Home / Romansa / Bayangan Kelam / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Bayangan Kelam: Chapter 41 - Chapter 50

63 Chapters

Antara Pekerjaan dan Perasaan

Hari-hari Anisa kini dipenuhi dengan rutinitas di kantor baru sebagai asisten pribadi. Pekerjaan di perusahaan pemasaran digital ini sebenarnya tidak terlalu sulit, namun ritme yang cepat dan tuntutan klien sering membuatnya merasa kewalahan. Setiap hari ia harus mengatur jadwal pertemuan, menyiapkan presentasi, dan memastikan klien mendapat update yang mereka butuhkan tepat waktu.Pagi itu, Anisa tiba di kantor lebih awal dari biasanya. Kopi panas di tangan, ia segera duduk di meja kerjanya dan membuka laptop, mempersiapkan diri untuk rapat penting dengan salah satu klien besar. Sekilas, ia merasa pekerjaannya mulai teratur, meski pikiran tentang Arya dan Reza masih membebani benaknya. Namun, bekerja keras menjadi pelariannya dari kebingungan yang terus menghantuinya.Telepon di mejanya berdering, memecah fokusnya. “Anisa, rapatnya akan dimulai dalam sepuluh menit. Klien sudah di ruang meeting,” suara atasannya terdengar di ujung telepon.“Oh, baik, Pak. Saya segera ke sana,” jawab A
Read more

Lembaran Baru

Anisa membuka hari dengan tekad yang sedikit berbeda. Pikirannya lebih tenang setelah memutuskan untuk tidak lagi melarikan diri dari masalah yang ada. Ia sadar, dirinya tidak bisa terus menerus ditarik dalam konflik antara Arya dan Reza, dua orang yang sama-sama pernah memenuhi hatinya, namun dengan cara yang sangat berbeda. Hari itu, Anisa memutuskan untuk memberikan waktu pada dirinya sendiri, sebuah kesempatan untuk memahami apa yang sebenarnya ia inginkan.Pagi itu di kantor, Anisa tersenyum lebih lepas, mencoba mengalihkan pikiran dengan menenggelamkan diri dalam pekerjaan. Ia mulai melihat ruang di mana ia bekerja sebagai tempat yang lebih dari sekadar pelarian. Kolega-kolega Anisa tampak mendukung keputusannya ini dengan memberikan semangat. Mereka menyadari perubahan dalam diri Anisa, yang kini terlihat lebih fokus dan lebih yakin pada dirinya sendiri.Di waktu makan siang, Anisa memilih untuk tidak langsung pergi ke kantin bersama teman-teman kantor seperti biasanya. Ia dudu
Read more

Pertentangan

Ketika Arya memutuskan untuk membawa Anisa bertemu keluarganya, ia sempat merasa optimis bahwa orang tuanya akan melihat apa yang ia lihat dalam diri Anisa, seseorang yang tulus dan penuh kasih sayang. Anisa menyiapkan diri dengan hati-hati, memilih pakaian sederhana tapi elegan, berharap memberikan kesan baik kepada keluarga Arya.Saat mereka tiba di rumah keluarga Arya, Anisa bisa merasakan atmosfir dingin yang tak terucap dari tatapan ibu Arya. Keluarga Arya tinggal di sebuah rumah besar dengan interior yang menggambarkan kemapanan dan kesuksesan. Begitu mereka masuk, Arya menggenggam tangan Anisa, berusaha memberikan ketenangan. Tapi, tatapan curiga dari ibunya membuat Anisa merasa tidak nyaman.“Ibu, Ayah, ini Anisa,” kata Arya dengan nada lembut. “Kami sudah cukup lama bersama, dan… aku ingin kalian mengenalnya.”Ibu Arya, yang duduk dengan postur yang anggun namun kaku, hanya menatap Anisa dari ujung kepala hingga kaki, seolah menilai setiap detail dirinya. “Oh, jadi ini Anisa,
Read more

