Home / Romansa / OBSESI PRIA BERKUASA / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of OBSESI PRIA BERKUASA: Chapter 81 - Chapter 90

123 Chapters

Aku ingin kau kembali

Setelah kejadian di lorong itu, Clara memutuskan membawa Agatha ke tempat yang lebih aman. Mereka menuju sebuah vila kecil di luar kota, jauh dari hiruk-pikuk dan jauh dari kemungkinan Rohander menemukan mereka dengan mudah. Vila itu milik salah satu kenalan Clara, yang menawarkan perlindungan sementara tanpa banyak pertanyaan.Malam di vila terasa sunyi, hampir terlalu sunyi. Agatha duduk di depan perapian, mencoba menenangkan pikirannya. Tetapi kilasan kejadian sebelumnya terus menghantuinya. Wajah Rohander, dingin dan penuh tekad, seperti terukir di benaknya.“Dia tidak akan menyerah,” kata Agatha dengan suara pelan, lebih kepada dirinya sendiri daripada Clara yang duduk di seberangnya.Clara menatapnya dengan prihatin. “Tapi kau tidak sendirian, Agatha. Aku ada di sini, dan aku tidak akan membiarkan dia menyakitimu lagi.”Agatha mengangguk, tetapi di dalam hatinya, ia tahu bahwa Clara tidak bisa melindunginya selamanya. Rohander adalah tipe pria yang tidak pernah berhenti sampai
last updateLast Updated : 2024-11-26
Read more

Segalanya semakin sulit

Mobil yang membawa Agatha melaju melewati jalan-jalan kota menuju lokasi yang tidak diketahui. Agatha berusaha mengatur napasnya, menenangkan pikirannya agar dapat berpikir jernih. Ia sadar, melawan secara fisik bukanlah pilihan saat ini—ia harus mencari cara untuk memenangkan permainan ini dengan kecerdikannya.Sementara itu, alat pelacak yang ia sembunyikan mulai bekerja, memancarkan sinyal yang mengarah ke lokasi mereka. Thomas, yang telah mempersiapkan segala kemungkinan, segera menerima sinyal tersebut di laptopnya.“Dia bergerak,” gumam Thomas, segera memanggil tim kecil yang ia percaya.Namun, ia tahu waktu sangat terbatas. Jika Rohander menyadari bahwa Agatha sedang dilacak, semuanya bisa berakhir lebih buruk.Di dalam mobil, Rohander duduk dengan tenang di samping Agatha. Senyum tipis menghiasi wajahnya, tetapi tatapannya penuh ancaman.“Kau terlalu jauh kali ini, Agatha,” katanya dengan nada lembut, seolah sedang menegur seorang anak kecil. “Menggunakan Thomas untuk melawan
last updateLast Updated : 2024-11-27
Read more

Jangan mati

Agatha memandangi kunci kecil di tangannya, berpikir keras. Pesan itu membuatnya bingung sekaligus memberinya secercah harapan. Apa yang dimaksud dengan "percayalah pada instingmu"? Dan apa hubungan kunci ini dengan rencana pelariannya?Malam semakin larut, dan tempat itu terasa lebih sunyi daripada sebelumnya. Ia mendekati pintu kamar, mencoba memutar pegangan dengan hati-hati. Terkunci seperti biasa. Agatha mendesah pelan, lalu kembali memeriksa celah-celah ruangan, mencoba menemukan petunjuk lain yang mungkin bisa digunakan.Saat sedang memeriksa bagian bawah meja, ia mendengar suara langkah kaki di luar pintu. Tubuhnya menegang. Langkah itu berhenti tepat di depan pintunya, diikuti suara pintu terbuka dengan perlahan.Thomas berdiri di sana, dengan ekspresi tegang namun penuh tekad.“Kita tidak punya banyak waktu,” bisiknya sambil melangkah masuk dan menutup pintu di belakangnya. “Aku datang untuk membawamu pergi.”Agatha terkejut. “Bagaimana kau bisa masuk ke sini? Rohander pasti
last updateLast Updated : 2024-11-27
Read more

