All Chapters of Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal : Chapter 161 - Chapter 170

193 Chapters

161. Rekonsiliasi

Dalam keheningan yang penuh makna, Sean hanya bisa menatap tangan Lila yang kecil dan lembut dalam genggamannya. Dia mengusap punggung tangan itu dengan perlahan, seperti mencoba menyampaikan sesuatu yang tidak mampu diungkapkan dengan kata-kata.Ada gejolak membara dalam dirinya yang sebenarnya sudah tidak bisa dia bendung lagi. Tetapi Sean tidak memiliki keberanian seperti sebelumnya, dia seolah menunggu, berharap ada celah kecil dari Lila yang memberinya tanda, sekadar isyarat bahwa hubungan mereka saat ini baik-baik saja.“Kangen,” ucap Lila tiba-tiba dengan suara lirih, hampir seperti bisikan, memecah keheningan yang menenggelamkan mereka.Sean tersentak. Kata itu menggema di telinganya, menyalakan harapan yang perlahan mulai memudar. Dia tersenyum kecil, senyum yang mengandung kebahagiaan sekaligus kerinduan yang tertahan.Dengan perlahan, Sean mendekatkan wajahnya. Hatinya berdebar kencang, dia ingin melabuhkan satu kecupan, menyatukan kehangatan yang selama ini terasa menjauh.
last updateLast Updated : 2024-11-29
Read more

162. Ujian Berupa Wanita

Waktu terus bergerak, dan malam berganti pagi. Suasana rumah Sean dan Lila terasa hangat, seolah semua ketegangan yang pernah ada telah menguap begitu saja. Lila berdiri di depan Sean, tangannya dengan luwes memasangkan dasi pada kemeja suaminya. Sebuah kebiasaan baru dalam rumah tangga mereka. Wajah Sean terlihat serius, tetapi tatap matanya tidak lepas dari raut wajah cantik istrinya yang kini terlihat begitu menenangkan. Sean menyesali telah menyia-nyiakan dua tahun pernikahan mereka dahulu. Membuang waktu demi egonya. Pada dua tahun pernikahan mereka dulu, Sean dan Lila bertemu di pagi hari sudah dalam keadaan rapi dan siap untuk menjalani aktivitas masing-masing. Tidak ada komunikasi yang berarti, hingga membuat pernikahan mereka terasa hambar.“Bagaimana, terlalu kencang?” tanya Lila sambil merapikan dasi itu dengan hati-hati.Sean tersenyum kecil, menatap wajah Lila yang begitu dekat dengannya. “Tidak. Pas sekali.” Tangan Sean terulur, dengan lembut membelai pipi cubby Lila.
last updateLast Updated : 2024-11-30
Read more

163. Akankah Memperjuangkan Secara Ugal-ugalan

Di ruang kerja yang terorganisir rapi, Rangga duduk di hadapan Sean, menyerahkan laporan proyek luar kota yang baru saja dia selesaikan. “Semua sudah selesai dengan baik, Mas. Tim lokal sangat kooperatif, dan masalah teknis sudah ditangani,” lapor Rangga dengan nada penuh percaya diri. Sean hanya mengangguk pelan sambil menatap dokumen di tangannya. “Baik. Bagus sekali,” jawabnya singkat, tanpa mengangkat pandangannya dari laporan. Rangga menunggu reaksi lebih, mungkin pujian sedikit pujian atau mungkin perintah untuk tugas yang lain. Meski raga Sean berada di ruang kerjanya, tetapi tampaknya hati dan pikirannya sedang berada di tempat yang lain Rangga memiringkan kepalanya sedikit, mencoba membaca ekspresi bosnya. Biasanya, Sean akan memberikan komentar detail atau setidaknya terlihat puas dengan hasil kerja tim. Namun, hari ini berbeda. Wajah Sean tampak lebih muram, seolah ada beban yang mengganggu pikirannya. “Ada masalah, Mas? Mbak Lila? Atau … Miranda?” cecar Rangga seolah
last updateLast Updated : 2024-11-30
Read more