Cinta Terhalang Restu

Anisa semakin merasa terhimpit dengan keadaan. Pertemuan terakhir dengan keluarga Arya meninggalkan kesan yang tak terlupakan, bukan karena hal manis, melainkan karena luka yang mendalam. Kata-kata tajam yang dilontarkan mereka masih bergema di benaknya, dan setiap kali ia mengingatnya, hatinya serasa ditusuk. Arya, meskipun tak henti memberikan dukungan, sering kali terjebak di antara posisinya sebagai anak dan sebagai kekasih. Anisa bisa merasakan konflik batin yang ada pada Arya, dan itu justru membuatnya semakin tersiksa.Suatu malam, Arya memutuskan untuk menjemput Anisa dan mengajaknya berjalan-jalan ke pinggir kota, jauh dari keramaian. Mereka duduk berdua di bawah langit malam yang penuh bintang, mencoba mencari kedamaian di antara kebingungan yang melanda.“Anisa, aku nggak mau kamu merasa tertekan atau terbebani karena keluargaku. Aku tahu mereka keras, tapi aku yakin bisa meluluhkan hati mereka,” ucap Arya sambil menggenggam tangan Anisa.Anisa tersenyum kecil, tetapi senyu
Read more

Kelepasan

Malam itu, lampu-lampu kota berkelap-kelip dari jendela kamar mereka, menciptakan suasana hangat dan tenang. Anisa duduk di ujung tempat tidur, menatap keluar jendela sambil memikirkan semua yang terjadi akhir-akhir ini. Pertemuannya dengan Reza, kerumitan hubungannya dengan Arya, serta tuntutan pekerjaannya membuat pikirannya berkelana. Segala yang dialami akhir-akhir ini terasa begitu kompleks dan berat.Arya masuk ke dalam kamar dengan langkah perlahan, memperhatikan Anisa dalam diam. Tanpa berkata apa-apa, Arya duduk di samping Anisa, menggenggam tangannya dengan hangat.“Apa yang kamu pikirkan, Anisa?” tanyanya pelan, suaranya penuh kelembutan dan perhatian. Arya tahu bahwa akhir-akhir ini, Anisa banyak memikirkan hal-hal yang membebaninya. Rasa resah dan kebingungan selalu tampak di matanya, meskipun Anisa berusaha menyembunyikannya.Anisa menarik napas panjang, mencoba menyusun kata-kata yang tepat. “Semua ini terasa berat, Arya. Terkadang aku merasa takut... takut kalau semuan
Read more

Menyesal Tapi ....

Satu Minggu kemudian ....Setelah malam yang mereka habiskan bersama, pagi itu terasa berbeda bagi Anisa. Di sela-sela sinar matahari yang perlahan menyusup masuk melalui celah jendela kamar, Anisa bangun dengan perasaan yang campur aduk, rasa bahagia, cemas, dan sedikit gugup menyelimuti pikirannya. Arya masih tertidur di sampingnya, tampak tenang, dan itu sedikit banyak menenangkan kegelisahannya.Anisa mencoba menenangkan hatinya. Baginya, malam itu bukan hanya tentang cinta, tetapi juga tentang keputusan besar yang telah ia buat bersama Arya. Perasaan takut dan khawatir muncul di benaknya, memikirkan apakah ini adalah keputusan yang benar. Ia menarik napas panjang dan mengingat kembali bagaimana Arya selalu menjadi tempatnya berbagi segala cerita, suka, duka, dan mimpi-mimpi mereka. Namun, tetap saja, ia tak bisa mengabaikan sedikit rasa takut yang masih bertahan.Ketika Arya membuka matanya, ia menatap Anisa dengan senyum hangat yang membuat semua keraguan Anisa sedikit memudar.
Read more

Ujian Kepercayaan

Arya dan Anisa kembali menghadapi ujian dalam hubungan mereka yang tampaknya semakin rumit. Hari itu, Arya sibuk dengan pekerjaannya, dan Anisa mulai merasa bahwa perhatian Arya mulai berkurang. Sementara Arya mengira Anisa memahami kondisi pekerjaannya yang tengah menumpuk, Anisa merasa sedikit terabaikan, seolah-olah dirinya tidak lagi menjadi prioritas Arya. Perasaan ini membesar, dan tanpa sadar, ia mulai menyimpan sedikit kecemasan di hatinya.Suatu sore, ketika Arya mengirimkan pesan singkat, “Aku harus lembur hari ini. Mungkin akan pulang larut, sayang,” Anisa membalas dengan senyuman. Namun, jauh di dalam hatinya, ia merasa kecewa. Bukan hanya karena Arya sering lembur, tapi karena ia takut kehilangan kebersamaan yang dulu mereka miliki.Saat itu, Anisa merasa bahwa ini adalah momen di mana kepercayaannya pada Arya diuji. Di sisi lain, Arya sebenarnya berusaha keras untuk memenuhi semua kebutuhan mereka agar masa depan mereka lebih terjamin. Namun, tanpa komunikasi yang baik,
Read more

