All Chapters of Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan: Chapter 11 - Chapter 20

44 Chapters

Bab 11

Aku tidak mengerti dengan jalan pikiran Mama. Dengan mudahnya beliau memintaku menjadi ibu angkat Zain.Apa Mama lupa kalau anaknya yang cantik ini masih single dan belum pernah menikah? Bagaimana kata orang-orang nanti? Dikira aku punya anak di luar pernikahan.Saran Papa tadi tak kalah menyebalkan. Beliau memintaku untuk menikah dengan Barra. Dengan begitu otomatis Zain akan menjadi anakku."Rum ...""Hmmm.""Gak makan?" Kak Ravi masuk ke dalam kamarku."Masih kenyang tadi abis nongkrong sama Gista. Kakak tumben udah pulang?""Di telpon Mama tadi," jawabnya setelah ikut berbaring di ranjang.Aku mendengkus kesal. Pasti Mama sudah cerita juga pada Kak Ravi soal permintaan Barra. "Mama bilang apa?""Sama seperti yang kamu tau.""Menurut Kakak, Rumi harus gimana?""Tolak saja!"Senyum cerah terbit di wajahku, Kak Ravi memang yang terbaik. Aku mendekat lalu memeluknya erat. "Car
last updateLast Updated : 2024-09-23
Read more

Bab 12

Aku mencebikkan bibir ke arah Barra. Apa maksudnya tadi berbicara seperti itu? Apa dia kira hubungan suami-istri itu bisa dibuat bahan bercanda?Begitu gampangnya dia mengatakan pada orang yang tidak dikenal bahwa aku ini istrinya. Bagaimana jika ada orang yang mengenal kami kebetulan ada disana? Bisa-bisa mereka salah paham dengan ucapan Barra tadi."Cemberut terus dari tadi, maafin aku ya.""Jangan suka asal ngomong! Kalau ada yang dengar bisa jadi salah paham nanti," protes ku agar dia tidak mengulangi hal semacam itu lagi."Iya ini yang terakhir. Ngak akan aku ulangi lagi!""Hmmm.""Oh iya, katanya mau ajak aku bicara. Mau bicara soal apa?"Sebelum bicara aku membetulkan posisi Zain yang sudah tidur nyenyak dipangkuanku lebih dulu. Setelah itu, menyiapkan kalimat terbaik untuk memulai obrolan dengan Barra. Agar dia dapat mengerti dengan jelas maksudku dan tidak tersinggung dengan kalimat yang akan aku sampaikan.
last updateLast Updated : 2024-09-24
Read more

Bab 13

Pagi ini Barra datang untuk membahas pekerjaan dengan Kak Ravi. Karena sudah waktunya sarapan Mama meminta tamunya untuk sarapan bersama. Malas sarapan satu meja dengan Barra memutuskan sarapan di rumah sakit. Aku meminta Bibik menyiapkan bekal sarapan kalau bekal makan siang sudah aku kemas sendiri."Ma, Rumi sama Gista berangkat dulu ya.""Kenapa gak sarapan di rumah?""Gista ada jadwal visit pagi Ma," saut Gista yang kini sudah bergelayut di lengan Mama."Sudah minta Bibik siapkan bekal?""Udah, Ma," jawabku, mengangkat kedua rantang yang ada di tanganku.Setelah berpamitan dengan Mama, kami mempercepat langkah menuju ke arah mobil yang sudah dipanasi oleh Pak supir. Tidak sempat berpamitan dengan Papa karena beliau masih bersiap di atas."Kalian mau kemana?"Suara Kak Ravi mengagetkan kami ketika baru keluar dari pintu utama. Aku menoleh ke samping kiri ternyata kakakku sedang ngopi bersama Barra."
last updateLast Updated : 2024-09-25
Read more

