Semua Bab Terjerat Pesona Kakak Tiriku: Bab 31 - Bab 40

71 Bab

Chapter 31 (Jawaban pengakuan 1)

Setelah keadaan Adnessa benar-benar mereda dan ia tampak lebih stabil, Axcel memutuskan untuk membawanya ke ruang ganti. Ia khawatir gadis kesayangannya itu akan sakit karena terlalu lama terkena air dingin. Dengan sangat hati-hati dan perlahan, Axcel menurunkan tubuh Adnessa di ruang ganti yang lebih hangat dan kering. "Ehemmm," Axcel berdeham kecil, merasa sedikit canggung dengan situasi ini. "Kamu ganti baju dulu, saya akan menunggu mu di luar!" ucapnya dengan nada lembut namun sedikit formal. Ia berusaha menjaga jarak dan memberikan privasi kepada Adnessa.Adnessa mengangguk pelan, matanya mengikuti punggung Axcel yang akhirnya berbalik badan dan melangkah keluar dari ruangan. Setelah memastikan Axcel benar-benar telah pergi dan punggungnya telah menghilang di balik pintu, barulah Adnessa memutar tubuhnya dan mulai mencari pakaian kering untuk dikenakan. Sebuah senyum kecil tanpa sadar terukir di bibirnya. Perlakuan Axcel yang begitu perhatian, lembut, dan penuh hormat membuatnya
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-02
Baca selengkapnya

Chapter 32 (Jawaban pengakuan 2)

Adnessa yang sempat menunduk setelah mengakui perasaannya kepada Axcel, perlahan mengangkat kembali wajahnya. Ia menarik napas dalam-dalam, mengumpulkan keberanian yang tersisa. "Aku menyukaimu!" ulang Adnessa dengan suara yang lebih mantap, kali ini menatap langsung ke mata Axcel yang sedari tadi menatapnya dengan intens. Matanya memancarkan kejujuran dan ketulusan, meskipun ada sedikit gugup yang masih tersisa. Detik berikutnya, tanpa ragu, ia mengecup sekilas pipi Axcel. Sentuhan lembut itu begitu singkat, namun meninggalkan jejak yang membakar di pipi Axcel dan membuat jantung Adnessa berdebar semakin kencang. Mungkin, ini sudah waktunya Adnessa mengakui perasaannya sebelum nanti menyesali segalanya. Ia telah memendam perasaan ini terlalu lama, dan ia tidak ingin kehilangan kesempatan untuk mengungkapkan isi hatinya. Meskipun jantungnya berdebar tidak beraturan, menunggu reaksi Axcel, ia merasa lega telah mengatakannya. 'Rasanya mau pingsan,' batinnya, merasakan darahnya berdesi
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-03
Baca selengkapnya

Chapter 33 (Ketegangan pagi hari)

Erika duduk dengan anggun di sofa beludru merahnya, kakinya menyilang dengan elegan. Ekspresinya tenang, nyaris tanpa ekspresi, saat mendengarkan laporan dari tangan kanannya tentang kegagalan rencana menyingkirkan Adnessa dari sisi Axcel. Cahaya lampu kristal di atasnya memantul di rambut hitam legamnya yang tergerai, memberikan kesan dingin dan misterius. Setiap detail di ruangan itu, dari lukisan-lukisan mahal hingga karpet Persia di bawah kakinya, memancarkan kekayaan dan kekuasaan.Namun, ketenangan itu hanya topeng. Di balik mata hitamnya yang tajam, amarah mendidih. Ketika tangan kanannya menyelesaikan laporan dengan kalimat "...dan Nona Adnessa berhasil lolos tanpa cedera," Erika tidak bisa lagi menahan gejolak emosinya.PRANGGGG.Gelas kristal berisi wine merah yang sedari tadi dipegangnya hancur berkeping-keping di lantai marmer. Pecahan kaca dan cairan merah membasahi karpet, kontras dengan kesunyian ruangan sebelumnya. Suara pecahan kaca itu begitu keras hingga memecah keh
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-04
Baca selengkapnya

Chapter 34 (percakapan pagi hari)

