Home / Horor / Misteri Rumah Tua di Sudut Jalan / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of Misteri Rumah Tua di Sudut Jalan: Chapter 51 - Chapter 60

71 Chapters

Bab 60 - Janji Kelam yang Terikat

Namun saat itu rina dan teman temannya teringat bahwa mereka telah diusir di desa sebelumnya itu. Mereka bingung apa yang harus dilalukan. Lalu saat itu kiai tersebut memejamkan mata sambil berdzikir, lalu berkata. "warga kampung disesa sebelumnya akan tersiksa, kalau mereka tidak melakukan persembahan kepada roh bangsawan itu. Karena desa itu sudah terikat janji dari roh bangsawan itu, yang mana kejadian di masa lalu, kematian roh bangsawan itu yang tragis, dilakukan oleh warga di desa itu. Itupun karena kekesalan warga, atas sikap arogan dan meresahkan dari bangsawan itu sewaktu hidup. Kekesalan warga memuncak ketika ditemukannya surat dari seorang anak perempuan yang tidak berdosa, yang dikorbankan demi perjanjiannya dengan iblis, untuk kekuatan, kekayaan dan kejayaan bangsawan itu. Rina menatap sang kiai dengan penuh keterkejutan. Seluruh kepingan misteri yang selama ini mengganggu pikirannya mulai menemukan bentuk yang jelas. Semua yang dialaminya—mimpi-mimpi mengerikan, pertem
Read more

Bab 61 - Rencana Baru dan Kebenaran yang Terungkap

Rina dan teman-temannya akhirnya kembali ke penginapan di desa baru dengan perasaan campur aduk. Kejadian yang baru saja mereka alami di desa sebelumnya membuat mereka merasa tertekan, namun sekaligus membuat mereka semakin yakin bahwa mereka harus segera mengungkap kebenaran. Nyai Murni dan Bu Marni bukan hanya pelaku di balik kekacauan ini, tetapi juga menjadi ancaman bagi warga desa yang masih hidup dalam ketakutan dan kebohongan. Saat mereka duduk di ruang tengah penginapan, suasana hening menyelimuti mereka. Masing-masing tenggelam dalam pikiran, mencoba mencari solusi atas situasi yang semakin rumit. Ardi akhirnya memecah keheningan. “Kita tidak bisa kembali ke desa itu sekarang. Situasi terlalu berbahaya. Warga sudah dipengaruhi oleh Nyai Murni dan Bu Marni. Mereka pasti akan menghalangi setiap langkah kita.” Lisa mengangguk setuju. “Benar, kita harus berhati-hati. Mereka sudah memandang kita sebagai musuh. Kalau kita kembali tanpa bukti yang kuat, nyawa kita bisa dalam bahay
Read more

62: Menguak Sumber Kekuatan Bangsawan

Di desa lama, suasana tampak tenang. Warga hidup seperti biasa, seolah-olah tidak pernah ada kejadian aneh yang menakutkan sebelumnya. Rina dan teman-temannya yang sudah lama pergi dari desa itu, tidak lagi menjadi bahan pembicaraan di kalangan warga. Kejadian-kejadian gaib yang pernah mengganggu mereka seolah menguap begitu saja. Warga semakin yakin bahwa semua kekacauan yang pernah terjadi sebelumnya adalah akibat kehadiran Rina dan teman-temannya. Mereka tidak tahu bahwa ada sesuatu yang jauh lebih besar dan berbahaya yang bersembunyi di balik ketenangan itu. Bu Marni dan Nyai Murni, dua sosok yang selama ini dihormati di desa, telah membuat perjanjian dengan roh bangsawan yang menguasai desa tersebut. Mereka meminta roh itu untuk tidak mengganggu warga desa untuk sementara waktu, demi menjaga ketenangan dan kepercayaan warga. Dengan demikian, warga semakin yakin bahwa Rina adalah sumber kekacauan. Bu Marni dan Nyai Murni memahami betul bagaimana cara memainkan situasi. Mereka
Read more

