Semua Bab Legenda Dewa Nusantara: Perang Dua Benua: Bab 61 - Bab 70

150 Bab

Bab 61: Mimpi yang Mengguncang

Malam itu, setelah kejadian di lorong istana yang masih membekas di benak Jaka, suasana terasa sangat sunyi di seluruh penjuru istana. Bulan bersinar lembut di langit, memancarkan cahaya yang temaram ke atas tanah istana. Di dalam ruang perawatan, Gema masih beristirahat, meskipun kondisinya jauh lebih baik setelah perawatan intensif dari Dewi Sekarwangi. Sementara itu, Roro dan Sri Ayu masih berjaga di sampingnya, meski akhirnya tertidur kelelahan di kursi-kursi dekat ranjang.Namun, di tengah keheningan malam itu, Gema tidak benar-benar tertidur dengan tenang. Pikirannya terguncang oleh mimpi aneh yang mendalam dan penuh misteri. Dalam mimpinya, dia berdiri di sebuah padang luas, dipenuhi kabut yang tebal. Di kejauhan, bayangan-bayangan besar yang tidak jelas bentuknya bergerak, seolah mengintai dari balik tirai kabut.Tiba-tiba, muncul sosok yang dikenalinya—sosok misterius yang pernah ditemuinya dalam mimpi sebelumnya. Pria itu tinggi, berpakaian sederhana namun anggun, dengan ma
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-08
Baca selengkapnya

Bab 62: Tekad Baru

Keesokan paginya, suasana di istana Kerajaan Langit Timur masih dipenuhi dengan ketegangan, terutama setelah kejadian-kejadian yang baru-baru ini terjadi. Gema yang baru saja terbangun dari mimpinya, masih merasakan dampak emosional yang kuat dari pertemuannya dengan sosok misterius itu. Meski rasa kantuk masih menghantuinya, hatinya mulai dipenuhi oleh tekad baru yang muncul dari dalam dirinya.Saat Gema membuka matanya, dia menemukan Roro duduk di samping ranjangnya, sedang memandangi dirinya dengan tatapan cemas. Sri Ayu tidak ada di ruangan itu, mungkin sudah pergi untuk menjalankan tugas lain. Namun, kehadiran Roro yang setia menemani membuat Gema merasa lebih nyaman."Gema, kau baik-baik saja?" tanya Roro dengan suara penuh kekhawatiran, tangannya masih berada di dekat tangan Gema, seolah takut jika dia akan hilang lagi.Gema tersenyum kecil, meski masih terasa sedikit lelah. “Aku baik-baik saja, Roro. Hanya mimpi aneh lagi.”Roro menatapnya dengan tatapan penuh tanya. “Mimpi?
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-08
Baca selengkapnya

Bab 63: Jalan Berliku

Setelah pembicaraan mereka di pagi hari, Gema merasa hatinya dipenuhi dengan berbagai pikiran. Dia tahu bahwa jalan di depannya tidak akan mudah. Meskipun masih sangat muda, beban yang harus dia pikul sudah terlalu besar untuk seorang anak seusianya. Tapi dia juga tahu, takdirnya sudah tertulis, dan tidak ada jalan untuk mundur.Roro menemaninya di luar ruangan, mereka berdua berjalan pelan menyusuri halaman istana yang dipenuhi dengan pepohonan rindang. Suasana yang seharusnya tenang itu terasa sedikit tegang di hati mereka, terutama setelah peristiwa percobaan pembunuhan yang baru saja terjadi.“Roro, kenapa kau terus bersamaku?” tanya Gema tiba-tiba, memecah kesunyian di antara mereka.Roro berhenti sejenak, menatap Gema dengan mata cokelatnya yang hangat. “Kenapa aku bersamamu? Karena aku ingin melindungimu, Gema. Kau tahu, aku mungkin tidak sekuat Jaka, atau sehebat prajurit lainnya di sini. Tapi aku ingin selalu ada di sampingmu, apapun yang terjadi.”Gema terdiam, meresapi kata
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-08
Baca selengkapnya

