Share

97. Menikmati Waktu

Penulis: Sayap Ikarus
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-26 00:05:24

Ran dan Badai sama-sama tertawa melihat kelakuan ayah-anak di depan mereka ini. Benar, Damar memang sangat menyayangi Sasa hingga menurutnya hanya Badai yang pantas menjadi pendampingnya. Ia sadar bahwa usia Sasa yang masih sangat muda pasti akan menjadi salah satu kendala pernikahan mereka, tapi Damar percaya, Badai akan mampu mengimbanginya. Terbukti, meski pasangan muda ini sedang sama-sama membara, Damar bisa mempercayai ikatan cinta mereka yang akan mengatasi segala, termasuk masalah yang nantinya akan sering datang mendera.

"Katanya kalian mau kencan? Bunda sama Ayah juga ada pertemuan sama pejabat pemerintahan, kami tinggal nggak pa-pa?" tanya Ran menunjuk pakaian yang dikenakannya.

"Pantes Bunda udah setelan cantik banget gini, ada kencan sama Ayah ternyata," ledek Badai canggung sekali. Ia memang masih terlihat kikuk saat harus bercanda dengan kedua mertuanya itu.

"Ayah nggak marah Mas Badai muji Bunda di depan Ayah?" pancing sama imut.

"Nanti kita selesaikan di lapangan y
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Jodoh Malaikat Pelindung   1. Pertemuan Pertama

    "Akai Badai Bagaspati, nama kamu kan?" tegur Sasa berdiri angkuh sambil melipat kedua tangannya di depan dada, menunjukkan superioritasnya sebagai ketua kelas terpilih. Lelaki yang tengah menelungkupkan wajahnya di meja deretan paling belakang itu tak bereaksi. Sejak kelas di mulai pertama kali dua hari yang lalu, lelaki ini sudah masuk dan menempati kursi yang selalu sama, kursi pojok kanan belakang. "Excuse me, permisi, kulo nuwun, punten, sampurasun, annyeong!!" ulang Sasa mengeraskan lagi suaranya agar lelaki yang masih tenang tak bereaksi ini mendengarnya. Sepi. Sasa tak lagi bersedekap, ia berganti gaya dengan berkacak pinggang, lama-lama lelaki aneh bin ajaib ini benar-benar menguji kesabarannya. "Kamu nggak denger apa yang aku bilang ya?" ulang Sasa sengaja mengambil satu kursi dan duduk di deretan depan sambil menghadap pada lelaki yang ia sebut namanya tadi. "Kenapa?" Badai, sosok tampan yang ditegur oleh Sasa membuka suara, merilis nada bariton itu dari bibir mungi

  • Jodoh Malaikat Pelindung   2. Tertawan Hati

    "Kamu nggak penasaran kenapa aku ngambek sama Ayahku dan nggak mau dikawal juga diantar-jemput? Ngeliat dari sikap kamu pas kita pertama interaksi, seharusnya kamu penasaran kenapa cewek manja ini ke mana-mana sendiri tanpa pengawalan," ujar Sasa suatu saat di mana ia sengaja ikut pulang ke kost Badai membonceng motornya. Masih melanjutkan agenda tugas kelompok di mata kuliah lain, Sasa dan Badai menjadi sering terlibat dan berinteraksi semakin dekat."Bukan urusanku itu," balas Badai sekenanya. “Sekedar info, selama 18 tahun hidupku aku dipingit dan sekarang aku dijodohin juga,” desis Sasa bermonolog.Badai hanya mengedikkan kedua bahunya sebagai reaksi wajar atas apa yang diceritakan Sasa. "Aku ganti baju bentar," ucap Badai segera masuk ke dalam kost-nya untuk menghindari percakapan yang lebih serius.Menatap punggung lebar Badai yang menghilang ke dalam kamar, senyum lebar Sasa terbit. Ia jatuh cinta pada Badai di pandangan pertama dan hari ini semesta yang mengirim hujan besar