Bab 63: Menyingkap Tabir Tipu Daya

Rina duduk termenung di kamar penginapan, pikirannya sibuk memutar ulang semua kejadian yang telah terjadi sejak ia tiba di desa lama. Sosok Bu Marni dan Nyai Murni terus menghantui pikirannya. Apa yang dikatakan oleh Pak Kiai tentang mereka membuka kenyataan pahit yang menekan dada Rina. Selama ini, Rina merasa bahwa segala gangguan roh dan kekacauan di desa lama hanyalah efek dari roh bangsawan yang penuh dendam, tetapi kini ia paham bahwa ini lebih dari sekadar itu—semuanya adalah hasil manipulasi yang rapi dari Bu Marni, Nyai Murni, dan roh bangsawan itu sendiri. Rina menarik napas panjang. Ingatannya kembali pada peristiwa di rumah tua ketika ia bersama Bu Marni, Nyai Murni, dan Ki Wirya. Mereka menemukan sebuah jengglot di bawah tanah rumah tersebut, dan sepakat bahwa itu adalah sumber dari semua masalah gaib yang menimpa desa. Mereka berencana untuk menghancurkannya. Namun, tak lama setelah itu, Ki Wirya terbunuh. Semuanya berubah menjadi kacau, dan Rina merasa segalanya hancu
Read more

Bab 64: Pertemuan dengan Kegelapan

Setelah pertemuan yang penuh makna dengan Pak Kiai, Rina dan ketiga temannya—Lisa, Ardi, dan Siska—melangkah dengan tenang di bawah sinar rembulan yang samar. Mereka berjalan pulang menuju penginapan di desa baru, masih meresapi nasihat dan kekuatan spiritual yang diberikan oleh Pak Kiai. Namun, langkah mereka yang sebelumnya tenang tiba-tiba terasa berat ketika Rina mulai merasakan kehadiran sesuatu yang asing. Sesuatu yang gaib dan menyeramkan. Rina, yang sejak beberapa waktu terakhir telah memiliki kemampuan mata batin, merasakan pandangannya mulai berubah. Di antara bayangan pepohonan yang gelap dan rumah-rumah penduduk yang sepi, dia melihat sosok-sosok gaib. Mata batinnya yang terbuka dengan jelas menangkap sosok-sosok hitam tinggi menjulang dengan tatapan tajam yang mengawasi mereka dari kejauhan. Salah satu sosok itu berbentuk seperti bayangan besar dengan tangan yang memanjang, seakan-akan hendak menjangkau mereka. Wajahnya buram, namun terasa penuh dengan niat jahat. Yang
Read more

Bab 65: Persembahan di Tengah Malam

Malam itu, langit di atas desa lama terlihat lebih gelap dari biasanya. Bintang-bintang yang biasanya menghiasi malam tampak seolah-olah menghilang, tertelan oleh awan gelap yang tebal. Angin dingin berhembus lembut, menyapu pepohonan dan membawa kesunyian yang mencekam. Jam menunjukkan tengah malam, waktu di mana banyak orang percaya bahwa dunia gaib menjadi lebih kuat dan hadir di sekitar mereka. Di desa yang kini sebagian besar penghuninya telah pindah ke desa baru, ada sebuah rumah tua yang sudah lama ditinggalkan. Rumah tersebut masih berdiri megah meski dindingnya sudah mulai lapuk dimakan waktu. Namun, rumah itu tidak sepenuhnya sepi. Malam itu, dua sosok perempuan berjalan mendekati pintu rumah dengan langkah pasti dan penuh kewaspadaan—Bu Marni dan Nyai Murni. Mereka adalah dua orang yang memiliki hubungan misterius dengan kekuatan gelap yang menguasai rumah tua itu. Bu Marni membuka pintu rumah tua itu dengan kunci yang ia simpan dengan hati-hati. Derit pintu tua tersebut
Read more

Bab 66: Konflik di Balik Rencana Licik

Pagi hari itu, desa yang biasanya tenang berubah menjadi penuh ketegangan. Warga-warga yang semalam diteror oleh gangguan gaib kini merasa semakin takut dan bingung. Beberapa dari mereka, yang telah mengalaminya secara langsung, mulai berkumpul dan membicarakan hal-hal aneh yang terjadi. Suara-suara hantu, sosok-sosok misterius, serta perabotan yang bergerak sendiri membuat mereka cemas. Akhirnya, beberapa orang memutuskan untuk mendatangi Nyai Murni, yang selama ini dikenal sebagai orang bijak di desa itu, berharap dia bisa memberikan jawaban atas segala hal yang mereka alami. Di rumah Nyai Murni, pagi itu terasa tenang. Nyai Murni dan Bu Marni sedang duduk bersama, membicarakan rencana mereka yang tampaknya berjalan mulus. Mereka tahu, hari ini akan ada warga yang datang meminta pertolongan, dan saat itu mereka harus memainkan peran mereka dengan sempurna. Tak lama kemudian, terdengar ketukan di pintu. Seperti yang telah diduga, beberapa perwakilan warga desa datang dengan wajah c
Read more

