Beranda / Romansa / Tuan, Aku Hamil! / Bab 61 - Bab 70

Semua Bab Tuan, Aku Hamil!: Bab 61 - Bab 70

94 Bab

Pamit

Setelah malam itu bersama Talitha, segalanya perlahan berubah. Aku tidak lagi diperbolehkan melakukan pekerjaan berat di rumahnya. Talitha begitu perhatian, memastikan aku hanya mengerjakan hal-hal ringan, seperti mengurus administrasi rumah tangga atau menemani Prince. Waktu terasa berlalu begitu cepat dengan hari-hari yang kuhabiskan bersama Prince dan Sus Farah. Kedekatanku dengan Prince semakin kuat, dan perasaan aneh tapi hangat setiap kali melihat senyum kecilnya semakin membuatku yakin akan masa depanku sebagai seorang ibu.Namun, di balik semua ini, ada satu hal yang terus mengganjal dalam pikiranku: Widodo. Suamiku. Aku tahu, aku harus memberitahunya. Tentang kehamilanku, tentang bagaimana hidupku sekarang, dan yang terpenting, bahwa hubungan kami tak bisa lagi seperti dulu.Aku sudah lama memikirkan cara untuk memberitahunya, tapi setiap kali mencoba menyusun kata-kata, bibirku terasa kelu. Hingga suatu sore, aku memberanikan diri untuk mengirim pesan padanya."Mas, kalau se
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-24
Baca selengkapnya

Persiapan Mental

Setelah Widodo pergi aku masih duduk termenung di kursi teras depan rumah Devan. Kursi rotan yang biasanya nyaman kini terasa dingin dan kosong di bawah tubuhku. Pandanganku menatap lurus ke depan, tapi pikiranku jauh melayang. Udara sore yang mulai mendingin tak mampu membangunkanku dari lamunan yang membelenggu hati.Aku tidak tahu sudah berapa lama aku duduk di sana, membiarkan perasaan kehilangan dan kebingungan menguasai diriku. Hanya suara angin pelan yang menyapu halaman, sementara cahaya matahari senja mulai memudar, meninggalkan bayang-bayang panjang di sekitar rumah. Aku merasa seperti terjebak di antara dua dunia—masa lalu yang sudah tidak bisa kuubah, dan masa depan yang terasa begitu asing dan menakutkan.Tiba-tiba, suara langkah mendekat memecah keheningan di sekitarku. Aku mengangkat kepala perlahan dan melihat Talitha berjalan ke arahku. Dia baru saja pulang dari kegiatannya, wajahnya tampak sedikit lelah namun tetap menyimpan senyuman.“Ratih…” Talitha memanggilku den
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-24
Baca selengkapnya

Dalam Pelukan Gavin

Pagi itu, aku terbangun dengan perasaan asing. Sesuatu terasa berbeda—hangat dan nyaman. Saat mataku perlahan terbuka, aku mendapati bahwa ada lengan kuat yang melingkar di tubuhku, memelukku erat. Jantungku berdegup kencang ketika aku menyadari siapa yang ada di sampingku. Gavin.Dia berbaring di sebelahku, wajahnya begitu dekat hingga aku bisa merasakan napas hangatnya di kulitku. Dia menopang kepalanya dengan satu tangan, matanya menatapku lembut, seolah telah memperhatikanku tidur selama beberapa waktu. Senyum kecil yang menggetarkan muncul di sudut bibirnya, begitu menggoda namun juga penuh kehangatan.“Pagi…” ucapnya pelan, suaranya dalam dan menggetarkan, seolah membawa perasaan yang sulit kugambarkan.Aku terkejut, masih bingung dengan situasi ini. "Tuan..." aku hampir berbisik, belum sepenuhnya percaya bahwa dia ada di sini, begitu dekat.“Hmmm... kenapa masih panggil ‘Tuan’?” Gavin menatapku dengan tatapan yang tajam namun hangat, seolah sedang menelusuri setiap sudut wajahk
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-25
Baca selengkapnya