  • Jodoh Malaikat Pelindung   3. Keputusan Mengakhiri

    "Makasih udah mau ketemu sama Alpha ya Sa," ucap Ran, ibunda Sasa lega. "Kuharap ini keputusan terbaik ya Bunda," ujar Sasa berusaha mematri senyumnya. Tekadnya sudah bulat untuk bertemu dengan sosok Alpha di upacara peringatan HUT Tentara Indonesia hari ini. "Kenalan aja dulu, nggak harus langsung nikah kok. Alpha juga nggak akan minta buru-buru," kata Damar, ayahanda Sasa yang bersiap untuk memimpin upacara. Sasa hanya mengangguk pada sang ayah. Setelah memutuskan untuk membuang perasaannya pada Badai, Sasa akhirnya memilih untuk menerima perjodohannya. Ia tak mau terlibat lebih dalam dengan Badai yang sudah memiliki pacar, tak mau lebih sakit lagi meski ciuman pertama yang Badai berikan padanya begitu membekas. "Nggak akan ketemu dicari di sana, dia pasukan elite, pasti dapet tugas khusus, nggak akan ada di pasukan upacara," gumam Ran yang sangat paham saat mata Sasa mengitar sejak masuk ke barisan tamu undangan, menebak-nebak siapa Alpha dan bagaimana wajahnya. "Bunda tau aja

  • Jodoh Malaikat Pelindung   4. Identitas Asli

    Setia menunggui Sasa yang masih angkuh dalam ketidaksadarannya, Badai tak banyak bicara. Ia tahu betul bahwa sepulang dari Kuliah Kerja Lapangan mereka di Bali, Sasa pasti menderita kelelahan. Pun dengan ditambah beban pikiran atas hubungan mereka yang sudah pasti berat di pihak Sasa. "Eung," terdengar Sasa mengerang kecil, ia berusaha untuk membuka mata perlahan dengan tangan yang reflek memegangi kepalanya. Semua orang di dalam ruangan kesehatan segera mendekat ke ranjang begitu tahu Sasa sudah mulai sadar. Giliran Badai yang salah tingkah dan kikuk, ia menepi, membiarkan Ran dan Riana lebih dulu mengecek kondisi kesehatan Sasa. "Sa, gimana, pusing?" tanya Ran perhatian. "Apa yang dirasain?" lanjutnya. Sasa menggeleng lemah, sambil sesekali mengerang, ia berusaha bangun. Lalu, matanya menangkap sosok Badai di sudut ruangan. Lelaki ini berdiri kaku tanpa suara, menatapnya lekat. "Aku nggak pa-pa Bunda, lima menit lagi kita pulang aja ke rumah, aku pengin istirahat," ucap S

  • Jodoh Malaikat Pelindung   5. Rasa Kecewa

    Di pihak Sasa, setelah Badai melepas pelukannya, ia lirik Badai dari kaki hingga kepala. Lelaki ini sempurna seperti yang selalu dilihatnya. Kini, jauh lebih sempurna dan memesona dengan seragam Pakaian Dinas Upacara membalut atletis tubuhnya. "Letnan Satu," gumam Sasa masih tidak percaya. 'Mafia? Geng motor? Preman? Lo gila udah sempat mikir tangan kasarnya gara-gara dia jadi tukang nyangkul, Sa!' "Siap!" sahut Badai sigap. "Kenapa?" tanya Sasa singkat. 'Kenapa jadi tambah ganteng banget ni orang.' "Ya? Ijin," Badai menatap Sasa bingung. "Ah, kamu ada dalam misi saya," ucapnya. "Bukan, bukan itu yang aku maksud. Kenapa kamu mau dijodohin sama aku? Apa karena itu perintah dari Ayah?" Ada jeda panjang setelah Sasa melempar pertanyaan jebakan itu. Badai tak buru-buru menjawab, salah langkah, ia bisa kehilangan respect Sasa terhadapnya. "Kamu punya Arleta, calon istri yang kamu banggain," ucap Sasa lagi, tak sabar menunggu tanggapan dari Badai. "Ijin, biar kamu tau aja, cal

