Semua Bab Jodoh Malaikat Pelindung: Bab 91 - Bab 100

118 Bab

91. Berat Menjalani Misi

"Ganteng kan kalau udah pake baju, gemes, pengin di atas," bisik Sasa penuh godaan."Yok, ke sebelah," ajak Badai langsung sigap."Kok jadi serius," Sasa menutup mulutnya spontan. "Mas nggak capek? Abis maen bola juga ih," desisnya."Sekalian capeknya. Lagian kalau kamu yang di atas, aku nggak capek, Nduk.""Kok vulgar gini jadinya kita ngobrolnya ya Mas?"Lalu, tawa mereka berderai ceria. Badai melakukan kebiasaan wajibnya, mengacak rambut Sasa, membuat beberapa mahasiswi lain dari universitas tuan rumah yang ikut dikarantina memekik iri, tapi tak bisa berbuat apa-apa. Sasa sengaja pamer kemesraan di depan mereka, juga di depan Dira yang sudah pasti sedang tak aman posisinya."Ayok sarapan!" ajak Badai menunjuk gedung induk di paling depan, semua aktivitas dari makan termasuk hiburan diadakan di ruangan itu."Emang yang laen udah?""Tuh, Ramdan udah ngusap sekitar bibirnya. Udah selesai dia," jawab Badai."Mas udah laper? Aku kok belom. Pengin sarapan yang lain," pancing Sasa imut."
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-22
Baca selengkapnya

92. Waktu Berdua

"Gimana?" Sasa mengulum bibirnya dengan tatapan yang tak lepas dari sang suami, ia bahkan menahan napas."Enak," ucap Badai sambil manggut-manggut. "Rada asin," tambahnya membuat ekspresi Sasa berubah."Maaf, Mas tau aku nggak bisa masak," cengir Sasa merasa bersalah. Ia tarik mangkok sop ayam yang tengah dinikmati suaminya. "Jajan di luar aja yok Mas, ini nggak layak makan," katanya."Siapa bilang? Enak kok," kata Badai tulus. "Apapun itu kalau dari tangan kamu, pasti kumakan," ujarnya begitu manis, ia ambil lagi mangkok sopnya dari sang istri, ia lahap isinya rakus."Jangan gitu," hidung Sasa kembang kempis, pertanda ia tengah berusaha untuk tidak bersedih. "Harusnya aku masak yang enak biar Mas seneng, kan tiga hari lagi Mas berangkat," katanya.Surat perintah agar Badai dan timnya segera berangkat ke Papua terbit kemarin sore. Setelah dua minggu melakukan peran sebenar-benarnya sebagai suami-istri di rumah mereka sendiri, kabar yang paling tidak ingin didengar Sasa itu akhirnya da
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-22
Baca selengkapnya

93. Kejutan Luar Biasa

"Nanti pulangan beli nasi kebuli yang di deket perempatan terakhir tadi boleh Mas?" tanya Sasa saat Badai membantunya membuka pintu mobil."Nggak jadi masak berdua?" tanya Badai mengingatkan."Ah iya," Sasa menepuk keningnya sendiri."Tapi kalau kamu emang pengin nasi kebuli, kita beli aja," putus Badai tak ingin terlalu memperpanjang bahasan mengenai makan malam mereka. "Aku daftarin kamu dulu ya," ujarnya seraya meminta Sasa menunggu di deretan kursi panjang.Sasa mengangguk lemah. Penampilan sederhana Sasa yang sangat flawless itu membuatnya tak dikenali sebagai putri Damar ataupun mantan artis yang vakum cukup lama dari dunia hiburan. Tanpa akses khusus, ia menunggu dengan sabar antrean untuk berkonsultasi dengan dokter umum itu. Beruntung, Badai selalu standby mendampinginya."Yok, giliran kamu," ajak Badai membimbing lengan istrinya menuju pintu poli umum.Saat pintu dikuak oleh seorang perawat yang sangat ramah, tampaklah wajah Dokter Puspa, salah satu Dokter yang menjadi kenal
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-23
Baca selengkapnya

