Home / Horor / Misteri Rumah Tua di Sudut Jalan / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Misteri Rumah Tua di Sudut Jalan: Chapter 41 - Chapter 50

71 Chapters

Bab 41: Kedatangan Teman-Teman

Dua hari berlalu dengan cepat, dan selama waktu itu, Rina berusaha untuk mengumpulkan pikirannya. Dia mencoba menjauhkan dirinya dari semua kejadian supranatural yang telah mengguncangnya selama ini. Meskipun jauh di dalam hatinya, ia tetap dihantui oleh misteri desa tersebut, dia memutuskan untuk fokus menunggu kedatangan teman-teman kampusnya. Mereka adalah orang-orang yang bisa dia percayai, dan dia berharap kehadiran mereka akan memberi sedikit kelegaan dari kegelisahan yang terus-menerus menghantui pikirannya. Sore itu, matahari sudah mulai terbenam ketika Rina mendengar deru mobil di depan penginapannya. Rina segera keluar dan melihat Lisa, Ardi, dan Siska turun dari mobil dengan wajah penuh semangat. Wajah mereka cerah, kontras dengan suasana muram yang selalu menyelimuti desa yang ditinggalkan Rina. "Rina!" Lisa melambaikan tangan dengan senyum lebar di wajahnya, segera berlari menghampiri Rina dan memeluknya erat. "Kamu kelihatan kurusan, deh. Apa kamu baik-baik saja di sin
Read more

Bab 42: Gangguan Roh dan Pengakuan Rina

Malam itu, setelah kembali dari perjalanan singkat mereka di sekitar desa, suasana di penginapan mulai terasa aneh. Hawa malam terasa lebih dingin daripada biasanya, dan langit tampak mendung tanpa bintang. Rina dan teman-temannya memutuskan untuk menghabiskan malam di ruang tamu penginapan, mengobrol untuk menghilangkan ketegangan yang mereka rasakan sejak sore tadi. Siska duduk di sofa sambil menyeruput teh hangat, sementara Lisa dan Ardi sibuk memainkan permainan kartu. Rina, yang duduk di sudut ruangan, tidak bisa sepenuhnya fokus pada obrolan mereka. Pikirannya masih dipenuhi oleh rasa gelisah tentang rumah tua di desa, Bu Marni, Nyai Murni, dan semua misteri yang mengelilingi tempat itu. Ditambah lagi, perasaan bersalah mulai muncul di benaknya—apakah kehadiran teman-temannya di sini akan membahayakan mereka juga? “Ayo, Rina! Kamu diam terus dari tadi, sini ikut main!” seru Ardi, memaksa Rina untuk ikut bergabung dalam permainan. Rina tersenyum tipis dan menggelengkan kepala.
Read more

Bab 43: Penyelidikan yang Menemukan Titik Terang

Keesokan harinya, setelah gangguan menyeramkan yang dialami oleh teman-teman Rina, mereka berkumpul di ruang tamu penginapan sederhana tempat mereka menginap. Wajah Lisa dan Ardi terlihat lelah, tetapi semangat untuk membantu Rina belum pudar. Rina memutuskan bahwa kini saatnya untuk bertindak lebih terencana. Semua yang mereka alami tidak boleh lagi ditangani secara acak. “Saya sudah memutuskan,” Rina memulai, sambil melihat ke arah Lisa dan Ardi yang menatapnya dengan serius. “Kita harus membagi tugas. Gangguan yang kalian alami semalam menunjukkan kalau roh itu memang tahu keberadaan kita. Dan saya yakin, roh bangsawan itu tidak akan diam saja.” Lisa menggigit bibirnya, berusaha menahan rasa takut yang masih menghantui pikirannya. Namun, ia tahu bahwa ini bukan saatnya untuk mundur. Ardi, meski tampak lebih tenang, juga tidak bisa menyembunyikan kecemasan yang melintas di wajahnya. Namun demikian, keduanya siap untuk membantu Rina. Keesokan harinya, Rina, Lisa, dan Ardi memulai
Read more