Suasana di ruang makan pagi itu benar-benar hening, sebuah keheningan yang tegang dan menusuk. Adnessa merasa sangat canggung berada di antara dua pria yang sedari tadi saling melempar tatapan, sesekali melirik ke arahnya. Tentu saja, siapa lagi kalau bukan Axcel dan Revan. Biasanya, Adnessa akan bersikap acuh tak acuh, bahkan kepada kedua pria ini. Namun, entah mengapa kali ini ia merasakan sesuatu yang berbeda. Ada semacam medan magnet tak terlihat yang menarik dan mendorong kedua pria itu, dan ia merasa terjebak di tengahnya."Ka-kalian tidak makan?" tanya Adnessa dengan suara lirih, mencoba memecah keheningan yang mencekam. Ia menatap Axcel dan Revan bergantian, matanya memohon agar salah satu dari mereka bersikap normal."Kamu mau makan apa? Biar saya ambilkan!" tanya Revan dengan senyum yang dipaksakan. Ia berusaha menampilkan keramahan, namun matanya tetap waspada, sesekali melirik Axcel. Ada nada persaingan yang kentara dalam suaranya.Axcel, yang melihat kekasihnya diperhatik
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-04
Baca selengkapnya

Chapter 35 (Adnessa tersipu)

"Berarti... Lo, dong setannya?!" sahut Axcel berusaha menahan diri. Nada suaranya sedikit meninggi, menunjukkan bahwa ia tidak senang dengan ide Revan. Sebenarnya ia sangat keberatan jika sahabatnya itu benar-benar menginap di sini, karena pastinya ruang geraknya dengan Adnessa akan sangat terbatas. Ia tidak bisa lagi bebas berinteraksi dengan Adnessa seperti biasanya. Tapi mau bagaimana lagi, jika ia menolaknya mentah-mentah, bukannya malah akan menimbulkan kecurigaan yang lebih besar? Ia harus mencari cara lain untuk mengatasi situasi ini.Revan mengedikkan bahunya dengan santai, seolah tidak peduli dengan keberatan Axcel. "Tidak masalah, gue tipe setan yang beda dari setan-setan lainnya," Revan tersenyum lebar, mencoba mencairkan suasana dengan sedikit bercanda. "Khusus menuntun ke arah kebaikan!" timpalnya dengan nada jenaka, namun matanya tetap menatap Axcel dengan intens, seolah ingin melihat reaksinya."Mana ada..." gumam Axcel pelan, memutar bola matanya. Ia merasa jengkel den
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-05
Baca selengkapnya

Chapter 36 (Candi?!)

Di sepanjang perjalanan, bukan sekali dua kali Axcel menggoda Adnessa. Godaan-godaan kecilnya, yang biasanya disambut dengan tawa atau senyum malu oleh Adnessa, kini justru membuatnya kesal. Kadang, Adnessa hanya tersipu, namun kali ini, kesabarannya tampaknya sudah habis."Pffftttttt, sayang!" panggil Axcel dengan suara lembut, mencoba mencairkan suasana dan melihat Adnessa yang sedari tadi enggan menatap ke arahnya. Ia berusaha meraih tangan Adnessa, bermaksud menggenggamnya seperti biasa.Namun, Adnessa dengan cepat dan tegas menghindari tangan Axcel yang hendak menyentuhnya. "Jangan menyentuhku," ucapnya dengan nada dingin dan tanpa menatap ke arah Axcel. Matanya tetap fokus ke jalan di depan. Sikap dingin dan penolakan Adnessa ini membuat Axcel perlahan merasa ketar-ketir, takut jika Adnessa benar-benar marah kepadanya. Ia mulai merasa bersalah."Sayang, apa kamu marah?" tanya Axcel dengan suara yang lebih pelan dan hati-hati, mencoba meredakan situasi. Ia menatap Adnessa dengan
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-06
Baca selengkapnya

Chapter 37 (Detik-detik pak dosen patah hati)

Adnessa, yang sebelumnya selalu mempertimbangkan apa yang akan ia lakukan, kali ini tampaknya telah menyadari sesuatu yang penting. 'Untuk apa aku menyembunyikan hubungan ini dari Erika, bukannya dia juga sudah mengetahuinya?!' batin Adnessa, sebuah kesadaran yang membuatnya merasa bodoh karena telah bersikap ragu selama ini.Adnessa tersenyum tipis, menertawakan kekonyolannya selama ini. Ia merasa lega telah mengambil keputusan. Ia mundur selangkah, mensejajarkan dirinya dengan Axcel, dan dengan sengaja, perlahan namun pasti, Adnessa menggenggam tangan Axcel. Tatapan mereka bertemu, saling beradu, memancarkan aura kasih sayang dan keyakinan di antara mereka. Genggaman tangan itu adalah deklarasi tanpa kata, sebuah pernyataan yang jelas bagi Erika."Apa maksud kalian, seperti itu?!" tanya Erika dengan tatapan penuh kebingungan dan sedikit marah, menatap Adnessa dan Axcel bergantian. Ia tidak menyangka akan melihat pemandangan seperti ini, melihat gadis yang berstatus adik tiri Axcel i
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-06
Baca selengkapnya