164. Mahendra Securitas

Seperti biasa, setiap awal bulan Sekar akan menerima laporan keuangan dari Mahendra Securitas. Perempuan paruh baya itu duduk di kursi kerjanya, menatap layar laptop dengan ekspresi serius. Laporan keuangan dan kinerja Mahendra Securitas terpampang jelas di depan matanya. Semua grafik menunjukkan penurunan, dari laba bersih hingga pertumbuhan investasi klien. Angka-angka itu berbicara dengan keras, seolah memberikan pesan yang jelas, ada sesuatu yang salah. Sekar mengambil laporan cetak yang berada di meja, membacanya sekali lagi dengan alis berkerut. Tidak ada alasan signifikan yang menjelaskan semua penurunan ini, setidaknya bukan yang tercantum dalam laporan. Sekar merasa ada yang disembunyikan atau mungkin sesuatu yang tidak diawasi dengan baik. Sekar menghela napas panjang, lalu mengambil ponselnya. Dengan sangat terpaksa, Sekar harus menekan nama kontak yang paling dia hindari ‘Andika’. “Saya perlu bicara dengan Anda sekarang,” ucap Sekar sesaat setelah panggilan terhubung,
last updateLast Updated : 2024-12-01
Read more

165. Konfrontasi

Andika menatap Sekar dengan tenang, meskipun jelas terlihat dia sedikit gugup. "Saya tidak mengerti maksud Anda, Bu Sekar.” Jika boleh jujur sebenarnya Andika ingin sekali memanggil sayang kepada perempuan di hadapannya. “Penurunan yang terjadi diakibat oleh banyak faktor eksternal, salah satunya adalah perekonomian global yang sedang memburuk." Sekar mendengus, wajahnya memerah oleh amarah yang tertahan. "Jangan beri saya alasan klise seperti itu! Beberapa bulan lalu, saat kondisi ekonomi global juga tidak stabil, perusahaan ini masih menunjukkan kinerja yang sangat baik. Lalu apa yang terjadi setelah itu?” Sekar menunggu jawaban, tetapi Andika hanya terdiam. Dia tahu, apa pun yang dia katakan saat ini hanya akan menjadi bahan amunisi untuk Sekar menyerangnya lebih keras. “Apakah ini rencanamu untuk memberikan perusahaan yang tidak sehat kepada Sean?" tanya Sekar lagi, setelah Andika tidak juga memberi jawaban. Andika menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. "Sekar, say
last updateLast Updated : 2024-12-01
Read more

166. Dendam yang Semakin Membara

Ryan berdiri di sudut ruangan, tangan mengepal di sisi tubuhnya, menyaksikan dokter dan tim medis bekerja menangani Risda yang kembali histeris. Napasnya tertahan, matanya memerah, tetapi ia berusaha keras menahan air matanya. Suara jeritan ibunya beberapa saat lalu masih terngiang, membuat hatinya perih. Setelah beberapa waktu, obat yang diberikan mulai bekerja. Risda yang tadinya terus meronta perlahan menjadi tenang. Napasnya lebih teratur, dan akhirnya dia terlelap di tempat tidur rumah sakit. Wajahnya yang penuh kelelahan menyiratkan pergulatan batin yang begitu berat. Dokter menghampiri Ryan, melepas sarung tangan medisnya dengan ekspresi serius namun penuh empati. "Kondisi seperti ini memang biasa terjadi, Ryan," ujar dokter, suaranya lembut tetapi tegas. "Ibumu mengalami trauma yang cukup mendalam. Kita harus sangat berhati-hati untuk menghindarkan dia dari hal-hal yang bisa memicu ingatan masa lalunya." Ryan mengangguk pelan, meskipun hatinya terasa berat. "Apa yang harus
last updateLast Updated : 2024-12-02
Read more

167. Tidak Profesional

Andika melangkah masuk ke ruang perawatan dengan raut wajah tenang, tapi ada bayangan cemas yang tidak bisa disembunyikan. Pandangannya langsung tertuju pada Risda yang masih terlelap, wajahnya pucat tapi tampak lebih damai dibanding sebelumnya.Ryan duduk di samping tempat tidur ibunya, menggenggam tangannya erat. Saat melihat Andika, tatapan Ryan berubah dingin, penuh dengan kebencian yang tidak disembunyikan.Andika menghela napas sebelum mendekat. “Bagaimana keadaan mamamu?” tanyanya dengan suara pelan, mencoba membuka pembicaraan.Ryan hanya melirik sekilas, lalu menjawab singkat. “Seperti yang Papa lihat.” Nada suaranya datar, tanpa emosi.Andika mendekat sedikit, tapi Ryan tidak memberikan ruang untuk kehangatan apa pun. “Aku dengar dia sempat histeris lagi. Apa penyebabnya?”Ryan mengangkat bahu tanpa melepaskan pandangannya dari Risda. “Apa bedanya Papa tahu atau tidak? Ini bukan kali pertama Papa bersikap seolah peduli.” Kata-katanya tajam, hampir berbisik, berusaha meredam
last updateLast Updated : 2024-12-02
Read more

