Home / Rumah Tangga / Mari Bercerai, Paman Kai! / Chapter 151 - Chapter 160

All Chapters of Mari Bercerai, Paman Kai!: Chapter 151 - Chapter 160

190 Chapters

151 - S2

Abel duduk di bangku taman sekolah, jauh dari keramaian anak-anak yang sibuk bermain. Matanya tertuju pada Anna yang sedang asyik berlari-lari bersama seorang anak laki-laki. Tawanya begitu lepas, membuat Abel sejenak terpaku. Ia merogoh sakunya dan mengeluarkan selembar foto kecil yang sudah mulai lusuh di tepinya. Dengan hati-hati, ia memandang gambar itu. Seolah terpanggil oleh ingatan masa lalu, pikirannya melayang pada sebuah momen beberapa tahun silam. FlashbackAbel kecil menangis tersedu-sedu di kamar tidurnya. Matanya sembab, wajahnya memerah. Lukas berdiri di samping tempat tidur, kebingungan harus melakukan apa. “Aku mau lihat Ibu,” rengek Abel sambil memeluk bantalnya erat. Lukas menghela napas panjang. Ia tahu tangis Abel ini berbeda dari biasanya, lebih menyayat hati. “Abel, Ibu nggak ada di sini...” katanya dengan lembut, meski ada kekesalan di dalam suaranya. “Aku mau lihat!” tuntut Abel dengan suara parau. Lukas akhirnya mengalah. Ia pergi ke ruang kerjan
last updateLast Updated : 2024-12-22
Read more

152 - S2

Sera duduk di dalam mobilnya, bersandar di kursi dengan tubuh lelah. Perjalanan ke dokter kandungan tadi menyita energinya lebih banyak dari yang ia kira. Usia kandungannya sudah memasuki trimester terakhir, dan setiap gerakan kini terasa berat. Ia menyerahkan tugas menjemput Anna kepada sopirnya, memilih menunggu di mobil dengan udara dingin dari AC yang menenangkan. Sera memeriksa ponselnya, membuka beberapa pesan dari Kai yang menanyakan keberadaan dirinya. Ia tersenyum tipis membaca kekhawatiran suaminya, tapi matanya teralihkan ke arah kaca depan saat melihat sosok Anna berjalan sambil menggandeng tangan seorang anak laki-laki.Hati Sera berdegup keras saat ia mengenali wajah datar anak itu, Abel. Ia tertegun, tidak percaya bahwa anak itu kini berada begitu dekat dengannya. Tanpa sadar, tangannya gemetar saat menurunkan ponsel ke pangkuan.Ketukan kecil di kaca jendela mengejutkan Sera dari lamunannya. Anna berdiri di luar dengan senyuman lebar, menggandeng Abel yang tampak
last updateLast Updated : 2024-12-23
Read more

153 - S2

Di atas motor, angin sore berhembus lembut, tetapi suasana di antara Nana dan Abel terasa berat. Abel yang biasanya pendiam kini berkali-kali mengulangi pertanyaan yang tak dijawab oleh Nana. “Mbak Nana! Aku tanya, kapan Mas Rafi bisa jemput aku lagi? Kapan kakinya sembuh?” Abel bertanya dengan nada sedikit kesal. Nana, yang pikirannya melayang entah ke mana, hanya bergumam. “Hmm... mungkin sebentar lagi.” Abel mendengus, merasa tak puas. “Mbak Nana nggak dengar aku ngomong dari tadi ya? Kenapa sih nggak fokus?” Nana tersentak, menyadari sikapnya. “Maaf, Abel. Mbak Nana lagi kepikiran jemuran di rumah.” “Tuh ‘kan, nggak penting!” sahut Abel dengan polosnya, meski ada nada kesal dalam suaranya. Nana tersenyum tipis. Bagaimana ia menjelaskan kepada anak kecil ini bahwa pikirannya sedang bercabang ke arah yang bahkan tidak seharusnya ia pikirkan? Sejujurnya, sejak melihat wanita di sekolah tadi, wanita yang menjemput Anna, bayangan masa lalu berkelebat di benak Nana. Wanit
last updateLast Updated : 2024-12-23
Read more

