Home / Pendekar / 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT: Chapter 11 - Chapter 20

96 Chapters

Bab 11 : Persaudaraan Iblis

Di kala kegelapan malam semakin larut, sebagian bintang-bintang pun telah lenyap, kabut hitam yang tebal keluar dari kawah Gunung Ratri, menyelimuti puncaknya yang tinggi dan bergerak hingga ke kakinya.Di lereng gunung tersebut ada suatu area hutan yang penuh dengan pohon-pohon beringin besar. Tempat itu merupakan wilayah yang sangat sunyi, bukan kawasan yang biasa dijamah oleh para pemburu hewan.Di situ berkumpullah empat orang pendekar. Mereka sedang berdiri membentuk lingkaran. Kabut yang menyelimuti di sekeliling mereka seakan tidak mereka pedulikan.Enam belas batang bambu panjang tertancap di sekitaran tempat itu. Pada setiap ujung batangnya dinyalakan api sebagai pencahayaan. Itulah yang jadi sumber penerang sehingga mereka masih bisa melihat wajah satu sama lain.Keempat pendekar ini menamai kelompoknya sebagai Persaudaraan Iblis. Pemimpin tertinggi mereka ialah Argani Bhadrika, dia seorang lelaki bertopeng yang tak pernah ingin menampakkan wajah aslinya.Di antara anggota y
last updateLast Updated : 2024-10-24
Read more

Bab 12 : Perang Antara Cahaya & Kegelapan

Dalam sebuah gua yang diterangi cahaya obor, Mpu Seta sedang melakukan meditasi. Dia hanya duduk bersila dan diam sambil menyatukan dua telapak tangan. Bola matanya terpejam, aliran nafasnya naik dan turun dengan sangat tenang, setenang suasana malam di tengah hutan belantara.Tiba-tiba seorang kakek bertubuh tinggi muncul secara ajaib di hadapannya. Kakek tua tersebut mengenakan jubah kuning, celana kuning, dan ikat kepala yang juga berwarna kuning. Rambutnya tergerai panjang dan lurus, putih dan berkilauan seperti perak.Mpu Seta pun pelan-pelan membuka mata. Sosok itu berdiri tegak dengan tubuh yang tinggi semampai. Sanggul di puncak kepala si kakek itu hampir saja menyentuh langit-langit gua. Mpu Seta dapat mengenali kalau yang datang ini adalah sukma dari mendiang gurunya, yaitu Resi Cakrasyananda.Mpu Seta langsung turun dari atas batu besar tempat dia duduk. Kini dia berdiri sambil membungkukkan badan menjura hormat.“Ada perihal apa yang mem
last updateLast Updated : 2024-10-24
Read more

Bab 13 : Perjalanan ke Lembah Cendana

Matahari bersinar terang. Gumpalan awan-awan putih menghiasi langit biru. Cuaca di hari itu sangat baik, namun juga terasa panas menjilati kulit.Setelah berjalan kaki cukup jauh meninggalkan desa Tanjung Bambu, Jaka Purnama menumpangi sebuah rakit untuk menyeberang sungai, hingga tibalah dia di suatu kampung yang ramai dengan para penduduk.Jaka Purnama berjalan menyusuri kampung tersebut. Para pedagang terlihat berjualan di pinggiran jalan. Ada banyak sayur-sayuran, buah-buah segera, dan juga aneka manik-manik yang jadi kesukaan para gadis remaja.Seorang pengemis tua yang berbadan bungkuk tiba-tiba muncul mendekati Jaka Purnama, Dia berpakaian compang-camping, menadahkan tempurung yang kosong dengan kedua tangan.“Saya sudah dua hari belum makan, Tuan. Sudilah Tuan memberi saya sedikit uang,” ujar pengemis itu meminta.Jaka Purnama pun mengambil beberapa keping uang dari buntalan kain yang tergantung di pinggangnya, lalu dia memasukkannya ke dalam tempurung kosong yang dipegang ole
last updateLast Updated : 2024-10-24
Read more