  • Jodoh Malaikat Pelindung   6. Sedingin Tatapan

    Praktis, setelah pertemuan mengejutkan dua hari sebelumnya dengan Badai yang berseragam sangat tampan, Sasa mendiamkan Damar dan Ran. Tidak ada satupun orang di dalam rumah yang diajaknya bicara. Ia marah sekali, tapi tak tega jika harus mengomeli sang Ayah di situasi yang tidak menguntungkan seperti ini. "Kamu udah sehat Sa? Nggak mau istirahat barang sehari atau dua hari lagi?" tanya Ran saat melihat anak gadisnya keluar kamar sudah dengan setelan siap berangkat kuliahnya. "Iya," jawab Sasa singkat. "Masih ngambek sama Ayah?" tanya Damar yang juga sedang menikmati sarapannya. "Masih," sahut Sasa lagi, cuek sekali. "Alpha itu pasukan khusus Sa, unit intelejen yang sistem kerjanya adalah klandestin, Sasa tau itu kan?" tanya Damar. "Bunda," Sasa justru berpaling pada Ran. "Aku nggak sarapan," pamitnya melengos. "Sakura Kadita Rumi!!" seru Damar keras-keras. Mau tidak mau, Sasa menghentikan langkahnya. Tak menoleh, ia mematung, menunggu kalimat Damar selanjutnya. "Alph

  • Jodoh Malaikat Pelindung   7. Menata Hati

    "Nggak bakalan ilang juga kalau lo tinggal ngedip, Dai," kata Choki, teman satu kelas Badai dan Sasa yang menjadi akrab dengan Badai karena satu kamar saat menginap di Bali. "Sialan," sungut Badai bak terpergok tengah mengagumi keindahan tubuh Sasa. "Saingan lo ketua HIMA, Men," ucap Choki. "Kalau cuma Diaz gue nggak peduli," gumam Badai songong. "Nggak penting juga mikirin mereka." "Lo bilang nggak penting tapi mata lo sampe mau copot ngeliatin dia mulu." "Sok tau," sahut Badai tersenyum miring. "Gue ngeliatin presentasinya Pak Solihin," ujarnya mencari alasan. "Ya, ya, ya, serah lo deh," ujar Choki tak mau terlalu peduli juga dengan masalah pribadi Badai. Kebekuan panjang yang tercipta antara Badai dan Sasa sejauh ini sebenarnya menyiksa mereka masing-masing. Badai tidak memiliki keberanian untuk datang ke rumah Sasa karena Damar memang mencegahnya. Sementara Sasa baru hari ini berangkat ke kampus dan mereka bertemu mata, tapi tak saling bicara. "Langsung pulang Sa? Ki

  • Jodoh Malaikat Pelindung   8. Kedatangan Tiba-Tiba

    "Aku belom coba masuk ke Unit Kegiatan Mahasiswa, ada yang udah masuk dari masing-masing fakultas?" Badai menatap satu per satu anggota tim elite-nya, sebagai seorang leader Indonesian Special Force, ia memang rutin mengadakan pertemuan khusus dengan keempat anggotanya."Aku udah bisa masuk ke Himpunan Mahasiswa Bang," ucap Fadil, prajurit dari korps Angkatan Laut berpangkat Letda yang ditugaskan untuk posisi intelejen Fakultas Seni dan Budaya, sandi nama Hades."Yang lain?" gumam Badai menyisir satu per satu wajah rekan satu timnya. "Fakultas Ekonomi rada susah, tapi aku nunggu ada penjaringan untuk Himpunan Mahasiswa. Harapannya, aku bisa masuk Dewan Pertimbangan atau BEM Fakultas, tapi seleksinya masih lama dan kita perlu gerak cepet," sahut Lion, si tampan ceria dari korps Angkatan Darat, berpangkat sama dengan Badai, sandi nama King. "Kamu, ada perkembangan apa Romeo?" tanya Badai beralih pada Anung, si pendiam yang terampil dari korps Angkatan Udara berpangkat Letda, dengan sa