94. Andai Tahu

Badai dan Sasa sama-sama terdiam. Mobil masih terparkir di halaman, Badai tidak langsung memasukkannya ke dalam garasi. Sasa melamun dengan menatap kolam ikan kecil di sebelah kanan pintu utama. Sedangkan Badai akhirnya memilih untuk turun dari mobil, menyulut rokoknya sambil menengadah menatap ke langit."Kita musti bersyukur kan?" gumam Sasa sambil menyusul Badai turun dari mobil. "Anak itu rejeki, pasti kusyukuri," jawab Badai mengembus asap rokoknya ke udara. "Terus, kenapa kita jadi saling ngediemin kayak gini?""Aku kaget pastinya kan? Kita sama-sama tau kalau nggak boleh bobol, bener?" kali ini Badai menyempatkan menatap istrinya yang duduk lesehan di teras depan rumah. "Jadi Mas nyesel karena aku hamil?" tanya Sasa lebih spesifik."Aku nggak bilang gitu Nduk," Badai terdengar menekan suaranya. "Kita ngobrol di dalem, di sini nggak enak didenger sama tetangga," ajaknya. "Nanti, kepalaku pusing, sempoyongan kalau buat jalan," tolak Sasa dingin. Badai segera mematikan bara r
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-23
Baca selengkapnya

95. Sisa Hari

"Kamu bener, dulu kalau dia lagi ada di masa subur, dia selalu minta aku pake pengaman," desis Badai mengaku. Tangis Sasa semakin menggugu, hatinya tersayat. Bukan itu yang ingin Sasa dengar dari mulutmu, Lettu Badai. Perempuanmu yang tengah rapuh ini hanya perlu kau sentuh, kau peluk pundaknya penuh rasa aman. Membawa lagi nama Arleta ke dalam biduk rumah tangga dan bercerita tentang hal yang sangat intim di masa lalu hanya menambah sakit di hati sang bunga. "Aku bahkan nggak tau kapan masa suburku dan berapa lama periode menstruasiku," ucap Sasa setelah ia merasa cukup tenang. "Salahku karena ngerasa udah cukup bisa berumah tangga padahal aku baru dapet menstruasi pertamaku di umur 14 tahun," sebutnya. "Maaf," sesal Badai lirih. "Aku seneng kamu hamil, Nduk, seneng banget malah. Ekspresi yang kamu baca pas aku denger tentang kehamilan kamu itu bukan ekspresi nggak bahagia, tapi ekspresi takut ninggalin kamu di sini dalam keadaan hamil. Kamu tau tugas ini harus berhasil. Kalau sam
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-24
Baca selengkapnya

96. Yakin Berhasil

"Jadi, selama Badai di Papua, Sasa di rumah sini aja," kata Ran setelah ia dan Damar saling melempar pandangan lama, syok tentu saja. "Mau gimana lagi, Bunda mengakui kalau Sasa pasti pinter ngegoda kan Mas Badai," ujarnya senyum dikulum. "Nda," Damar berdehem sebentar, "Sasa dan Badai udah tau resikonya setelah menikah itu seperti apa. Dan kamu Nduk," ditatapnya Sasa penuh keteduhan, "kamu tau suamimu itu adalah prajurit dari kesatuan khusus, menjadi istrinya adalah sama dengan merelakan separuh jiwanya untuk negara. Dengan kondisi kamu yang hamil di tengah misinya yang belum selesai, kamu nggak bisa nuntut suamimu untuk selalu ada dan siaga di sisimu," nasihatnya. "Iya Yah," Sasa menghela napas panjang. "Dari kemarin, saat kami tau kalau aku positif, kami udah diskusi panjang dan ketemu pada satu kesepakatan kalau selama hamil dan Mas Badai masih di Papua, aku tinggal di sini," katanya. "Sa," senyum Ran melebar, "Sasa tau kan Mas Badai itu posisi di tim seperti apa?" tanyanya. "
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-24
Baca selengkapnya

97. Menikmati Waktu

Ran dan Badai sama-sama tertawa melihat kelakuan ayah-anak di depan mereka ini. Benar, Damar memang sangat menyayangi Sasa hingga menurutnya hanya Badai yang pantas menjadi pendampingnya. Ia sadar bahwa usia Sasa yang masih sangat muda pasti akan menjadi salah satu kendala pernikahan mereka, tapi Damar percaya, Badai akan mampu mengimbanginya. Terbukti, meski pasangan muda ini sedang sama-sama membara, Damar bisa mempercayai ikatan cinta mereka yang akan mengatasi segala, termasuk masalah yang nantinya akan sering datang mendera. "Katanya kalian mau kencan? Bunda sama Ayah juga ada pertemuan sama pejabat pemerintahan, kami tinggal nggak pa-pa?" tanya Ran menunjuk pakaian yang dikenakannya. "Pantes Bunda udah setelan cantik banget gini, ada kencan sama Ayah ternyata," ledek Badai canggung sekali. Ia memang masih terlihat kikuk saat harus bercanda dengan kedua mertuanya itu. "Ayah nggak marah Mas Badai muji Bunda di depan Ayah?" pancing sama imut."Nanti kita selesaikan di lapangan y
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-26
Baca selengkapnya

