama lagi dia akan mengamuk di sarang Persaudaraan Iblis? Jika hal itu terjadi, maka tak ada satu pun yang mampu menandingi kesaktiannya.“Tenanglah, hai Nyai,” bujuk Panglima Sanca. “Sebentar lagi ketua kami akan datang ke sini. Kami tak ingin kalau harus ribut denganmu.”Nyai Jamanika tersenyum kecut. Dia kembali memandangi semua orang dengan sorot matanya yang tajam. “Aku tidak suka kalau harus lama-lama menunggu. Sepertinya

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 114 : Orang Asing

    Karena memisahkan diri dari orang-orang dan tidak mau ikut berkumpul bersama yang lain, Patrioda duduk bersila di atas ranjang dalam kamar tamu tempat dia beristirahat. Hatinya betul-betul kesal dengan kemunculan Giandra di istana ini.“Hmmh. Pendekar muda itu kelihatan sekali ingin cari muka di hadapan para petinggi kerajaan. Padahal baru cuma bisa mengobati orang yang keracunan saja, tapi lagaknya sudah macam pahlawan.”Sambil memangku kedua tangan di bawah dada, Patridoa diam sebentar dan merenung. Dia sadar kalau kehadiran Giandra di istana ini bisa menjadi sumber perhatian banyak orang, apalagi Patrioda sangat takut jika Puteri Seroja yang jadi dambaan hatinya nanti akan diganggu oleh Giandra.“Kalau sampai pemuda itu berani mendekati Puteri Serojaku, aku tidak segan-segan untuk menendangnya keluar dari istana ini. Cuih! Apa hebatnya dia itu!”Sebelum memutuskan untuk pergi dari padepokan Lenggo Geni dan bergabung di kerajaan ini, Patrioda sudah membayangkan bahwa dia harus bisa m

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 113 : Diam-diam Menguping

    Setelah selesai mengobati Prabu Surya Buana di kamarnya, Giandra dan Tubagus Dharmasuri segera dibawa lagi oleh Senopati Wibisana untuk menemui Mpu Bhiantar dan Senopati Taraka yang juga sedang demam akibat keracunan.Dua orang yang sakit itu berada di sebuah ruangan khusus dalam lingkungan istana. Mereka tengah berbaring ditemani oleh Abirama dan juga Alindra.Senopati Wibisana mengetuk pintu dari luar. Alindra pun berdiri dan membukakannya.“Bagaimana keadaan mereka?” tanya Senopati Wibisana.Alindra hanya menggeleng. “Kami sudah memberikan mereka berdua ramuan obat, tapi nampaknya tidak mempan. Aku dan kakang Abirama bahkan tidak tahu jenis racun apa yang digunakan oleh Manik Maya.”Senopati Wibisana lalu melangkah masuk ke dalam ruangan, begitu pula Tubagus Dharmasuri dan Giandra, keduanya mengikutnya di belakang.Mpu Bhiantar kelihatan menggigil seperti orang yang sangat kedinginan. Nafasnya terdengar sesak. Seme

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 112 : Mengobati Sang Prabu

    Giandra dan Tubagus Dharmasuri akhirnya tiba juga di Istana Jayakastara saat hari sudah malam. Baru sebentar mereka melewati para pengawal di depan gerbang dan masuk ke halaman, tiba-tiba Senopati Wibisana langsung muncul menghampiri keduanya.Senopati Wibisana kelihatan kalang kabut. Dia berjalan sangat cepat, membuat Tubagus Dharmasuri jadi curiga kalau telah terjadi sesuatu.“Untunglah Gusti Patih telah kembali. Kita sedang ada masalah di Istana!”Tubagus Dharmasuri memberi isyarat dengan telapak tangan agar Senopati Wibisana tenang dan jangan seperti orang kebangkaran jenggot begitu.“Memangnya ada masalah apa? Bicaralah pelan-pelan.”“Ada orang jahat yang menaruh racun ke dalam tempayan. Gusti Prabu Surya Buana, Senopati Taraka, dan Mpu Bhiantar langsung tiba-tiba mengalami demam parah setelah minum kopi beberapa saat yang lalu.”Tubagus Dharmasuri memandang ke Giandra. “Sepertinya kita terlamba