Bab terbaru

  • Jodoh Malaikat Pelindung   97. Menikmati Waktu

    Ran dan Badai sama-sama tertawa melihat kelakuan ayah-anak di depan mereka ini. Benar, Damar memang sangat menyayangi Sasa hingga menurutnya hanya Badai yang pantas menjadi pendampingnya. Ia sadar bahwa usia Sasa yang masih sangat muda pasti akan menjadi salah satu kendala pernikahan mereka, tapi Damar percaya, Badai akan mampu mengimbanginya. Terbukti, meski pasangan muda ini sedang sama-sama membara, Damar bisa mempercayai ikatan cinta mereka yang akan mengatasi segala, termasuk masalah yang nantinya akan sering datang mendera. "Katanya kalian mau kencan? Bunda sama Ayah juga ada pertemuan sama pejabat pemerintahan, kami tinggal nggak pa-pa?" tanya Ran menunjuk pakaian yang dikenakannya. "Pantes Bunda udah setelan cantik banget gini, ada kencan sama Ayah ternyata," ledek Badai canggung sekali. Ia memang masih terlihat kikuk saat harus bercanda dengan kedua mertuanya itu. "Ayah nggak marah Mas Badai muji Bunda di depan Ayah?" pancing sama imut."Nanti kita selesaikan di lapangan y

  • Jodoh Malaikat Pelindung   96. Yakin Berhasil

    "Jadi, selama Badai di Papua, Sasa di rumah sini aja," kata Ran setelah ia dan Damar saling melempar pandangan lama, syok tentu saja. "Mau gimana lagi, Bunda mengakui kalau Sasa pasti pinter ngegoda kan Mas Badai," ujarnya senyum dikulum. "Nda," Damar berdehem sebentar, "Sasa dan Badai udah tau resikonya setelah menikah itu seperti apa. Dan kamu Nduk," ditatapnya Sasa penuh keteduhan, "kamu tau suamimu itu adalah prajurit dari kesatuan khusus, menjadi istrinya adalah sama dengan merelakan separuh jiwanya untuk negara. Dengan kondisi kamu yang hamil di tengah misinya yang belum selesai, kamu nggak bisa nuntut suamimu untuk selalu ada dan siaga di sisimu," nasihatnya. "Iya Yah," Sasa menghela napas panjang. "Dari kemarin, saat kami tau kalau aku positif, kami udah diskusi panjang dan ketemu pada satu kesepakatan kalau selama hamil dan Mas Badai masih di Papua, aku tinggal di sini," katanya. "Sa," senyum Ran melebar, "Sasa tau kan Mas Badai itu posisi di tim seperti apa?" tanyanya. "

  • Jodoh Malaikat Pelindung   95. Sisa Hari

    "Kamu bener, dulu kalau dia lagi ada di masa subur, dia selalu minta aku pake pengaman," desis Badai mengaku. Tangis Sasa semakin menggugu, hatinya tersayat. Bukan itu yang ingin Sasa dengar dari mulutmu, Lettu Badai. Perempuanmu yang tengah rapuh ini hanya perlu kau sentuh, kau peluk pundaknya penuh rasa aman. Membawa lagi nama Arleta ke dalam biduk rumah tangga dan bercerita tentang hal yang sangat intim di masa lalu hanya menambah sakit di hati sang bunga. "Aku bahkan nggak tau kapan masa suburku dan berapa lama periode menstruasiku," ucap Sasa setelah ia merasa cukup tenang. "Salahku karena ngerasa udah cukup bisa berumah tangga padahal aku baru dapet menstruasi pertamaku di umur 14 tahun," sebutnya. "Maaf," sesal Badai lirih. "Aku seneng kamu hamil, Nduk, seneng banget malah. Ekspresi yang kamu baca pas aku denger tentang kehamilan kamu itu bukan ekspresi nggak bahagia, tapi ekspresi takut ninggalin kamu di sini dalam keadaan hamil. Kamu tau tugas ini harus berhasil. Kalau sam