Terus mencari jawaban

Mobil itu terus melaju kencang, melintasi jalanan yang mulai sepi. Angin malam terasa menusuk, dan di dalam mobil, suasana semakin mencekam. Thomas terbaring dengan wajah yang memucat, sementara Agatha berusaha sekuat tenaga menghentikan perdarahan dengan tangannya yang sudah lelah."Apakah... ada tempat aman yang bisa kita pergi?" Agatha bertanya dengan suara tercekat, tak mampu menahan kepanikan yang merayap.Pria yang mengemudikan mobil, yang masih belum dikenalnya, mengangguk. "Ada tempat di luar kota. Itu tempat aman, tapi kita harus cepat. Mereka pasti sudah melacak kita.""Siapa mereka?" Agatha bertanya, semakin bingung. "Siapa yang mengirim orang-orang itu?"Pria itu tidak menjawab langsung. Matanya terfokus pada jalan, tangan yang terampil mengendalikan mobil, namun ada kegelisahan yang jelas di wajahnya. "Ada banyak hal yang perlu kau ketahui, Agatha," katanya akhirnya. "Tapi bukan sekarang. Waktu bukanlah sesuatu yang kita miliki banyak."Agatha merasakan ketegangan yang se
last updateLast Updated : 2024-11-28
Read more

Good luck

Agatha berjalan cepat menuju tangga, menekan rasa cemas yang mulai merayap di dadanya. Setiap langkah yang diambilnya terasa semakin berat, namun tekad di dalam dirinya semakin kuat. Ia tahu, jika ia terus berada di sisi Rohander, ia hanya akan semakin terjerat dalam permainan yang tak pernah ia pilih. Meskipun ketakutan itu ada, rasa ingin tahu dan kebebasan yang lebih besar dari rasa takut itu mendorongnya untuk terus maju.Namun, di balik langkahnya yang mantap, Agatha bisa merasakan tatapan Rohander yang terus mengikuti setiap gerakannya. Rasanya seperti ada bayangan gelap yang terus membayangi setiap langkahnya. Begitu sampai di pintu kamar, Agatha berbalik, berhadapan dengan Rohander yang kini sudah berada di ambang pintu, menatapnya dengan sorot mata yang dalam, penuh dengan campuran antara kekhawatiran dan kemarahan yang terpendam."Agatha," suara Rohander rendah, namun ada ketegangan yang menebal. "Kau pikir, aku akan membiarkanmu pergi begitu saja? Tanpa penjelasan?"Agatha
last updateLast Updated : 2024-11-28
Read more

Frustasi dan obsesi

Agatha berdiri mematung di tengah ruangan, tubuhnya terasa berat oleh beban emosional yang baru saja ia hadapi. Langit di luar mulai memerah, menandakan senja yang datang. Namun, di dalam hatinya, semua terasa suram. Ia melangkah menuju jendela, menatap keluar ke arah horizon yang perlahan tenggelam dalam kegelapan.Tidak ada jalan keluar yang mudah.Itu adalah pemikiran yang terus bergema di dalam benaknya. Ia tahu bahwa setiap langkah ke depan akan melibatkan pengorbanan—dan mungkin juga rasa sakit yang lebih besar. Tapi kali ini, ia sudah bertekad. Tidak ada lagi kompromi.Langkah kaki di luar pintu membuyarkan lamunannya. Suara pelan namun jelas terdengar, seseorang berbicara dengan nada rendah dan tegas. Ia mengenali suara itu: salah satu orang kepercayaan Rohander. Nalurinya langsung mengatakan bahwa ada sesuatu yang salah.Agatha mendekatkan telinganya ke pintu.“...kau yakin dia masih di bawah kendali?” suara itu bertanya, nadanya terkesan gugup.“Kau tahu bagaimana Rohander
last updateLast Updated : 2024-11-28
Read more

Seorang yang penting

Agatha mengamati pria itu dengan tatapan tajam. Ia tidak suka perintah mendadak, apalagi dari seseorang yang bukan Rohander. Namun, ia tahu ini bukan saatnya untuk membuat keributan. Ia butuh waktu untuk memahami permainan yang sedang dimainkan di sini.“Berikan aku waktu untuk bersiap,” katanya dingin.Pria itu menundukkan kepala sedikit, senyum kecil di wajahnya. “Tentu saja, Nona. Kami akan menunggu di luar.”Setelah pria itu pergi, Agatha berjalan mondar-mandir di kamarnya. Perjalanan? Ke mana? Dan kenapa sekarang? Perasaan tidak nyaman menyelimuti dirinya. Ia tahu Rohander tidak pernah melakukan sesuatu tanpa rencana matang. Jika ini adalah langkah berikutnya, maka ia harus bersiap menghadapi sesuatu yang mungkin lebih besar dari dirinya.Sore hari menjelang, sebuah mobil hitam besar sudah menunggu di depan mansion. Agatha berjalan keluar dengan ekspresi tenang, meskipun di dalam hatinya ada badai yang mengamuk. Rohander sudah duduk di dalam mobil, menunggunya. Saat melihatnya
last updateLast Updated : 2024-11-28
Read more