Bab 44: Ujian Keberanian

Hari itu sepertinya akan berjalan seperti biasa ketika Rina, Lisa, dan Ardi memulai aktivitas mereka. Namun, rasa gelisah yang menyelimuti suasana pagi terasa begitu nyata. Angin dingin yang bertiup dari arah pegunungan semakin memperkuat aura suram di desa itu. Penduduk yang biasanya sudah keluar untuk bekerja tampak bersembunyi di dalam rumah mereka. Semua orang merasakan sesuatu yang tak kasat mata, sesuatu yang lebih menyeramkan daripada sebelumnya. Rina duduk di kamar penginapan sambil memeriksa catatannya. Pikirannya terus mengitari semua hal yang telah mereka pelajari—tentang Bu Marni, Nyai Murni, warga kaya di desa itu, dan roh bangsawan yang terus menghantui mereka. Sebuah pola sudah mulai terbentuk di pikirannya, namun tetap ada sesuatu yang mengganjal. Tiba-tiba, suara keras terdengar dari luar jendela, diikuti oleh jeritan Lisa dari kamar sebelah. Rina langsung berdiri dan berlari keluar kamar. Di lorong penginapan, Ardi juga muncul dari kamarnya, wajahnya pucat. "Ada a
Read more

Bab 54: Pertemuan Tersembunyi

Di sebuah rumah megah yang tersembunyi di balik pepohonan lebat, Bu Marni dan Nyai Murni duduk di sebuah ruangan yang hanya diterangi oleh lampu minyak. Kedua perempuan itu saling berpandangan dengan ekspresi serius, memikirkan ancaman yang semakin nyata dari Rina dan teman-temannya. "Rina itu terlalu pintar," kata Bu Marni sambil menghela napas panjang. Wajahnya yang biasanya tenang kini menunjukkan kekhawatiran yang jarang terlihat. "Sejak dia datang ke desa ini, dia tak pernah berhenti menyelidiki. Dia seperti tidak kenal takut." Nyai Murni yang duduk di sebelahnya mengangguk. "Benar. Apalagi teman-temannya yang lain juga terlihat tak kalah gigih. Mereka berani menghadap gangguan gaib yang bahkan membuat penduduk desa ketakutan. Kalau kita tidak segera bertindak, mereka bisa menggagalkan rencana kita." "Apakah kamu yakin, Nyai? Rina ini bukan orang sembarangan. Aku takut kalau dia benar-benar menemukan kebenaran, persembahan kita kepada roh bangsawan itu akan terganggu," ucap Bu
Read more

Bab 55: Perjanjian Gelap di Balik Kekayaan

Pagi itu, Rina terbangun dengan perasaan tidak tenang. Mimpi buruk dan gangguan supranatural terus menghantuinya setiap malam, seolah ada kekuatan besar yang berusaha menyeretnya ke dalam kegelapan. Namun, dia merasa ada sesuatu yang lebih mendesak—perasaan bahwa situasi di desa ini semakin memburuk dan tidak hanya berhubungan dengan roh bangsawan. Rina duduk di ranjangnya, merenungkan apa yang harus dilakukan. Pengamatannya pada Bu Marni dan Nyai Murni semakin menambah kecurigaan, terutama setelah melihat sesajen dan darah yang mereka bawa ke rumah tua. Namun, dia belum sepenuhnya mengerti maksud dan tujuan ritual itu. Apakah mereka benar-benar berusaha mengusir roh jahat, atau malah memperkuatnya? Sambil menatap keluar jendela, Rina merasakan desakan untuk segera bertindak. Gangguan gaib di desa ini semakin parah, dan dia tidak bisa terus menunggu. Sementara itu, teman-temannya Lisa dan Ardi telah berhasil mengungkap bahwa beberapa penduduk desa yang tidak mendapatkan gangguan gai
Read more

Bab 56: Pengusiran yang Tak Terelakkan

Pagi yang tenang di penginapan Bu Marni mendadak berubah menjadi mencekam ketika suara teriakan keras terdengar dari luar. Rina yang masih mengumpulkan kesadarannya setelah malam penuh mimpi buruk, segera bergegas keluar kamar bersama teman-temannya, Lisa dan Ardi. Mereka semua terkejut melihat segerombolan warga sudah berkumpul di depan penginapan, wajah mereka penuh amarah dan kecurigaan. Warga yang tidak pernah mendapatkan gangguan gaib, yang sebelumnya selalu bersikap netral, kini berdiri di barisan terdepan. Mereka adalah orang-orang kaya yang memiliki rumah megah di kota lain. Dengan suara lantang, salah satu dari mereka, seorang pria tua dengan sorot mata penuh kebencian, berteriak, "Kalian! Sejak kalian datang, desa kami tidak pernah tenang. Gangguan ini adalah ulah kalian! Kalian harus pergi dari desa ini sekarang!" Rina tertegun, tak percaya dengan apa yang didengarnya. Ia mencoba untuk tetap tenang, menatap warga satu per satu, berharap bisa menemukan wajah yang bersikap
Read more

