Beranda / Romansa / Tuan, Aku Hamil! / Bab 51 - Bab 60

Semua Bab Tuan, Aku Hamil!: Bab 51 - Bab 60

94 Bab

Tunggu Aku?

Di dalam mobil, suasana terasa sunyi setelah semua keributan tadi di kantor pabrik. Aku duduk di depan, di samping sopir, memandangi jalan yang panjang di depan kami, sementara di kursi tengah, Talitha duduk menemani Tuan Darius bersama suster yang menjaga kakeknya. Talitha tampak terus mengawasi kakeknya dengan khawatir, seolah takut kehilangan sosok yang sangat berarti baginya."Jaga kesehatan, Opa. Jangan suka emosi," Talitha berbicara lembut, berusaha menenangkan. Namun, aku bisa merasakan ketegangan di dalam suaranya.Tuan Darius hanya menghela napas panjang dari balik masker oksigen yang menutupi wajahnya. "Jangan emosi gimana? Lihat kamu dan orang-orang itu ribut terus, kerjaannya berantem melulu," jawabnya dengan suara berat, tapi penuh kekhawatiran.Talitha mengusap lembut tangan kakeknya, mencoba menenangkan. "Opa, aku nggak mau ribut. Tapi Mami Tere selalu mulai duluan. Aku cuma bertahan, Opa." Suaranya bergetar sedikit, seolah ada ketegangan yang lebih dalam dari yang tamp
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-19
Baca selengkapnya

Kantor Baru

Pernyataan Gavin terus berputar di kepalaku ketika aku duduk di dalam taksi, menuju kantor baru di SCBD. Hubungan rumit yang kualami ini, antara Talitha, Devan, dan sekarang Gavin, membuat pikiranku bercampur aduk. Cinta, hasrat, dan kebingungan semuanya bercampur menjadi satu, membuatku sulit untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi di dalam diriku.Setibanya di kantor baru, aku langsung tenggelam dalam pekerjaanku. Ruangan masih setengah jadi, dengan dinding yang belum sepenuhnya dicat dan furnitur yang masih dibungkus plastik. Beberapa pekerja kontraktor sibuk memasang lampu dan menyelesaikan interior. Aku mengawasi pekerjaan mereka, memastikan setiap detail berjalan sesuai dengan rencana. Ada beberapa hal yang perlu diperbaiki, namun sejauh ini semuanya tampak berjalan lancar.Sekitar jam 5 sore, jumlah pekerja mulai berkurang. Mereka bergegas menyelesaikan tugas mereka untuk pulang, meninggalkan ruangan yang hampir selesai. Tiba-tiba, suara langkah yang familiar terdengar. Aku
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-19
Baca selengkapnya

Talitha Depresi

Nafasku masih tersengal-sengal, dada terasa berat saat Devan menatapku dengan sorot mata yang tajam, melihat kegugupanku yang jelas terlihat. Tanpa berkata-kata, dia meraih ponselku dari meja dengan gerakan santai, seolah-olah tidak ada yang aneh atau mencurigakan terjadi di sini. Dengan tenang, dia berdiri, merapikan sedikit pakaiannya yang kusut, lalu mengangkat telepon.“Ya, babe?” suaranya terdengar begitu biasa, membuat ketegangan di udara semakin mencekam.Di ujung telepon, terdengar suara Talitha, suaranya ringan tapi penuh kasih. “Loh, Ratih mana, Pap?” tanya Talitha dengan nada penasaran.Devan, masih tenang, menjawab dengan cepat, tanpa sedikitpun keraguan. “Lagi ke bawah, nerima barang di loading dock. Ini hpnya ketinggalan.” Dia melirik ke arahku sebentar sebelum kembali menatap jauh, suaranya tetap stabil.Sementara itu, aku dengan tergesa-gesa merapikan pakaianku, jantungku berdegup kencang seiring dengan upayaku menyembunyikan rasa panik yang melanda. Keringat dingin mu
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-20
Baca selengkapnya