98. Peluk Sepuasmu

Sasa menatap nanar sosok suaminya yang tengah berdiri gagah dengan seragam PDL-nya. Ia usap perut datarnya, di mana calon buah cintanya dengan Badai tengah tertidur nyaman. Tidak pernah Sasa bayangkan bahwa ia akan ada dalam fase seperti saat ini. Ia tahu bahwa dulu ia sangat menolak memiliki hubungan dengan seorang tentara. Ia paham betul bagaimana pekerjaan ayahnya, tapi tak disangka ia bisa jatuh ke pelukan lelaki dengan profesi yang sama dengan Damar.Senyum Sasa melebar saat Badai mendatanginya, "Mas nggak makan lagi?" tanyanya."Kan baru aja makan Nduk," balas Badai."Takut nanti sampe Papua Mas laper lagi," ucap Sasa perhatian. "Keinget dulu cerita Bunda sama Ayah di Nduga," tuturnya."Aku ke Intan Jaya, Sayang," ujar Badai mengusap kepala istrinya lembut. "Cantik banget pake seragam Persit gini," pujinya."Aku nggak mau sering-sering make beginian di acara yang bikin nyesek," kata Sasa."Enggak, nanti dipake lagi pas nyambut aku pulang.""Kapan? Besok pagi?" sambar Sasa."Nduk
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-26
Baca selengkapnya

99. Aku Pamit

"Nggak akan puas Mas, aku pengin sampe besok meluk kayak gini, tapi pasti nggak akan bisa," isak Sasa lirih. Dibantu Badai, ia usap air mata di wajahnya. "Yang selalu kebayang di mataku adalah kejadian yang sama kayak tragedi tenggelamnya kapal selam puluhan tahun lalu, aku takut ada di posisi para istri yang menunggu suaminya untuk pulang itu. Sementara status suaminya adalah on eternal patrol," lanjutnya."Aku pasti pulang dalam kondisi hidup, Sasa," ucap Badai berusaha meyakinkan sang istri. "Dan kalaupun aku terluka, aku bakalan baik-baik aja," ungkapnya."Hilang tidak dicari mati tidak diakui, aku benci ini Mas," geram Sasa menahan diri sekuat tenaga untuk tidak berteriak di depan suaminya, ia tahu Badai sama-sama tersiksa sepertinya."Nggak akan begitu. Kamu tau suamimu sekeren mertuanya, lebih keren karena bisa naklukin pembangkang kayak kamu, bener?"Sasa mengangguk, "Mas harus siap-siap. Yang laennya udah pada ngambil perlengkapan," ujarnya.Meski berkata demikian, Sasa belum
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-27
Baca selengkapnya

100. Hold Me While You Wait

"Apa kabar Sasa, calon jagoan sehat?" gumam Lion lirih sekali, ia berbaring di sebelah Badai, menjadi spotter untuk sniper andalan tim itu."Hari ini aku belom sempat VC-an sama dia," balas Badai tak kalah lirihnya, "sejauh ini dia masih ngeluh suka mual, sampe nggak kuat masuk kuliah, padahal bentar lagi kan UAS ya," tambahnya. "Dia nggak ngambil cuti aja semester ini?""Negatif, udah deket UAS katanya sayang kalau ambil cuti," gumam Badai. "Widya gimana? masih nanya-nanya ke mana kita ditugasin enggak?""Itu jadi pertanyaan wajib tiap aku VC dia," desis Lion maklum."Makanya nikahin, jangan cuma dikawinin terus-terusan," ledek Badai."Sialan!" sungut Lion tertawa lirih. "Tunggu! Aku liat pergerakan, arah jam 12," bisiknya mengintai dengan teropongnya."Kasih aku perkiraan jangkauan," balas Badai menarik pengaman senjatanya."Jarak 1200.""Oke. On target," Badai mengarahkan senapannya pada sekelompok pemuda yang berjalan beriringan di kejauhan sana, di bawah tempat ia dan Lion mengi
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-28
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status