Kejutan

Tiba-tiba, pintu kamar terbuka perlahan…"Prince… lagi di sini?" Sus Farah muncul di ambang pintu, wajahnya tampak lega setelah mencari-cari Prince."Ehhh, Princi di sini toh… Sus cari ke mana-mana," katanya sambil tersenyum, lalu melangkah mendekat dan mengangkat Prince ke pelukannya."Maaf, Mbak Ratih, aku nggak tahu kalau Prince sudah bangun,” ucapnya sedikit tergesa, tampak merasa bersalah karena anak itu bisa pergi tanpa pengawasannya.Aku tersenyum tipis, meski masih merasa kantuk dan sedikit lelah. “Nggak apa-apa, Sus. Dia bangun lebih awal dan langsung menghampiri aku. Biar saja.”Sus Farah tertawa kecil sambil mengusap kepala Prince yang kini tersenyum manis di pelukannya. “Dasar, anak ini. Nggak bisa diam walau pagi-pagi buta,” katanya lembut sebelum menggendong Prince keluar dari kamar. “Aku bawa dia sarapan dulu ya, Mbak.”"Ya, Sus, terima kasih," jawabku, lalu pintu kembali tertutup.Begitu Prince dan Sus Farah meninggalkan kamar, aku kembali terbaring. Entah kenapa, seja
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-25
Baca selengkapnya

Speak-speak English

Gavin mengusap lembut wajahku, menyingkirkan helaian rambut yang jatuh di wajahku, membuat tatapannya semakin jelas menghujam ke dalam mataku. Sentuhan jari-jarinya di kulitku begitu halus, namun penuh dengan makna, seolah ingin menyampaikan sesuatu yang lebih dalam daripada kata-kata yang terucap."Kalau aku cuma iseng, malam itu aku pakai kondom," katanya tiba-tiba, suaranya rendah namun jelas, membuatku terkejut. Mataku melebar, mencoba memahami maksud dari kalimatnya."Maksudnya?" tanyaku, sedikit bingung dengan apa yang dia katakan. Ada sesuatu di balik kata-katanya, tapi aku belum sepenuhnya mengerti.Gavin hanya tersenyum tipis, tatapan matanya tetap fokus padaku, kali ini lebih serius dan penuh kepastian. "Sudah, jangan terlalu dipikirkan," ucapnya pelan, namun tegas. “Yang penting…,” dia
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-26
Baca selengkapnya

Shopping

Gavin menatapku dengan tatapan yang lembut namun penuh ketegasan, seolah ingin meyakinkanku—dan juga Talitha—bahwa semua akan baik-baik saja. Dia meremas tanganku dengan lembut, memberikan rasa hangat yang mengalir dari ujung jari hingga ke hatiku. Sentuhan itu begitu sederhana, namun terasa penuh arti."I will, don’t worry," katanya dengan nada yang tenang namun tegas, seakan ingin menegaskan pada Talitha bahwa dia benar-benar akan menjagaku, apapun yang terjadi.Aku menoleh ke arahnya, dan sejenak mata kami bertemu. Ada sesuatu di balik sorot matanya yang meyakinkanku bahwa dia serius. Meskipun Gavin sering tampak santai dan cuek, saat dia mengatakan sesuatu dengan nada seperti itu, aku tahu dia benar-benar berkomitmen. Kata-katanya membawa rasa tenang yang mengalir perlahan ke dalam diriku.Talitha hanya menatap kami berdua dengan senyum kecil yang penuh arti. Namun, senyuman itu disertai dengan sedikit kelegaan di matanya, meski aku tahu dia tetap menyimpan kekhawatiran dalam hati
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-26
Baca selengkapnya

Apartment

“Capek?” Dia tersenyum nakal, seolah merespons pertanyaan yang tadi kuberikan. “Jetlag nggak seberapa. Yang penting, aku sudah di sini. Sama kamu.”Kata-katanya membuatku tersadar dari keterpukauanku. Aku tersenyum, tapi dalam hati, seluruh tubuhku masih bergetar dengan pesona yang tak bisa kugambarkan.Gavin menaruh handuk yang tadi dia gunakan untuk mengeringkan rambutnya di sofa, matanya tak lepas dari tatapanku. Dia berjalan mendekat, gerakannya penuh keyakinan, lalu dengan lembut merendahkan dirinya sedikit di depanku. Dalam sekejap, dia mengalungkan lengannya ke pinggangku, meraih bokongku dengan kedua tangannya, lalu membopongku seolah aku hanyalah piala kemenangan yang dia menangkan. Aku terkejut, tubuhku secara refleks memeluk erat lehernya."Ahh... Gavin..." bisikku, perasaan tersipu menguasai diriku saat aku melihat matanya yang penuh keinginan.Gavin menunduk sedikit, wajahnya semakin mendekat, bibirnya menggoda milikku. "I miss you so much," gumamnya dengan suara rendah,
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-27
Baca selengkapnya