Antidepresan Talitha

Aku berdiri dari tempatku dan mendekati Talitha yang terlihat semakin tidak tenang. “Nyonya, itu obat apa?” tanyaku pelan, mencoba menawarkan ketenangan meski hatiku sendiri ikut terhimpit oleh suasana.Talitha tidak langsung menjawab. Dia berjalan ke minibar dan menuangkan segelas Hanesy XO, mencampurkan pil yang baru saja dia telan dengan alkohol, seolah menganggapnya sebagai pelarian terakhir dari stres yang terus memburunya. Setelah itu, dia meletakkan botol obat di atas minibar dengan tangan gemetaran, sebelum berjalan perlahan menuju kamarnya. Langkahnya berat, seolah membawa beban yang jauh lebih besar dari yang bisa dilihat.Aku melirik ke arah Devan yang kini berdiri di samping minibar. Dia mengambil botol obat itu dan membaca labelnya dengan alis berkerut. “Xanax,” gumamnya dengan nada yang lebih serius. Matanya menatap botol itu, seolah mencoba mencerna kenyataan bahwa istrinya sudah sampai pada titik ini.“Ratih, tolong temani Talitha dulu. Aku nggak tahu harus gimana... A
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-20
Baca selengkapnya

Mual

Setelah Talitha terlelap, aku perlahan bangkit dari tempat tidur, merapikan pakaian dan selimutnya. Dia tampak damai untuk pertama kalinya malam ini, meskipun aku tahu ketenangan itu hanya sementara, dibalut oleh efek obat dan alkohol.Aku menarik kursi di samping tempat tidur, duduk dengan perlahan, sembari mengusap lembut punggung tangannya. Talitha... aku bertanya-tanya dalam hati, jika semua kenyataan yang tersembunyi akhirnya terungkap, apakah dia masih bisa menerimanya? Atau, apakah dia akan semakin hancur?Untuk beberapa saat, pintu kamar terbuka perlahan. Devan masuk dengan langkah pelan, menghampiriku dari belakang, lalu mengusap lembut punggungku. Keheningan menyelimuti kami."Terima kasih, Ratih. Udah bantu nenangin Talitha," ucap Devan, suaranya terdengar rendah dan penuh rasa terima kasih. Dia setengah berbaring di ujung tempat tidur, mengamati Talitha yang kini tertidur tenang.Aku hendak bangkit untuk pergi, merasa situasi ini semakin rumit dan berat.“Mau ke mana? Teme
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-21
Baca selengkapnya

Dua Garis

Pagi itu, aku terbangun dengan perasaan gelisah yang masih melekat, meskipun aku berusaha keras untuk tidak menunjukkannya. Ada rasa berat yang menekan di dalam diriku, rasa yang tak bisa kuabaikan. Tubuhku masih terasa lemah, dan pikiran-pikiran yang mengganggu terus mengintai setiap langkahku.Di ruang makan, Talitha dan Devan sudah duduk bersama sarapan. Mereka tampak lebih rileks, mungkin karena semangat yang dibawa oleh persiapan ulang tahun Prince. Talitha sesekali tersenyum tipis, meski aku bisa merasakan sisa-sisa kelelahan di wajahnya."Ratih, nanti siang ke kantor ya," ucap Talitha sambil menyeruput teh hangatnya. "Ada barang masuk lagi, tolong diterima dulu. Aku dan Devan harus ke warehouse di Cikarang."Aku mengangguk, berusaha tampak normal meski di dalam, perutku terus bergolak. "Baik, Nyonya."Siang itu, sebelum berangkat ke kantor, aku mampir di sebuah apotek kecil. Langkah kakiku terasa berat saat aku mendekati konter. Aku ragu, bertanya pada diriku sendiri apakah aku
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-21
Baca selengkapnya

Prince

Aku membuka ponselku dengan tangan yang masih sedikit gemetar, berusaha menyingkirkan kekacauan di pikiranku. Layar ponsel terang menyilaukan, tapi aku segera fokus untuk melakukan hal yang sederhana—memesan taksi online. Jari-jariku bergerak cepat di atas layar, mengetik alamat rumah. Rasanya, kepulanganku kali ini seperti perjalanan menuju ketidakpastian yang semakin mendekat.Selesai memesan, aku memasukkan ponsel ke dalam tas, tepat di samping tiga test pack yang baru saja mengubah hidupku. Setiap kali aku merasakan benda-benda itu di dalam tas, rasanya seperti ada beban yang menempel di pundakku—sebuah rahasia besar yang aku tahu tidak akan bisa kusembunyikan lama.Saat menunggu taksi, aku kembali melirik ruangan kantor yang perlahan mulai terasa semakin asing. Ruangan yang dulu penuh dengan rencana, pekerjaan, dan ambisi kini terasa seperti tempat di mana semua keputusan burukku berputar. Devan dan Talitha, dua orang yang selama ini memberiku tempat di kehidupan mereka, kini ber
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-22
Baca selengkapnya