154 - S2

"Wat wil je, Ma?" ucap Sheynina dengan nada kesal, bibir mungilnya cemberut saat melihat ibunya, Elli, berdiri dengan tangan di pinggang.Bahasa Belanda memang menjadi kesehariannya anak keduanya yang kini sudah masuk ke taman kanak-kanak. Jadi kadang Sheynina, atau akrab dipanggil Nina itu mencampur bahasanya.Elli memejamkan mata sejenak, mencoba menahan emosinya. “Nina, Mama cuma minta kamu membereskan mainanmu. Kenapa harus berdebat dulu?” Sheynina mengangkat bahu, lalu menjawab dengan nada yang sama tinggi. “Omdat ik nog niet klaar ben met spelen. Kenapa sih Ma, selalu nyuruh-nyuruh?” Raquel yang mendengar percakapan mereka dari ruang tengah segera masuk ke dalam kamar anak perempuan mereka. “Elli, sudahlah. Nina cuma anak-anak. Biarkan dia main sebentar lagi,” ucap Raquel sambil menatap Sheynina dengan senyum lembut. “Mas, jangan terus-terusan belain dia!” tukas Elli dengan nada frustrasi. “Anak ini keras kepala banget, sih! Nggak pernah mau denger apa yang aku bilang.”
last updateLast Updated : 2024-12-24
Read more

155 - S2

Elli berbaring diam di sisi ranjang, tubuhnya diselimuti rasa hangat yang masih tersisa. Tatapannya terpaku pada wajah Raquel yang tengah menatap langit-langit, napasnya teratur, dan senyumnya tipis. Cahaya lampu kamar yang redup membuat garis wajah Raquel tampak semakin lembut, hampir seperti lukisan yang sempurna. Elli mendekat, menyandarkan kepalanya di dada Raquel, mendengar detak jantungnya yang tenang dan stabil. Padahal beberapa saat lalu, dia terlihat masih enggan dengan Raquel. Tapi sentuhan Raquel tidak pernah bisa ia tolak. Mereka pun berbagi lenguhan dan kenikmatan bersama. Hingga beberapa saat kemudian, Raquel menoleh, matanya yang hangat menangkap Elli yang kini mengamati wajahnya dengan seksama. "Apa?" tanya Raquel sambil tersenyum, tangannya perlahan terulur untuk mengusap pipi istrinya. Elli tersenyum kecil, tapi matanya menyiratkan rasa bersalah yang sulit disembunyikan. "Nggak apa-apa," bisiknya, suaranya sedikit gemetar. Namun, di dalam hatinya, perasaan itu
last updateLast Updated : 2024-12-24
Read more

156 - S2

Di Jakarta, Sera menghela napas panjang di dalam mobilnya, menatap ke luar jendela sebelum akhirnya memutuskan untuk menjemput Anna dari sekolah. Hari itu, ia berencana mengajak putri sulungnya makan di salah satu restoran cepat saji dengan ikon ayam terkenal. Namun, semangat Anna yang biasanya ceria semakin membuncah saat ia tiba-tiba meminta izin untuk membawa Abel ikut serta. "Abel harus ikut, Mama! Dia belum pernah makan di sana," kata Anna dengan mata berbinar. Sera tersenyum, tapi hatinya sedikit ragu. Ia tahu situasi antara keluarganya dan Lukas, ayah Abel, masih terasa rumit. "Anna, kalau Abel mau ikut, dia harus pamit dulu sama Papanya, ya. Mama nggak mau nanti dibilang bawa-bawa Abel tanpa izin," ujar Sera dengan lembut, sambil menepuk kepala putrinya. Anna mengangguk dengan penuh keyakinan. "Iya, Ma! Aku akan bilang sama Abel.”Sera mengamati Anna yang berlari mendekat ke arah wanita bernama Nana dan Abel. Tak lama, wanita itu mengeluarkan ponsel dan tampak berbicara
last updateLast Updated : 2024-12-25
Read more

157 - S2

“Tentu. Tante gak berpikir aku benar-benar lahir dari batu kan? Apa kabar Mamaku? Namanya Mama Ellinor ‘kan?”Sera menahan napas. Suara Abel begitu tenang, tetapi pertanyaannya membawa beban yang berat. Anak sekecil itu, dengan nada bicara yang begitu datar, tampak jauh lebih dewasa daripada umurnya. "Ya... Mama kamu namanya Elli," jawab Sera akhirnya, memilih untuk jujur. "Dan dia baik-baik saja." Abel mengangguk kecil, pandangannya tetap pada Sera. "Kenapa dia nggak datang? Kenapa dia nggak pernah cari aku?"Pertanyaan itu membuat Sera merasa seolah ditusuk. Darimana sebenarnya dia tahu tentang ibu kandungnya. Lukas? Jika Lukas yang membawanya pergi, kenapa dia tidak menceritakan semuanya atau mengubur semuanya sekalian? Sera menjadi posisi yang serba salah saat ini.Ia mencoba menata kata-katanya dengan hati-hati. "Mama kamu... sangat sayang sama kamu, Abel. Tapi kadang, ada situasi yang membuat orang dewasa sulit bertindak seperti yang mereka inginkan. Dia nggak pernah berhen
last updateLast Updated : 2024-12-25
Read more