Bermain dengan cerdas

Saat pintu menutup di belakang Rohander, suara langkah kakinya yang tegas menghilang, meninggalkan Agatha dalam keheningan yang mengerikan. Ia berdiri diam beberapa saat, menatap tangki kaca di depannya. Bayangan siluet manusia di dalamnya masih samar, tetapi cukup jelas untuk membuat bulu kuduknya meremang.Agatha menghela napas panjang, mencoba mengendalikan pikirannya. Aku tidak bisa tinggal di sini selamanya. Dengan tekad yang terbangun, ia mulai menyusun rencana. Tapi sebelum ia bisa melangkah lebih jauh, suara langkah lembut menarik perhatiannya.Seorang pelayan wanita muncul dari sisi ruangan, wajahnya penuh kehati-hatian. Ia membawa nampan berisi teh dan beberapa camilan, tetapi ada sesuatu tentang sorot matanya yang membuat Agatha curiga.“Nona,” pelayan itu memanggil dengan suara kecil, meletakkan nampan di meja terdekat. “Apakah Anda membutuhkan sesuatu?”Agatha menatapnya tajam. “Aku membutuhkan kebebasan. Tapi aku yakin itu bukan sesuatu yang bisa kau berikan.”Pelayan it
last updateLast Updated : 2024-11-28
Read more

Merasa hancur

Rohander berdiri diam di hadapan Agatha, matanya tak lepas dari wajah wanita itu. Sorot matanya dingin, tapi ada sesuatu yang bergejolak di sana—campuran obsesi, amarah, dan kepemilikan. Agatha yang duduk di tepi tempat tidur tampak seperti burung kecil yang baru saja kehilangan sayapnya, namun ia tidak menunjukkan ketakutan.“Agatha,” Rohander memanggil namanya dengan suara rendah, hampir seperti bisikan. “Kau tahu betapa pentingnya dirimu bagiku, bukan?”Agatha mendongak, menatapnya dengan mata penuh kebencian yang sengaja ia perlihatkan. “Penting?” ia tertawa sinis, nadanya penuh ejekan. “Kau tidak peduli padaku, Rohander. Yang kau pedulikan hanya kontrol. Kau hanya ingin memastikan aku tidak pergi karena itu akan melukai egomu.”Rohander mendekat, menghapus jarak di antara mereka hingga wajah mereka hampir bersentuhan. Tangannya mengangkat dagu Agatha, memaksa wanita itu untuk tetap menatap matanya. “Kau salah. Aku peduli padamu lebih dari apa pun. Tapi aku tidak akan membiarkanmu
last updateLast Updated : 2024-11-29
Read more

Kau boleh membenciku

Pelukan Rohander menguat, sementara napasnya yang hangat menyapu puncak kepala Agatha. Ia membungkuk sedikit, suara beratnya berbisik di dekat telinga Agatha.“Kau boleh membenciku,” katanya pelan, hampir seperti sebuah janji. “Tapi aku tidak akan pernah melepaskanmu.”Agatha tidak merespons. Tubuhnya kaku, matanya menatap lurus ke arah jendela besar di belakang Rohander, seolah mencoba melarikan diri lewat pandangannya. Ia bisa merasakan detak jantung pria itu, kuat dan stabil, tapi terlalu dekat. Terlalu mengekang.“Apa ini hidup yang kau inginkan, Rohander?” akhirnya Agatha berbicara, suaranya rendah, hampir berbisik. “Memaksa seseorang mencintaimu? Memeluk boneka yang bahkan tidak ingin ada di sini?”Rohander menarik diri sedikit, cukup untuk menatap mata Agatha. Tatapan itu dalam, gelap, dan sarat emosi yang sulit diterjemahkan. Bibirnya menipis sebelum ia menjawab, nadanya tegas namun ada lapisan lembut yang nyaris tak terdengar.“Tidak, Agatha,” katanya. “Aku tidak memaksamu me
last updateLast Updated : 2024-11-29
Read more
PREV
1
...
7891011
...
13
DMCA.com Protection Status