Bab 67: Tipu Daya yang Mengikat

Setelah beberapa hari berlalu, gangguan gaib di desa lama semakin tak terkendali. Gangguan itu bukan lagi hanya suara-suara aneh atau bayangan yang melintas cepat di sudut mata. Kali ini, makhluk-makhluk menakutkan mulai muncul secara terang-terangan di tengah malam. Jeritan terdengar dari berbagai rumah setiap malam, dan warga yang awalnya masih sanggup mengabaikan mulai merasakan ketakutan yang mendalam. Suatu malam, seorang warga, Pak Samin, yang dikenal sebagai orang yang tak mudah percaya pada hal-hal mistis, mengalami hal yang mengejutkan. Ketika ia sedang berjalan pulang dari sawah, sebuah bayangan besar melintas di depannya. Makhluk itu, dengan mata merah menyala, menatapnya dengan tajam. Pak Samin langsung jatuh ketakutan dan mencoba berlari, namun ia tergelincir di tanah basah. Ketika ia terbangun, tubuhnya gemetar dan tak sanggup berbicara selama beberapa jam. Gangguan ini semakin menakutkan. Masyarakat yang sudah lama tinggal di desa tersebut mulai kehilangan akal sehat.
Read more

Bab 68: Pesan dari Roh yang Teraniaya

Lalu di tempat lain Rina terbaring di atas kasurnya, mencoba menikmati ketenangan setelah beberapa hari terakhir hidup dalam tekanan dan ketakutan. Dzikir yang dia lakukan bersama Lisa, Ardi, dan Siska di bawah bimbingan Pak Kiai telah memberikan ketenangan dalam batinnya. Ketenangan itu kini mengalir dalam setiap tarikan napasnya. Namun, di balik ketenangan yang baru ia rasakan, malam ini, mimpi yang berbeda datang menyergap. Di tengah malam, Rina terjatuh ke dalam mimpi yang begitu nyata. Dalam mimpinya, ia kembali ke desa lama, tempat ia dan teman-temannya pernah tinggal. Namun, suasana desa itu terasa berbeda kali ini. Udara terasa berat dan suram, seolah-olah ada sesuatu yang mengawasi setiap langkahnya. Langit di atas desa itu tampak kelabu, tak ada matahari, hanya awan hitam pekat yang menggelayut di langit, menambah keangkeran suasana. Rina berjalan perlahan di jalan desa yang sepi, namun di kejauhan ia mulai mendengar suara rintihan dan jeritan. Ketika dia mendekat, pemanda
Read more

Bab 69 - Kebenaran dari Pak Kiai

Keesokan harinya, Rina dan ketiga temannya—Lisa, Ardi, dan Siska—berangkat menuju rumah Pak Kiai. Meskipun mereka merasa cemas, namun ada harapan bahwa Pak Kiai bisa memberikan petunjuk atau solusi untuk masalah yang mereka hadapi. Udara pagi yang sejuk di desa baru tersebut sedikit memberikan ketenangan, namun di hati mereka semua masih tersimpan rasa khawatir akan apa yang sedang terjadi di desa lama. Setibanya di rumah Pak Kiai, mereka disambut dengan senyum ramah sang istri yang sudah mengenal Rina dan teman-temannya. Setelah berbasa-basi sejenak, mereka langsung diarahkan menuju ke ruangan tempat Pak Kiai biasanya menyambut tamu. Pak Kiai, seorang pria tua dengan wajah bijaksana, duduk di kursi kayu sambil merapikan sorbannya. Beliau mempersilakan mereka duduk, dan setelah mereka semua duduk, Rina memulai pembicaraan. “Pak Kiai, kami datang ke sini karena ada hal penting yang ingin kami ceritakan,” kata Rina, suaranya sedikit bergetar. “Semalam, saya mengalami mimpi yang sanga
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status