  • Jodoh Malaikat Pelindung   94. Andai Tahu

    Badai dan Sasa sama-sama terdiam. Mobil masih terparkir di halaman, Badai tidak langsung memasukkannya ke dalam garasi. Sasa melamun dengan menatap kolam ikan kecil di sebelah kanan pintu utama. Sedangkan Badai akhirnya memilih untuk turun dari mobil, menyulut rokoknya sambil menengadah menatap ke langit."Kita musti bersyukur kan?" gumam Sasa sambil menyusul Badai turun dari mobil. "Anak itu rejeki, pasti kusyukuri," jawab Badai mengembus asap rokoknya ke udara. "Terus, kenapa kita jadi saling ngediemin kayak gini?""Aku kaget pastinya kan? Kita sama-sama tau kalau nggak boleh bobol, bener?" kali ini Badai menyempatkan menatap istrinya yang duduk lesehan di teras depan rumah. "Jadi Mas nyesel karena aku hamil?" tanya Sasa lebih spesifik."Aku nggak bilang gitu Nduk," Badai terdengar menekan suaranya. "Kita ngobrol di dalem, di sini nggak enak didenger sama tetangga," ajaknya. "Nanti, kepalaku pusing, sempoyongan kalau buat jalan," tolak Sasa dingin. Badai segera mematikan bara r

  • Jodoh Malaikat Pelindung   93. Kejutan Luar Biasa

    "Nanti pulangan beli nasi kebuli yang di deket perempatan terakhir tadi boleh Mas?" tanya Sasa saat Badai membantunya membuka pintu mobil."Nggak jadi masak berdua?" tanya Badai mengingatkan."Ah iya," Sasa menepuk keningnya sendiri."Tapi kalau kamu emang pengin nasi kebuli, kita beli aja," putus Badai tak ingin terlalu memperpanjang bahasan mengenai makan malam mereka. "Aku daftarin kamu dulu ya," ujarnya seraya meminta Sasa menunggu di deretan kursi panjang.Sasa mengangguk lemah. Penampilan sederhana Sasa yang sangat flawless itu membuatnya tak dikenali sebagai putri Damar ataupun mantan artis yang vakum cukup lama dari dunia hiburan. Tanpa akses khusus, ia menunggu dengan sabar antrean untuk berkonsultasi dengan dokter umum itu. Beruntung, Badai selalu standby mendampinginya."Yok, giliran kamu," ajak Badai membimbing lengan istrinya menuju pintu poli umum.Saat pintu dikuak oleh seorang perawat yang sangat ramah, tampaklah wajah Dokter Puspa, salah satu Dokter yang menjadi kenal

  • Jodoh Malaikat Pelindung   92. Waktu Berdua

    "Gimana?" Sasa mengulum bibirnya dengan tatapan yang tak lepas dari sang suami, ia bahkan menahan napas."Enak," ucap Badai sambil manggut-manggut. "Rada asin," tambahnya membuat ekspresi Sasa berubah."Maaf, Mas tau aku nggak bisa masak," cengir Sasa merasa bersalah. Ia tarik mangkok sop ayam yang tengah dinikmati suaminya. "Jajan di luar aja yok Mas, ini nggak layak makan," katanya."Siapa bilang? Enak kok," kata Badai tulus. "Apapun itu kalau dari tangan kamu, pasti kumakan," ujarnya begitu manis, ia ambil lagi mangkok sopnya dari sang istri, ia lahap isinya rakus."Jangan gitu," hidung Sasa kembang kempis, pertanda ia tengah berusaha untuk tidak bersedih. "Harusnya aku masak yang enak biar Mas seneng, kan tiga hari lagi Mas berangkat," katanya.Surat perintah agar Badai dan timnya segera berangkat ke Papua terbit kemarin sore. Setelah dua minggu melakukan peran sebenar-benarnya sebagai suami-istri di rumah mereka sendiri, kabar yang paling tidak ingin didengar Sasa itu akhirnya da