Bab 14

Sudah hampir 1 jam Barra mengajak Zain berbicara. Setelah Kak Ravi mengatakan jika Barra ingin berbicara. Aku kembali memanggil Bibik untuk menggendong Zain. Setelah itu, aku memberikan ponselku kepada Bibik.Aku masih ada di sekitar mereka. Hanya saja aku tidak menampakkan diri di depan kamera. Aku juga dapat mendengar semua yang Barra katakan pada Zain. Ternyata sifat dingin dan kakunya bisa mencair saat berbicara dengan keponakannya.Setelah Zain tertidur, Bibik memberikan ponsel kepadaku. Tak sengaja kedua mataku menatap mata Barra yang masih ada di layar. Aku langsung mematikan panggilan tanpa mengatakan apapun.“Tukang bobok ya sekarang. Nempel dada langsung terlelap,” aku mengambil Zain berniat mengajaknya ke kamarku. “Bibik tidur juga ya. Terima kasih sudah jagain Zain.”“Siap, Non. Bibik suka kalau ada Den Zain di sini karena rumah semakin ramai.”Aku menidurkan Zain dengan perlahan. Lalu mengambil selimut kecil yang ad
last updateLast Updated : 2024-09-26
Read more

Bab 15

Mama membuat gaduh seisi rumah setelah mendapatkan kabar bahagia akan kedatangan mertuanya dari Jogja. Beliau langsung membagi tugas pada semua anggota keluarga untuk membuat persiapan penyambutan.Lumayan berlebihan tapi Mama selalu begitu. Setiap kali ada keluarga jauh yang akan berkunjung dan menginap akan disambut dengan sangat baik.Papa baru pulang jalan-jalan bersama Zain mendapat tugas untuk menjemput Eyang Kakung ke bandara. Sementara Kak Ravi bertugas menjaga Zain karena  hari ini libur kerja. Sedangkan aku mendapatkan tugas berbelanja ke swalayan dekat rumah. Untungnya nyeri perutku sudah hilang. Jadi tidak masalah jika harus mengitari swalayan untuk mencari semua pesanan Mama.“Rumi diantar sama Barra ya.”“Memangnya pak supir kemana?”“Pak supir ‘kan mau anter Papa jemput Eyang Kakung ke bandara.”“Ya udah, Rumi bawa mobil sendiri saja. Lagian belanja dekat juga dari rumah.”“Mama gak kasih ijin! Kamu tadi p
last updateLast Updated : 2024-09-27
Read more

Bab 16

Omelan Mama tak kunjung berhenti padahal beliau harus segera memasak menu makan siang. Saat aku menjawab pertanyaan dari Kak Ravi ternyata Mama ada di belakangku untuk memberikan botol susu Zain. Betapa marahnya beliau setelah mendengar aku sengaja meninggalkan Barra di swalayan.Mama mengatakan jika aku ini sangat jahat. Tega meninggalkan orang yang sudah membantuku. Beliau juga menyuruhku menelpon Barra untuk memastikan dia baik-baik saja.Lebay, pria dewasa sepertinya pasti tidak akan tersesat. Apalagi, dia memiliki banyak uang. Tinggal pesan taksi selesai semua permasalahan.Aku menolak menelpon Barra, buat apa coba? Dia bisa tambah besar kepala dan makin tidak menyadari kesalahannya.“Mama gak suka kamu kayak gitu lagi!” omelan Mama masih berlanjut.“Iya, Ma. Tadi juga gak sengaja ketinggalan Barra-nya.”“Ngak sengaja gimana? Masak ada orang pergi berdua satunya ketinggalan kamu gak sadar.”“Ya ‘kan Mama n
last updateLast Updated : 2024-09-28
Read more

Bab 17

Meja makan besar milik Mama malam ini terlihat penuh. Selain kedatangan Eyang Kakung, Barra dan Zain pun ikut bergabung.Mama sejak tadi sibuk menyiapkan makanan untuk Eyang. Mondar-mandir seperti gangsing. Padahal ada banyak ART dirumah tapi beliau ingin menyiapkan makanan untuk mertuanya. Katanya, mumpung Eyang berkunjung ke Jakarta.Aku yang kebagian memangku Zain hanya bisa makan dengan satu tangan. Bayi gembul ini sangat manja tidak mau duduk di kursinya. “Kak tolong ambilin gudegnya lagi.”“Nasinya juga apa gak?”“Gak usah, gudeg sama kerupuk ikan saja,” perintahku pada Kak Ravi karena aku kesulitan mengambilnya sendiri.“Cukup?”“Iya, terima kasih.”Aku melanjutkan makan malam ku, sesekali mengajak Zain bicara. Kedua matanya sibuk melihat orang-orang di meja makan yang tengah bicara. Setiap kali ada yang tersenyum dia akan tersenyum. Tingkah lucunya membuat gemas semua orang.“Apa sayang?” tanyaku saat t
last updateLast Updated : 2024-09-29
Read more