Chapter 38 (ketegangan)

"Selamat pagi, Pak Revan!" sapa Laluna dengan semangat dan senyum yang mengembang sempurna ketika berpapasan dengan Revan di koridor kampus. Ia berharap sapaannya akan disambut seperti biasa, dengan senyum tipis atau setidaknya anggukan kepala dari dosen tampan yang menjadi idola di kampus itu.Alih-alih mendapat balasan yang ramah, Laluna justru menerima tatapan dingin dan acuh dari Revan. Tatapan itu sekilas, namun cukup untuk membuatnya terkejut dan bingung. Revan bahkan tidak memperlambat langkahnya, ia terus berjalan seolah Laluna tidak ada di sana. Hal ini tentu saja berbeda dengan sikap Revan biasanya, yang meskipun terkesan dingin, tetap sopan dan menghargai sapaan mahasiswa.Laluna mengerutkan keningnya, menatap punggung Revan yang semakin menjauh. Ia menoleh ke Fransisca yang berdiri di sampingnya, dengan ekspresi bingung dan sedikit kecewa. "Ehhh, ada apa dengan Pak Revan?!" tanyanya dengan nada heran.Fransisca mengedikkan bahunya, ia juga merasa bingung dengan sikap Revan
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-08
Baca selengkapnya

Chapter 39 (Percakapan dengan dosen killer)

Adnessa memasuki ruangan Revan dengan langkah ragu, telapak tangannya sedikit berkeringat. Udara di dalam ruangan terasa lebih dingin dan formal, sangat kontras dengan kehangatan dan canda tawa yang baru beberapa jam lalu ia rasakan di kediaman Hansel. Aroma maskulin bercampur aroma kertas dan tinta khas ruangan dosen menyambutnya. Revan duduk di kursi kerjanya, membelakanginya sejenak, menatap keluar jendela besar yang menampilkan pemandangan kampus yang mulai sepi.Punggung Revan terlihat tegang. Kini, saat pria itu berbalik, Adnessa melihat raut wajahnya yang lebih diam, garis-garis halus di sekitar matanya tampak lebih dalam, dan mata yang biasanya teduh kini terlihat menyimpan sesuatu yang sulit dibaca, seperti mendung yang menggantung sebelum hujan. Apa aku melihat orang yang salah? batin Adnessa, merasakan perbedaan sikap Revan yang begitu kentara. Perasaan tidak enak mulai menyelimutinya, perutnya terasa sedikit mulas."Kemari," ucap Revan datar, tanpa senyum sedikit pun, menu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-09
Baca selengkapnya

Chapter 40 (Perlakuan Revan)

Revan mengalihkan pandangannya, menangkap ketidaknyamanan yang terpancar dari wajah Adnessa. Ia menyadari gadis di depannya ini benar-benar tidak memahami gejolak yang tengah ia rasakan. Sebuah desahan lolos dari bibirnya. "Sudahlah," ucap Revan dengan nada pasrah, mengakhiri percakapan yang terasa hambar.Adnessa, yang tadinya menanti dengan penasaran apa gerangan hal penting yang ingin disampaikan dosen yang terkenal killer di kampus ini, merasa sedikit kecewa sekaligus bingung. Kira-kira siapa, ya, yang membuat Pak Revan seperti ini? batin Adnessa, menerka-nerka tanpa bisa menemukan jawaban yang pasti.Mata Revan kembali tertuju pada formulir magang di atas meja, mencoba menyembunyikan kekecewaan dan rasa yang mengganjal di hatinya. Sejujurnya, tujuan ia memanggil Adnessa ke ruangannya bukan semata-mata untuk membahas formulir itu. Ia ingin mencari kejelasan tentang hubungannya dengan Axcel. Namun, setelah mempertimbangkan kembali, ia merasa terlalu gegabah jika langsung bertanya.
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-10
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234568
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status