Persimpangan Hati

Setelah pertemuan mereka yang penuh emosi, Arya tampak lebih berusaha untuk memperbaiki keadaan. Ia mulai meluangkan waktu lebih banyak bersama Anisa dan mencoba lebih perhatian. Anisa merasa lega, namun di sisi lain, hatinya tak sepenuhnya tenang. Masih ada kekosongan dan rasa was-was yang sulit ia hapus.Sementara itu, pertemuan tak terduga Anisa dengan Malik terus menghantui pikirannya. Meskipun ia masih mencintai Arya, kehadiran Malik menawarkan semacam kenyamanan yang berbeda, sesuatu yang tidak ia dapatkan dari Arya akhir-akhir ini. Malik yang dulu adalah teman masa kecilnya kini menjelma menjadi pria dewasa yang perhatian, pendengar yang baik, dan selalu mendukung setiap langkah Anisa.Suatu hari, Anisa kebetulan bertemu dengan Malik di sebuah kafe dekat kantor. Mereka saling tersenyum, dan tanpa rencana, akhirnya mereka duduk bersama, mengobrol panjang. Malik bercerita tentang hidupnya dan pekerjaannya, sementara Anisa juga terbuka tentang masalah-masalah yang ia hadapi. Bukan
Read more

Ketidak Pastian

Anisa duduk diam di kamar, pandangannya menerawang, dan sesekali meremas tangannya sendiri. Sudah hampir dua minggu ia telat datang bulan. Pikirannya bercampur aduk, mulai dari rasa cemas hingga berbagai spekulasi yang berkecamuk di kepalanya. Dalam hatinya, ia masih berusaha meyakinkan diri bahwa mungkin ini hanya karena stres atau kelelahan.Namun, semakin ia berusaha menenangkan diri, semakin pikirannya tidak bisa berhenti mengingat semua momen kebersamaannya dengan Arya. Ia tidak tahu harus berbuat apa dan kepada siapa harus berbagi kecemasan ini.Di sisi lain, Arya tampak tak kalah bingung. Dia sudah mendengar kabar dari Anisa soal keterlambatan itu, dan hal itu menjadi beban besar di pikirannya. Meski perasaan sayangnya pada Anisa begitu dalam, tekanan dari orang tuanya yang tidak menyetujui hubungan mereka tak bisa ia abaikan. Hubungannya dengan Anisa seolah berada di ujung tanduk; antara harus memperjuangkan cintanya atau melepaskan demi menyelamatkan hati masing-masing.Arya
Read more

Sebuah Kenyamanan

Hari-hari Anisa kini terasa berbeda sejak kehadiran Malik di hidupnya. Keadaan yang semula membuatnya resah menjadi sedikit lebih tenang saat bersamanya. Malik tidak pernah membuatnya merasa kecil atau dipertanyakan; tidak ada tekanan yang datang dari pandangan atau kata-kata yang ia lontarkan. Setiap kali Anisa bertemu Malik, ia seolah menemukan sudut dunia yang teduh, jauh dari semua keruwetan.Suatu siang, Anisa selesai bekerja lebih awal dan secara tak sengaja bertemu dengan Malik di lobi kantor. Dengan senyuman lembut, Malik menghampirinya dan menyapa hangat, "Anisa, nggak biasa nih kamu pulang sepagi ini."Anisa hanya tersenyum dan mengangguk. "Iya nih, hari ini kebetulan ada waktu luang. Kamu sendiri gimana?"Malik membalas senyumannya. "Sama, lagi ada jadwal santai. Mungkin takdir, ya?" ucapnya sedikit bercanda, membuat Anisa tertawa kecil.Tak lama setelah itu, mereka memutuskan untuk makan siang bersama di sebuah kafe kecil dekat kantor. Anisa menikmati percakapan yang menga
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status