158 - S2

"Abel?" Elli mengulang, suaranya bergetar. Wajahnya di layar menunjukkan keterkejutan yang tak bisa disembunyikan. "Kamu bilang... Abel?"Sera segera mencoba menenangkan suasana. "Anna, sayang, kenapa nggak kamu temani Abel dulu? Mama lagi bicara sama Tante Elli."Namun, sebelum Anna pergi, Nana muncul di waktu yang tepat. "Abel, ayo ikut aku sebentar. Kita lihat-lihat menu yang lain." Suara Nana terdengar lembut namun tegas, dan ia menggandeng tangan Abel menuju meja pemesanan.Sera menarik napas panjang, menunggu hingga Abel cukup jauh sebelum kembali ke panggilan video. "Kak, aku bisa jelasin—"Elli menghentikan Sera dengan lambaian tangan. Air matanya sudah mengalir di pipi. "Dia Abelku, Ra? Ra… Abel... dia sama kamu?" tanyanya, suaranya terdengar serak.Sera mengangguk pelan, wajahnya penuh rasa bersalah. "Iya, Kak. Tapi ini bukan rencana aku. Aku nggak tahu dia akan muncul di hidupku seperti ini."Setelah memastikan Abel cukup jauh bersama Nana, Sera menghela napas panjang dan m
last updateLast Updated : 2024-12-26
Read more

159 - S2

Malam itu, Nana sedang membereskan mainan Abel di ruang tengah saat suara pintu yang terbuka membuyarkan konsentrasinya.Lukas muncul di ambang pintu dengan wajah memerah, penampilan berantakan, dan bau alkohol yang menyengat. Nana langsung menoleh, raut bingung dan khawatir tergambar di wajahnya."Mas Lukas, baik-baik saja?" tanyanya hati-hati.Lukas hanya menatapnya sekilas tanpa menjawab. Matanya merah, entah karena lelah, emosi, atau efek alkohol. Ia berjalan gontai menuju sofa, lalu menjatuhkan diri dengan kasar.Nana mendekat, mencoba memastikan kondisinya. "Mas perlu istirahat. Mungkin saya bisa ambilkan air atau—"Namun, Lukas memotong dengan suara serak, "Apa yang mau kamu bilang tadi di pesan? Kamu bilang mau bahas Abel?"Nana terdiam sesaat, mengumpulkan keberanian untuk menceritakan apa yang terjadi. "Mas Lukas, saya rasa Abel sedang sedih. Dia berubah sejak mendengar Bu Sera berbicara dengan seorang wanita lewat video call. Setelah itu, dia jadi murung, banyak diam, bahka
last updateLast Updated : 2024-12-26
Read more

160 S-2

Pagi itu, sinar matahari menerobos jendela rumah Lukas, menciptakan bayangan lembut di ruang makan. Namun, suasana di dalamnya terasa jauh dari kata hangat. Abel duduk di meja makan, memainkan sendoknya tanpa banyak bicara. Meski wajahnya masih menyiratkan kesedihan, ada semangat kecil yang muncul saat ia bersiap untuk pergi ke sekolah. "Abel, kamu sudah siap? Jangan lupa buku PRnya, ya," suara Nana terdengar dari dapur. Namun, tidak seperti biasanya, ia tidak mendekat untuk memastikan. Nana sibuk memotong apel dengan tangan sedikit gemetar. Pikiran tentang kejadian malam sebelumnya terus berputar di kepalanya. Ia mencoba mengalihkan perhatian dengan mempersiapkan bekal Abel, tapi hatinya tetap bergejolak setiap kali mendengar langkah kaki Lukas mendekat. Di ruang makan, Lukas duduk diam di sofa, masih terlihat sedikit lelah. Ia memandangi Abel dengan tatapan kosong, seperti tenggelam dalam pikirannya sendiri. Ciuman semalam terulang di pikirannya, dan itu membuatnya merasa b
last updateLast Updated : 2024-12-28
Read more
PREV
1
...
141516171819
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status