Bab 64: Tekanan dari Segala Arah

Malam tiba di Kerajaan Langit Timur. Langit tampak gelap, namun penuh dengan bintang yang bersinar terang. Gema duduk di tepi kolam kecil di halaman istana, membiarkan pikirannya melayang dalam keheningan malam. Bayangan dirinya yang memantul di permukaan air tampak lebih dewasa dari sebelumnya. Meskipun usianya baru menginjak sebelas tahun, pengalaman dan beban yang dia pikul sudah jauh melampaui usianya.Namun, pikiran Gema terus dipenuhi dengan kekhawatiran yang semakin besar. Serangan dari Benua Barat yang segera datang, ramalan yang terus menghantuinya, dan tekanan dari Raja Jayabaya serta seluruh kerajaan membuat dirinya merasa terjepit di antara berbagai tanggung jawab yang besar. Meskipun tekadnya kuat, dia tahu bahwa dia masih jauh dari cukup kuat untuk menanggung semua ini sendiri.Tiba-tiba, langkah kaki lembut terdengar mendekat. Gema menoleh, dan melihat Roro berjalan pelan ke arahnya. Roro tersenyum kecil, meskipun ada kekhawatiran yang terlihat jelas di wajahnya. Dia d
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-08
Baca selengkapnya

Bab 65: Gerakan Pasukan Barat

Di balik kabut tebal yang menyelimuti perbatasan Benua Barat, gerakan militer yang begitu besar sedang berlangsung. Pasukan elit Benua Barat bergerak dengan teratur, seolah-olah setiap prajurit telah dilatih untuk bergerak tanpa suara namun penuh dengan kekuatan mematikan. Dari atas tebing, tampak ribuan prajurit berbaris dalam formasi ketat, setiap langkah mereka penuh dengan tujuan yang jelas. Bendera kerajaan berkibar tinggi, menandai ambisi yang tidak bisa disembunyikan lagi.Di tengah barisan, seorang pria berdiri tegak dengan mata penuh keyakinan. Dia adalah Komandan Arya Wisesa, salah satu jenderal terkuat dari Benua Barat. Penampilannya tidak bisa diabaikan—rambut peraknya yang panjang berkilauan di bawah cahaya bulan, dan jubah hitamnya yang dihiasi dengan lambang kerajaan tampak bergerak lembut tertiup angin. Dia adalah simbol dari kekuatan dan disiplin yang dimiliki oleh pasukan Benua Barat."Kita sudah terlalu lama menunggu," gumam Arya Wisesa, memandangi pasukannya yang
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-09
Baca selengkapnya

Bab 66: Ujian Tiga Penjaga

Kembali ke Ujian Gema. Dia sekarang berdiri di tengah-tengah lapangan latihan istana, matanya menatap tajam ke arah para penguji yang berdiri di hadapannya. Dia tahu bahwa ini bukan sekadar latihan biasa—ini adalah ujian terberat yang pernah dia hadapi. Di sekeliling lapangan, para prajurit kerajaan dan beberapa penasihat berkumpul untuk menyaksikan.Raja Jayabaya, Dewi Sekarwangi, dan Ki Joko Tingkir, tiga tokoh terkuat di Kerajaan Langit Timur, bersiap untuk menguji kemampuan Gema. Wajah mereka tenang, namun aura kekuatan yang mereka pancarkan membuat suasana menjadi tegang. Gema, meski baru berusia sebelas tahun, tahu bahwa dia harus memberikan yang terbaik untuk lolos dari ujian ini."Ini adalah ujianmu yang sesungguhnya, Gema," kata Raja Jayabaya dengan suara yang berat dan penuh wibawa. "Setiap dari kami akan menguji kekuatanmu dalam tiga aspek—fisik, mental, dan pengendalian jiwa. Jika kau berhasil melewatinya, kau akan siap menghadapi dunia luar yang lebih keras dari apa pun y
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-09
Baca selengkapnya

Bab 67: Ujian Terakhir dan Anugerah

Gema berdiri di hadapan Raja Jayabaya, seluruh tubuhnya masih terasa gemetar setelah dua ujian berat sebelumnya. Kini, ia harus menghadapi ujian terakhir, ujian yang akan menentukan apakah dirinya benar-benar pantas untuk membawa takdir yang telah ditetapkan kepadanya sejak lahir. Di tangan Raja Jayabaya, Pedang Takdir bersinar dengan cahaya lembut, tetapi Gema tahu bahwa pedang itu memiliki kekuatan yang jauh lebih menakutkan dari apa yang tampak di permukaan.Suasana di lapangan latihan menjadi hening. Para prajurit yang menyaksikan ujian ini menahan napas, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Ki Joko Tingkir dan Dewi Sekarwangi berdiri di sisi lapangan, memandangi Gema dengan mata penuh harapan. Mereka tahu, ujian dari Raja Jayabaya bukan hanya tentang kekuatan fisik, tetapi juga tentang takdir, jiwa, dan masa depan.Raja Jayabaya melangkah maju, tatapannya tajam, namun penuh dengan ketenangan seorang penguasa yang bijaksana. "Gema," suaranya terdengar berat, penuh dengan ke
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-09
Baca selengkapnya