Bab 14 : Pertarungan Yang Membuat Heboh

“Kurang ajar! Siapa yang berani ikut campur!” teriak si lelaki berkepala botak itu dengan penuh amarah.Jaka Purnama yang duduk di tempat paling belakang pun berucap padanya, “Tindakanmu sungguh sangat keterlaluan! Menggunakan kekuatan untuk menindas orang yang lemah. Benar-benar memalukan!”Pemimpin rombongan itu menatap ke Jaka Purnama dengan bola mata yang menyala seperti bara api. “Keparat! Ternyata kau yang tadi menyerangku secara diam-diam!” Dia lalu berkata kepada semua anak buahnya, “Ayo, kalian tunggu apalagi? Cepat hajar dia!”Para lelaki itu pun mencabut golok-golok mereka dari pinggang dan hendak menyerang Jaka Purnama.Jaka Purnama segera berdiri dan langsung bersalto depan melompati meja. Saat kedua kakinya menginjak di lantai dengan hentakan yang kuat, dia pun langsung mengambil sikap kuda-kuda samping. Satu orang lelaki di antara mereka pun maju seperti macan yang kelaparan. Sera
last updateLast Updated : 2024-10-24
Read more

Bab 15 : Saling Tolong Menolong

Jaka Purnama menjura hormat kepada dua orang pendekar yang telah membantunya itu. “Terimakasih banyak, Sobat berdua telah membantuku menghadapi para bromocorah tadi. Perkenalkan, namaku Jaka Purnama, dari Desa Tanjung Bambu.”Sambil memegang pedang yang sudah tersarung, lelaki berbaju abu-abu dengan rambut panjang yang tersanggul di puncak kepalanya juga balas memberi hormat.“Tidak perlu berterimakasih, Sobat. Sudah menjadi kewajiban kita para pendekar untuk menumpas kejahatan. Perkenalkan,. namaku Abirama, dan ini adalah adik kandungku, Alindra. Kami dari perguruan Teratai Jingga di balik Bukit Sarang Merpati.”“Perguruan Teratai Jingga?” Sejenak Jaka Purnama mengerutkan dahi. Dia merasa pernah mendengar nama itu. “Oh, iya, aku baru ingat. Ternyata kalian adalah murid Nyai Maheswari. Beliau seorang tokoh pendekar wanita yang terkenal ahli dalam ilmu pengobatan.”“Betul sekali, Kakang Pendekar,” ujar Alindra. “Rupanya Kakang juga mengetahui tentang guru kami.”Abirama lalu bertanya,
last updateLast Updated : 2024-10-25
Read more

Bab 16 : Makhluk Penjaga Lembah Cendana

Bab 16 : Makhluk Penjaga Lembah CendanaBerminggu lamanya perjalanan panjang ditempuh, hutan dan tebing perbukitan telah dilewati, sungai-sungai telah diseberangi, dan segala rintangan maupun marabahaya sudah dihadapi. Ketika siang panas matahari menjilati kulit, dan saat malam tiba dinginnya udara menusuk ke tulang, namun apapun itu, tak dapat menyurutkan semangat Jaka Purnama.Kini tibalah dia di tempat yang menjadi tujuannya, yaitu Lembah Cendana. Kawasan ini dikelilingi oleh pegunungan yang terlatak pada empat penjuru mata angin.Di sebelah Timur tampaklah satu gunung yang paling tinggi. Setiap kali matahari terbit di waktu pagi, maka cahayanya akan terlihat terang benderang di puncak gunung itu, sehingga dinamakanlah ia sebagai Gunung Bhanurasmi, yaitu gunung matahari.Di sebelah Barat ada tiga barisan gunung yang bernama Bukit Tiga Baris, di sebelah Utara ada dua buah gunung yang rapat dan dinamai Gunung Bujang Dara, sedangkan di sebelah Selatan ada satu gunung yang paling kecil
last updateLast Updated : 2024-10-25
Read more

Bab 17 : Bertemu Sahabat Lama Guru

Tak lama setelah perjumpaannya dengan siluman musang, tiba-tiba Jaka Purnama melihat lagi dari balik pohon muncul seorang lelaki tua berbaju hijau dengan rambut putih yang tersanggul. Dia berjalan menggunakan tongkat dan menghampiri Jaka Purnama.Orang tua itu berkumis tebal dan memiliki jenggot yang panjang hingga ke pusat, semuanya tampak putih, menandakan kalau usianya memang sudah sangat tua, hal itu dibuktikan pula dengan kulit wajahnya yang terlihat keriput dan bola matanya yang sudah kelabu.Jaka Purnama mundur beberapa langkah dan mengambil sikap waspada, namun orang tua itu mengisyaratkan dengan telapak tangan agar Jaka Purnama tidak usah takut. Dengan suara serak, dia berkata, “Tenanglah, Ki Sanak. Aku ini bukan orang dunia persilatan yang suka berkelahi. Kau tidak perlu waspada begitu melihatku.”Orang tua tersebut memang kelihatan lebih ramah dan bersahabat jika dibandingkan dengan siluman musang tadi. Jaka Purnama memberi hormat dengan menyatukan kedua tangan.Orang tua
last updateLast Updated : 2024-10-25
Read more