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 111 : Terciduk di Dapur

    Matahari hampir terbenam di kaki cakrawala. Langit senja sudah semakin pucat. Sebentar lagi hari akan beranjak menuju malam. Dua orang pengawal yang tegak di depan gerbang istana tiba-tiba didatangi oleh laki-laki dan wanita yang mengendarai kereta kuda, mereka tampak membawa peti-peti berukuran besar.Manik Maya kala itu tengah menyamar dengan berpenampilan seperti seorang saudagar kaya raya, sedangkan Bayu merahasiakan tampangnya dengan menutup kepala menggunakan kain hitam.“Berhenti! Siapa kalian berdua? ada urusan apa datang ke istana? Sepertinya kalian bukan orang asli sini,” kata salah satu pengawal.Manik Maya pun mulai mengarang-ngarang cerita. “Kami berdua adalah saudagar dari tempat yang sangat jauh. Sengaja datang kemari untuk menghaturkan hadiah kepada gusti prabu agar beliau mau mendoakan suamiku yang sedang menderita sakit cacar.”Pengawal itu pun memperhatikan ke Bayu Halimun yang kepalanya tertutup kain hitam. &ldq

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 110 : Terpaksa Tunduk

    Beberapa saat waktu telah berlalu. Bayu Halimun dan Manik Maya akhirnya terbangun dari ketikdasaran mereka.Saat keduanya membuka mata, mereka memperdapati kondisi tubuh mereka yang digantung terbalik dengan kaki di atas dan kepala menghadap ke bawah.Badan Bayu Halimun dan Manik Maya dililit dengan kencang oleh akar-akar besar dan juga tumbuhan melayap. Mereka sekarang merasa pusing, sebab seluruh aliran darah menumpuk di bagian kepala.Keduanya mencoba untuk menggerak-gerakkan badan supaya bisa lepas. Namun usaha itu sia-sia belaka. Hanya membuang-buang tenaga dan membikin kepala mereka jadi tambah berdenyut.Nyai Jamanika berjalan di bawah sambil menggunakan tongkat. Dia gelak sekali mentertawakan dua pendekar itu. Kini kegeraman si nenek jelek itu telah terbayarkan dan hatinya pun puas.“Siapa suruh kalian mau coba-coba kabur dariku? Aku meminta baik-baik supaya kalian mengantarku menemui ketua Persaudaraan Iblis, tapi kalian malah cara g

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 109 : Sihir Kabut Hitam Delapan Penjuru

    Manik Maya menduga kalau ada dendam kesumat di hati Nyai Jamanika terhadap Mpu Bhiantar. Pasalnya si nenek berwajah mengerikan ini dahulu pernah ingin merebut kitab catatan racun milik Nyai Maheswari, hingga terjadilah pertarungan di antara keduanya.Dalam perkelahian tersebut hampir saja Nyai Maheswari kalah, tapi Mpu Bhiantar tiba-tiba muncul dan ikut campur, dia menyiramkan ke wajah Nyai Jamanika racun yang bernama “Getah Buah Hutan”. Itu yang membuat wajah Nyai Jamanika pun jadi rusak hingga sekarang.“Katakanlah, hai Nenek Peot, untuk apa dari tadi kau mengendengarkan pembincaraan kami.” desak Bayu Halimun. Dia curiga kalau si nenek ini mata-mata dari kerajaan.“Sebetulnya aku cuma kebetulan lewat dan bertemu kalian di sini. Jika memang kalian ingin berperang melawan Prabu Surya Buana dan para bawahannya, aku tertarik untuk ikut bergabung,” ujar Nyai Jamanika.Bayu Halimun merasa ragu mendengar hal itu. Dia berkata

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status