Bab 68: Langkah Awal sebagai Jenderal

Pagi yang tenang di Kerajaan Langit Timur terasa berbeda. Gema yang kini telah resmi dianugerahi gelar Jenderal Perang Kerajaan Langit Timur, bangun lebih awal dari biasanya. Setelah upacara penghormatan kemarin, dia sadar bahwa segala sesuatunya akan berubah. Bukan hanya latihan atau pelajaran dari Raja Jayabaya, tetapi juga tanggung jawabnya terhadap para prajurit dan keselamatan Nusantara.Dia memandang pantulan dirinya di permukaan air kolam yang biasa dia kunjungi. Seorang anak berusia sebelas tahun yang telah dipaksa untuk dewasa lebih cepat dari seharusnya. Rambut hitam legamnya sedikit acak-acakan, namun di matanya, ada tekad yang kuat dan keyakinan bahwa jalan yang dia tempuh sekarang adalah yang benar. Namun, di balik keyakinannya, ada sedikit keraguan yang masih tersisa.“Aku… jenderal?” gumamnya pelan, setengah tidak percaya.Langkah kaki yang mendekat membuat Gema menoleh. Itu adalah Jaka Tandingan, dengan senyum bangga di wajahnya. "Pagi, Jenderal," sapa Jaka dengan nada
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-09
Baca selengkapnya

Bab 69: Membangun Otoritas di Medan Perang

Di halaman istana Kerajaan Langit Timur, ribuan prajurit telah bersiap dengan baju zirah mereka yang bersinar di bawah sinar matahari. Sorak-sorai rendah terdengar, semacam antisipasi yang tumbuh di antara pasukan yang akan berangkat ke perbatasan barat.Di barisan depan, berdiri Gema Pratama, dengan pakaian tempurnya yang baru, diapit oleh Ki Joko Tingkir dan beberapa kapten utama Kerajaan Langit Timur. Wajahnya serius, penuh tekad. Di tangan kirinya, Medali Nusantara bersinar samar, seolah memberikan kekuatan spiritual tambahan yang mengalir dalam dirinya.Gema telah dianugerahi komando atas 1.000 prajurit elit, sebuah kehormatan yang jarang diberikan kepada seseorang yang baru berusia sebelas tahun. Namun, itu juga menjadi ujian berat baginya—untuk membuktikan bahwa dia layak menyandang gelar Jenderal Perang."Jenderal, semuanya sudah siap," lapor salah satu prajurit yang berdiri di sampingnya. Wajahnya datar, tanpa ekspresi, tapi ada sedikit keraguan di matanya.Gema mengangguk sin
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-09
Baca selengkapnya

Bab 70: Provokasi dari Langit dan Bumi

Di kejauhan, Pasukan Benua Barat telah berkumpul di lembah yang luas dan curam, dikelilingi oleh perbukitan yang berbahaya. Di tengah mereka berdiri tiga sosok yang menjadi tumpuan kekuatan dari Benua Barat: Komandan Arya Wisesa, Penyihir Srikandi, dan Panglima Senopati Bima. Ketiganya memandang lurus ke arah timur, menunggu kedatangan musuh mereka, yaitu pasukan dari Kerajaan Langit Timur."Aku sudah mendengar tentang bocah yang diangkat menjadi jenderal itu," kata Komandan Arya Wisesa, suaranya penuh ejekan saat dia menggerakkan jari-jarinya yang diliputi kilatan petir. "Kita akan lihat seberapa hebat anak kecil itu bisa melawan badai dan petir."Srikandi tersenyum tipis di balik tudung gelapnya. "Aku penasaran bagaimana seorang bocah bisa menanggung takdir yang begitu besar. Lagipula, kita tidak perlu menunggu lama untuk melihatnya meratap."Bima, dengan tubuhnya yang sebesar gunung, menyeringai seraya memegang Kapak Bumi Raksasa-nya dengan kuat. "Aku hanya i
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-10
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
15
DMCA.com Protection Status