Bab 57: Mata yang Terbuka

Setelah Rina dan teman-temannya menetap di desa lain, mereka mulai menjalani hari-hari dengan lebih tenang. Meski demikian, Rina tidak bisa sepenuhnya melupakan apa yang telah mereka alami di desa sebelumnya. Perasaan cemas dan tanda-tanda bahaya masih menggantung di pikirannya, namun setidaknya mereka merasa lebih aman untuk sementara waktu. Namun, tidak lama setelah mereka menetap, Rina mulai merasakan ada sesuatu yang berubah dalam dirinya. Pada awalnya, ia tidak bisa menentukan apa yang salah, hanya perasaan tidak nyaman yang aneh setiap kali ia berada di tempat ramai atau sendirian di malam hari. Tubuhnya terasa gelisah, dan ada sensasi samar yang membuat bulu kuduknya berdiri, seolah-olah ia sedang diawasi. Seiring berjalannya waktu, perubahan itu menjadi lebih jelas. Rina mulai melihat hal-hal yang seharusnya tidak mungkin dilihat oleh mata manusia biasa. Dalam penglihatannya, kadang-kadang muncul bayangan-bayangan kabur yang berkeliaran di sekitar tempat-tempat tertentu. P
Read more

Bab 58: Pertemuan dengan Sang Kiai

Suasana di desa baru yang ditempati Rina dan teman-temannya terasa sangat berbeda dari desa sebelumnya. Desa ini tampak lebih tenang, dengan aura kedamaian yang kental menyelimuti setiap sudutnya. Tidak ada getaran aneh atau bisikan-bisikan gaib seperti yang mereka alami di desa tua itu. Jalanan desa dipenuhi oleh pepohonan yang rindang, dan angin bertiup sepoi-sepoi, membawa hawa segar yang meresap ke dalam jiwa mereka. Rina memutuskan untuk mengajak Lisa dan Ardi berjalan-jalan mengelilingi desa. Mereka ingin mengenal tempat baru ini lebih dekat dan mencari tahu apakah ada sesuatu yang menarik di sini. Sambil menikmati suasana, ketiganya bercengkerama ringan, membicarakan berbagai hal yang lebih menyenangkan untuk sejenak melupakan pengalaman-pengalaman menakutkan yang mereka alami sebelumnya. Saat mereka melewati sebuah masjid yang terletak di pusat desa, perhatian Rina tertuju pada seorang pria tua berjubah putih yang sedang duduk di halaman masjid. Pandangan pria itu tertuju la
Read more

Bab 59 - Warisan Tersembunyi

Malam itu, setelah maghrib, Rina dan teman-temannya bergegas menuju masjid tempat sang kiai berada. Rasa penasaran dan kegelisahan menghantui Rina, seolah-olah ada sesuatu yang besar yang akan diungkapkan oleh kiai tersebut. Ardi dan Lisa pun tampak serius, mengikuti langkah Rina dengan tenang, meskipun mereka juga merasakan atmosfer yang berbeda di desa ini. Sesampainya di masjid, suasana hening dan damai menyambut mereka. Kiai yang mereka temui beberapa hari lalu tampak sedang duduk di sudut ruangan, seolah-olah sudah menunggu kedatangan mereka. Wajahnya yang tenang dan berwibawa memberi kesan bahwa dia sudah memahami maksud kedatangan Rina dan teman-temannya. "Assalamualaikum, Kiai," sapa Rina sambil duduk di depan sang kiai bersama teman-temannya. "Waalaikumsalam, Nak Rina. Sepertinya ada yang ingin kamu tanyakan," jawab Kiai dengan senyum yang bijak. Rina mengangguk. "Kiai, saya ingin membicarakan pengalaman saya belakangan ini. Saya mulai bisa melihat hal-hal yang tidak terl
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status