  • Jodoh Malaikat Pelindung   91. Berat Menjalani Misi

    "Ganteng kan kalau udah pake baju, gemes, pengin di atas," bisik Sasa penuh godaan."Yok, ke sebelah," ajak Badai langsung sigap."Kok jadi serius," Sasa menutup mulutnya spontan. "Mas nggak capek? Abis maen bola juga ih," desisnya."Sekalian capeknya. Lagian kalau kamu yang di atas, aku nggak capek, Nduk.""Kok vulgar gini jadinya kita ngobrolnya ya Mas?"Lalu, tawa mereka berderai ceria. Badai melakukan kebiasaan wajibnya, mengacak rambut Sasa, membuat beberapa mahasiswi lain dari universitas tuan rumah yang ikut dikarantina memekik iri, tapi tak bisa berbuat apa-apa. Sasa sengaja pamer kemesraan di depan mereka, juga di depan Dira yang sudah pasti sedang tak aman posisinya."Ayok sarapan!" ajak Badai menunjuk gedung induk di paling depan, semua aktivitas dari makan termasuk hiburan diadakan di ruangan itu."Emang yang laen udah?""Tuh, Ramdan udah ngusap sekitar bibirnya. Udah selesai dia," jawab Badai."Mas udah laper? Aku kok belom. Pengin sarapan yang lain," pancing Sasa imut."

  • Jodoh Malaikat Pelindung   90. Pesona Angin Ribut

    "Aku juga baru tau kalau tim penyelamat kita itu semua hobi pamer," desis Sasa geleng-geleng kepala. Bagaimana Nyonya Badai ini tidak merasa heran dan kesal saat mendapati sang suami bersama anggota timnya bertelanjang dada. Benar, Badai hanya mengenakan celana pendek olahraga dengan running shoes bermotif hitam putih saat bermain sepakbola. Sebagai istri sah, Sasa tentu measa tidak rela Badai mengumbar daya tarik seperti itu."Dari semua sesi karantina buat penyembuhan trauma, ini sih sesi healing yang paling manjur menurutku," cengir Nana puas sekali."Kebanyakan dari mereka emang bertato ya Dek," kata Wulan ikut menatap takjub. "Tadi gue liat ada juga yang telinganya bertindik," tambah Karin tak kalah terpesonanya. "Sasa beruntung dapet yang paling ganteng, damage-nya nggak ada obat pula," katanya kagum."Kalau dia begitu keselku muncul lagi," gumam Sasa lagi-lagi keceplosan. "Kesel kenapa? Bukannya kalian bulan madu?" bisik Nana yang akhirnya benar-benar diberi pengertian ke ma

  • Jodoh Malaikat Pelindung   89. The Paradise (21+)

    "Aku minta maaf, nggak akan keulang yang begini lagi, janji!" ikrar Badai serius sekali. "Janji, janji, kebanyakan janji nanti nggak bisa nepatin, sekalinya mau nepatin malah nyakitin," sindir Sasa telak. "Salah lagi akunya." "Lha Mas ngerasa salah nggak?" suara Sasa meninggi lagi. "Iya ngerasa, aku tau aku salah makanya aku minta maaf." "Kalau ngerasa gitu, cancel semua bantuan yang udah Mas atur buat Arleta. Berani?" dagu Sasa terangkat, menantang. "Nduk, kamu boleh marah tapi jangan sampe hilang empatimu buat sesama perempuan," pinta Badai kalut. "Aku ngetes Mas tau nggak!" sengal Sasa tak tahan. "Aku nyoba liat reaksi Mas kayak gimana, ternyata Mas masih belom bisa misahin antara peduli sama Arleta dan ngejaga perasaanku!" sergahnya siap menangis lagi. "Mas harusnya kenal siapa istri Mas! Nggak mungkin aku serius nyuruh Mas ngebatalin itu semua!" Hening. Badai meraup wajahnya frustasi. Ia berdiri dari ranjang tanpa bicara lagi, serasa yang ia ucapkan pada sang istri

DMCA.com Protection Status