Bab 18 : Pertanyaan Penuh Hikmah

Sangat berbeda dengan siluman beruang tadi, Janaloka muncul sebagai penghalang bukan untuk menguji ilmu kanuragan Jaka Purnama, melainkan untuk menguji wawasan dan juga kecerdasannya.Jaka Purnama memberi hormat dan membungkukkan badan. “Dengan pengetahuanku yang terbatas, aku akan berusaha menjawab ketiga pertanyaan itu. Silahkan Kakek ajukan.”Janaloka pun memulai dengan pertanyaan pertama. “Sebutkan padaku anjing apa yang paling buas, babi apa yang paling pemalas, dan harimau apa yang paling kuat?”Jaka Purnama merasa tidak asing saat mendengar pertanyaan tersebut. Ini adalah hal yang kerap dibahas oleh Mpu Seta saat dia menasehati Jaka Purnama dan Jagat Pramudita setiap kali selesai latihan. Tanpa butuh waktu lama, dia sudah mengerti maksud pertanyaan itu dan langsung bisa menjawabnya. Dengan yakin, Jaka Purnama menjawab, “Anjing yang paling buas adalah gejolak amarah dalam diri, babi yang paling pemalas adalah sifat kemelekatan terhadap hal duniawi, dan harimau yang paling kuat
last updateLast Updated : 2024-10-26
Read more

Bab 19 : Selesainya Semua Ujian

Janaloka sejenak menarik nafas panjang dan lalu menghembuskannya. “Baiklah, sekarang tinggal satu pertanyaan lagi, jika kau berhasil menjawabnya, maka akan kuantarkan kau untuk bertemu dengan orang yang kau cari.”“Silahkan, Kek. Aku siap menyimak pertanyaan terakhirmu,” angguk Jaka Purnama.Janaloka pun berkata, “Beritahukan padaku tali apa yang paling rapuh, namun paling banyak dipegangi oleh orang-orang!”Awalnya Jaka Purnama menduga mungkin jawabannya adalah tali kekang kuda. Sebab tali itulah yang sering dipegang oleh banyak orang dari kalangan para penunggang kuda. Tapi Janaloka juga mensifatkannya mudah rapuh, atau mudah putus, berarti ada jawaban lain yang lebih tepat.“Maaf, Kek.” Jaka Purnama menjura hormat. “Apa Kakek berkenan memberiku sedikit bayangan. Pertanyaanmu yang satu ini agak sukar untuk kupahami.”“Baiklah, akan kuberikan untukmu satu bayangan saja,” ujar Janalok tersenyum. “Tapi bila jawabanmu ternyata salah, maka kau harus angkat kaki dari Lembah Cendana ini da
last updateLast Updated : 2024-10-26
Read more

Bab 20 : Anak Emas

Setelah delapan belas tahun waktu berlalu, Jaka Purnama tak jua kembali dari Lembah Cendana, kini anak semata wayangnya yang dia titipkan kepada Jagat Pramudita telah tumbuh dewasa menjadi pemuda yang tampan dan gagah.Jaka Pramudita mendirikan perguruan silat di Desa Tanjung Bambu yang diberi nama Perguruan Rajawali Angkasa. Dia hidup membujang dan tidak memiliki pendamping hidup. Setiap hari kesibukkannya adalah melatih murid-murid agar menjadi para pendekar yang sanggup terjun ke dunia persilatan.Ada rasa kerinduan yang sangat dalam di hati Jagat Pramudita setelah sekian tahun tak pernah lagi melihat Jaka Purnama, namun walau demikian, bayangan sosok sahabatnya itu sangat jelas tergambar pada diri Giandra Lesmana, baik itu bentuk fisik maupun muka antara ayah dan anak ini mempunyai kemiripan.Jagat Pramudita telah menganggap anak sahabatnya itu seperti putra kandungnya sendiri. Seluruh kemampuan ilmu bela diri yang dia miliki telah diwariskannya kepada Giandra Lesmana. Anak itu ter
last updateLast Updated : 2024-10-26
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status