Bab 18

Setelah berhasil menidurkan Zain, aku pergi ke pinggir kolam. Barra meminta waktuku sebentar untuk mengatakan hal penting. Mungkin dia baru menyadari kesalahannya atau mau berterima kasih karena aku telah merawat keponakannya. Entahlah yang benar yang mana? Dia tipe manusia sulit ditebak.Sebenarnya aku masih trauma bicara serius dengan Barra. Aku takut mendapatkan ucapan pedas darinya. Namun saat melihat kesungguhan di matanya. Akhirnya aku memberi kesempatan untuk dia berbicara. Lagipula aku juga penasaran, apa yang ingin dia katakan?Sebelum menyusul Barra, Aku meminta Bibik menyiapkan coklat hangat. Lalu, minta diantar ke pinggir kolam. Rumah dalam kondisi sepi karena semua orang telah masuk ke kamar masing-masing setelah makan malam.“Maaf nunggu lama ya?”“Nggak lama, Zain udah tidur?”“Sudah.”Karena Barra memilih kursi panjang terpaksa aku duduk di sampingnya. Tidak mungkin aku duduk di kursi bundar yang letaknya jauh dar
last updateLast Updated : 2024-09-30
Read more

Bab 19

Seperti yang sudah aku rencanakan bersama Mama. Hari ini aku mengajak Zain pergi ke rumah sakit. Karena aku harus berangkat pagi sementara Mama harus mengurus Papa dan Eyang kakung, aku berangkat lebih dulu bersama Zain diantar oleh Kak Ravi.Kakak berkata malas sarapan di rumah. Pasti dia akan menjadi bulan-bulanan Mama dan Eyang lagi. Karena menolak dijodohkan dengan wanita pilihan Eyang.“Gak bakal kerepotan kalau kamu bawa Zain?”“Gak tau juga Kak, kayaknya sih bakalan repot. Zain lagi ngak mau aku tinggal.”“Sakit?”“Enggak.”“Terus kenapa?”“Ngak tau juga, sama Mama aja yang biasanya nempel banget dari semalam ngak mau di gendong.”“Kangen Mamanya palingan,” celetuk Kak Ravi.“Masak sih? ‘Kan Zain belum sempat bertemu Mamanya.”“Ya namanya anak kecil pasti rindu kasih sayang ibunya. Kita saja yang sudah umur segini kalau lama gak dimanja sama Mama, suka kangen ‘kan?”“La, kok sam
last updateLast Updated : 2024-10-01
Read more

Bab 20

Mendengar perkataan Nenek Zain membuatku salah tingkah. Ada rasa bahagia yang tidak bisa aku jelaskan saat mendengar ‘Mama Zain’ jantungku langsung berdebar dan seperti ada jutaan kupu-kupu di perutku.Setelah makan siang, aku berguling-guling di atas ranjang sebelah Zain tidur. Ingin sekali berteriak kencang untuk mengeluarkan rasa yang membuncah di hatiku. Bukan rasa sesak melainkan bahagia. Padahal sejak tadi pagi pasienku memanggilku dengan sebutan itu. Tapi rasanya biasa saja tidak ada sesuatu yang spesial. Namun saat Nenek Zain yang mengatakannya membuat jantungku berdebar kencang.“Kenapa pipinya di tepuk-tepuk begitu?”Aku bangun, lalu melihat ke arah pintu. Ternyata, Mama yang datang. Bikin kaget saja! “Gapapa, lagi senam pipi saja.”“Pipi kamu merah banget, sakit?” “Pakai blush on kebanyakan tadi, Ma," jawabku asal.Mama menyentuh keningku, lalu ke leher belakang. “Ngak panas,” ucapnya heran.“Rumi u
last updateLast Updated : 2024-10-02
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status