Nerima

Sore itu, aku menyelesaikan urusan dengan Evelyn di halaman belakang rumah. Setelah berbincang panjang soal tema dekorasi ulang tahun Prince, suasana perlahan mengalir lebih tenang. Evelyn, dengan energi positifnya, mengajukan banyak ide, mulai dari konsep warna-warni cerah hingga aktivitas yang bisa membuat Prince dan teman-temannya senang. Dia tampak penuh semangat, tapi aku, meski mencoba mendengarkan dengan seksama, tidak sepenuhnya bisa fokus."Bagaimana menurut Mbak Ratih? Apakah tema superhero cocok untuk Prince?" Evelyn menatapku penuh harap, menunggu persetujuanku.Aku mengangguk pelan, menyesuaikan ekspresi wajahku agar tampak setuju. “Iya, tema itu bagus... Prince pasti suka. Dia suka sekali dengan mainan robotnya. Mungkin bisa kita buat dekorasi seperti itu?”Evelyn tersenyum lebar, mencatat dengan cepat dalam buku kecilnya. “Luar biasa! Saya rasa ini akan jadi acara yang sangat menyenangkan buat Prince.”Pembicaraan kami terus berlanjut dengan beberapa detil tambahan tenta
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-22
Baca selengkapnya

Keluarga?

//Silahkan baca dulu bab 1 ya…..Malam itu, aku di kamarku, pikiranku kembali kalut. Rasanya, sejak pengungkapan kehamilanku kepada Devan, semuanya menjadi lebih rumit. Keputusan yang harus kuambil begitu berat, belum lagi perasaan bersalah pada Talitha yang terus menghantui. Aku tak tahu harus berbuat apa, seolah jalan di depanku penuh dengan duri dan batu tajam.Tiba-tiba, ponselku bergetar di meja samping tempat tidur. Jantungku hampir berhenti ketika kulihat nama yang tertera di layar: Devan. Pesan singkat itu hanya bertuliskan, "Lantai 3."Aku menatap layar ponsel itu lama, tak tahu harus bagaimana. Apa yang akan dikatakan Devan? Apa yang akan dia lakukan? Pikiranku berlarian, mencoba mencari jawaban, tapi tak ada yang pasti. Rasa takut dan penasaran berkecamuk dalam hatiku.Perlahan, aku bangkit dari tempat tidur. Kakiku terasa berat, seperti enggan membawa tubuhku untuk menemui Devan. Namun, aku tahu aku harus melakukannya. Langkahku terasa pelan, seolah aku sedang mengulur wak
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-23
Baca selengkapnya

Dekapan Talitha

"Maksudnya?" Devan hanya tersenyum lebih lebar, mengusap pipiku dengan lembut. "Kamu mau jadi adik iparku, kan?" tanyanya dengan nada bercanda, tapi matanya penuh arti.Aku menatapnya dengan campuran kebingungan dan ketidakpastian. "Bagaimana mungkin? Aku hanya pembantu, Devan... dan Widodo?" suaraku bergetar saat menyebut nama suamiku.Devan menatapku serius kali ini, suaranya rendah namun penuh ketegasan. "Widodo... aku tahu dia baik, tapi kamu sudah lama terjebak dalam pernikahan yang dingin. Kamu berhak untuk bahagia, Ratih. Jangan lihat dirimu hanya sebagai pembantu. Kamu lebih dari itu. Kamu bagian dari kami sekarang."Aku merasakan beban perasaan itu semakin berat. "Tapi bagaimana dengan Gavin? Bagaimana jika dia tahu? Apa yang akan terjadi?""Ratih," Devan menatapku dalam-dalam, suaranya tetap tenang meskipun topik ini berat. "Aku ini kakaknya Gavin, aku tahu bagaimana dia. Gavin bukan tipe pria yang mendekati seorang wanita kalau dia tidak serius... dan aku melihat usahanya
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-23
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
10
DMCA.com Protection Status