USG

Gavin tertidur di pelukanku, napasnya teratur, mungkin efek dari jetlag yang akhirnya mengalahkan tubuhnya yang lelah. Aku menatap wajahnya yang damai, rasanya masih sulit dipercaya bahwa pria sememikat Gavin kini berada di sini, dalam pelukanku, seolah-olah dunia mengizinkanku untuk merasakan sesuatu yang selama ini hanya ada dalam mimpi.Tanganku bergerak perlahan, mengusap pipinya yang hangat. Kulitnya terasa halus di bawah sentuhanku, dan aku tersenyum kecil, sedikit geli dengan kenyataan yang baru saja terjadi. Bagaimana mungkin? Bagaimana seorang seperti Gavin, dengan semua pesonanya, bisa begitu menginginkanku? Aku menatapnya lebih dalam, memeriksa tiap detail wajahnya yang masih terlelap. Lelah dan tenang, seperti seseorang yang telah menemukan apa yang dia cari.Pikiranku melayang sejenak, kembali ke awal mula semuanya terjadi. Sejak aku bekerja di rumah Devan dan Thalitha, segala sesuatunya berubah begitu cepat, seolah membuka pintu ke dunia yang tak pernah kubayangkan sebel
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-27
Baca selengkapnya

Dokter Sengklek

Dokter perlahan melepaskan sarung tangan lateksnya, suaranya yang berdesis saat ditarik mengisi keheningan di ruang pemeriksaan. Gavin dan aku duduk dengan tegang, sementara printer kecil di samping layar USG mulai mengeluarkan hasilnya dalam lembaran hitam putih. Gambar-gambar itu tergores samar, tapi di dalamnya terkandung segalanya — harapan, kegembiraan, dan mungkin juga rasa takut.Dokter berbalik menghadap kami, menatapku dan Gavin dengan wajah yang awalnya tampak cemas, hampir tegang. Matanya memperhatikan kami sesaat sebelum dia akhirnya menghela napas panjang, seolah sedang menyusun kata-kata yang tepat. Aku merasa Gavin mengeratkan genggamannya di tanganku, dan napasku hampir tertahan menunggu apa yang akan dia katakan.Namun tiba-tiba, raut wajah dokter berubah. Garis-garis tegang di sekitar matanya memudar, dan senyum kecil mulai bermain di sudut bibirnya. “Bercanda…” katanya akhirnya, ekspresinya berubah menjadi riang, seolah baru saja melepaskan beban berat.Aku menatap
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-28
Baca selengkapnya

Terjerat Gavin

Aku tahu ini tak bisa ditahan lebih lama. "Urusanku dengan Widodo... belum benar-benar selesai. Kami belum bicara soal perceraian, meskipun..." aku terhenti sejenak, menelan perasaan bersalah yang mulai naik ke permukaan, "meskipun aku sudah memberitahunya tentang bayi ini. Dan dia tahu itu bukan anaknya."Gavin menggeser kursinya sedikit lebih dekat, tatapannya kini penuh perhatian. "Apa yang dia katakan?" tanyanya, suaranya lembut, namun dengan ketegasan di baliknya.Aku menghela napas panjang. “Dia terluka, Gavin... sangat terluka. Tapi dia orang yang baik. Dia bilang dia akan pergi, bahwa dia akan membiarkan aku menjalani hidupku...”Suasana di antara kami mendadak menjadi tegang. Gavin menatapku lama, seolah mempertimbangkan setiap kata yang telah kuucapkan. Dia tak lagi tersenyum, matanya tampak serius.“Aku hanya ingin tahu, Ratih,” katanya akhirnya, suaranya sedikit lebih dalam, “karena aku harus tahu apa yang terjadi, sebelum kita... melangkah lebih jauh.”Kata-katanya mengga
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-28
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status