168. Perintah untuk Rangga

Sean duduk di ruang kerjanya, layar laptopnya menampilkan video terbaru yang diunggah Lila. Kali ini, istrinya memaparkan tentang pentingnya dana darurat dalam kehidupan sehari-hari. Dengan nada bicara yang tenang namun tegas, Lila menjelaskan konsep tersebut menggunakan bahasa sederhana yang mudah dipahami.“Dana darurat itu seperti payung di tengah hujan,” ucap Lila dalam video, wajahnya terlihat bersinar dengan senyum yang membuat pesan itu terasa lebih meyakinkan. “Kita tidak pernah tahu kapan badai akan datang, tapi dengan dana darurat, kita punya perlindungan.”Sean tidak hanya fokus pada kata-katanya. Ia memperhatikan setiap detail. Gaya bicara Lila sangat natural, seolah-olah dia sedang berbicara langsung dengan orang-orang yang menonton. Ada sesuatu dalam caranya berkomunikasi yang membuat Sean tidak bisa mengalihkan perhatian.Namun, bukan hanya itu yang membuatnya terpaku. Sean juga memperhatikan latar belakang video. Sean tahu itu adalah apartemen yang beberapa waktu Lalu
last updateLast Updated : 2024-12-02
Read more

169. Pesan Masuk

Sean memasuki apartemen dengan langkah ringan, tangannya membawa kotak tripod yang masih tersegel rapi. Hari ini terasa lebih tenang baginya. Setelah hari yang melelahkan di kantor, dia lega karena telah memenuhi salah satu kebutuhan kecil Lila.Tetapi tampaknya Sean belum puas, rasanya dia ingin memukul kepalanya sendiri. Seharusnya tadi dia meminta salah satu stafnya untuk mengemas tripod itu lebih menarik. Dan mungkin dia bisa membeli bunga agar terlihat lebih romantis. Sean menggelengkan kepala, seolah bertanya pada dirinya sendiri, mengapa hal-hal manis seperti itu tidak pernah terlintas di kepalanya?Sesampainya di ruang keluarga, Sean mendapati istrinya sedang duduk di sofa dengan laptop di hadapannya. Wajah Lila tampak serius, jemari lentiknya sibuk mengetik, mungkin tengah menyelesaikan naskah untuk konten berikutnya.Saking fokusnya, membuat Lila tidak menyadari kehadiran Sean. Hingga sampai tubuh gagah itu berdiri tegap di hadapannya."Hei," sapa Sean dengan lembut, mencoba
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

170. Salah Bicara

Sean mengira segalanya akan berjalan mulus, tetapi pesan dari Rangga memutarbalikkan segalanya. Rina dan Nadya, dua sahabat yang selama ini menjadi tempat Lila berbagi cerita, ternyata sudah mengundurkan diri dari Mahendra Securitas.Sean menatap layar ponselnya lama, mengulang membaca pesan dari Rangga seolah-olah ada sesuatu yang terlewatkan.“Ada apa?” tanya Lila saat melihat perubahan drastis ekspresi wajah suaminya.Sean tersenyum tipis, mencoba mengalihkan perhatian istrinya. Ia mencondongkan tubuh dan mengecup pipi Lila yang chubby dengan lembut."Sebentar, ya," ucap Sean lalu bangkit dari sofa.Sean mencoba menjaga sikap agar Lila tidak menyadari kegelisahannya. Dengan langkah pelan, dia menjauh ke sudut ruangan yang lebih tenang dan segera menelepon Rangga.Ponselnya segera ditempelkan ke telinga, panggilan cepat dilayangkan kepada Rangga. "Halo, Rangga," ucapnya dengan nada rendah namun tegas. "Kamu yakin mereka sudah resign?""Ya, Mas. Katanya tidak lama setelah Mbak Lila r
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more
PREV
1
...
151617181920
DMCA.com Protection Status