Semua Bab Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!: Bab 91 - Bab 100

118 Bab

Bab 91: Debat Kecil

"Sebentar lagi Lina akan tiba. Sebaiknya kau istirahat saja. Aku ingin berbincang dengannya."Kata-katanya itu terdengar lebih ringan dari yang ia rasakan, namun matanya tetap bersinar, seolah ada harapan yang tak ingin padam meskipun begitu banyak bara yang membakar.Mark menggelengkan kepalanya, seolah menantang kenyataan dengan keteguhan yang aneh. “Aku akan menemanimu, dengan siapa pun kau berbincang, aku akan ikut bergabung.”Suaranya tegas, tapi ada ketegangan yang menguar, seperti jembatan yang siap runtuh hanya dengan sentuhan yang salah.Ia tak ingin terlihat lemah, tak ingin menunjukkan ketakutannya, meski di dalam hatinya, keraguan itu sudah menggerogoti segalanya.Viona menggaruk alisnya mendengarnya, sedikit terkejut. Namun, ia hanya menghela napas panjang. Apa lagi yang bisa ia lakukan?Ia tahu percuma saja melawan, Mark akan menolaknya lagi. Sebuah keluhan terpendam di dalam hatinya, tak tersampaikan. Bagaimana bisa ia melawan takdir yang sudah begitu kuat menggenggam m
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-10
Baca selengkapnya

Bab 92: Apa Kau Mencintainya?

Setelah dua jam yang terasa seperti helaian waktu yang lembut namun penuh riak, Lina pun berpamitan dengan suara yang selembut sutra, meninggalkan jejak kehangatan di ruangan yang perlahan-lahan menjadi sunyi.Viona tersenyum kecil, melambaikan tangan, sementara Mark hanya menatapnya dengan sorot dingin yang hampir mengiris udara.Pandangan matanya, seperti batu karang yang menentang ombak, tertuju pada Viona dengan ketenangan yang mengaburkan kegelisahan di baliknya.“Apa gunanya berteman dengan wanita seperti dia,” ujarnya, suaranya penuh nada tajam yang menusuk, seperti bayang-bayang yang tak mau enyah dari senja. “Cerewet, tak pernah tahu kapan harus diam.”Viona menghela napas panjang, seolah mencoba menghembuskan kekakuan yang memenuhi ruangan.Ia menatap Mark yang tampak terpaku pada amarahnya terhadap Lina, perempuan yang tak henti-hentinya beradu kata dengannya setiap kali bertemu.“Jika bukan Lina, dengan siapa lagi aku bisa berbagi canda dan cerita?” jawabnya, lembut namun
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-11
Baca selengkapnya

Bab 93: Silakan Membenciku Sesukamu

“Kenapa lama sekali menjawab pertanyaan yang menurutku sangat mudah untuk dijawab,” ucapnya dengan nada datar, nada yang seperti palu menghantam setiap keraguan yang berusaha Mark sembunyikan.Mark mengangkat kepalanya, menatap sang ayah dengan tatapan penuh pertanyaan dan kekesalan yang terpendam. “Justru aku bingung dengan pertanyaanmu itu, Ayah,” gumamnya, suaranya dipenuhi kekecewaan yang nyaris tak tertahan. “Kau masih mempertanyakan perasaanku pada Viona, seolah aku tak punya hati.”Alex mendengus, pandangannya penuh dengan ketegasan yang tak tergoyahkan, seakan setiap kata yang akan ia ucapkan telah lama dipendam dalam diam.“Karena kau telah mengkhianatinya, Mark,” ujar Alex, setiap katanya tajam seperti belati yang mengiris langsung ke sanubari Mark. “Aku tak akan bertanya tentang perasaanmu jika saja kau benar-benar menghargai istrimu.”Kata-kata itu menghantam Mark dengan keras, membuat tangan Mark mengepal erat, seolah mencoba menahan badai amarah yang berkecamuk dalam dir
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-12
Baca selengkapnya

Bab 94: Mengulang kembali dari Awal

Mark menundukkan kepalanya, membiarkan rasa berat dan lelah menguasai dirinya di sofa ruang rawat itu. Kepalanya terasa berdenyut, seakan dihimpit oleh beratnya masalah yang menguasai hidupnya.Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba mengusir rasa pening yang semakin mengaburkan pikirannya.Rasanya seolah seluruh dunianya kini berada di ambang kehancuran, dan dia hanya mampu duduk di sana, terperangkap dalam penyesalan yang tak berujung.Mengembalikan kepercayaan ayahnya terasa seperti mencoba meraih bintang di langit; Alex terlalu kecewa, terlalu dalam terluka hingga tak ingin mendengar sepatah kata pun darinya.Sebuah suara lembut membuyarkan lamunannya. Viona, yang baru saja membuka matanya, memandang ke arah suaminya yang tenggelam dalam kesunyian yang kelam.“Mark?” panggilnya, suara itu menyentuh hati Mark layaknya angin lembut yang mengusap permukaan laut yang bergelora. “Apa yang kau lakukan di sana?”Mark menoleh, perlahan bangkit dari duduknya dan menghampiri Viona. Dia duduk
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-12
Baca selengkapnya

Bab 94: Mencintainya sejak Lama

"Ayahmu sudah memberitahuku," Sarah mengucapkan kata-kata itu dengan suara rendah dan penuh penghakiman, sembari menyesap teh melati yang mengepul lembut di cangkir porselen.Keharumannya memenuhi udara di antara mereka, tetapi ada aroma pahit yang tak terlihat, serupa duri yang menyelip di antara setiap helai kata yang hendak diucapkannya.Mark tiba, diundang secara khusus oleh sang ibu untuk sebuah percakapan yang sudah ia tahu pasti akan berisi tuntutan.Ia menatap Sarah yang duduk di hadapannya dengan tatapan penuh harap, meski kehangatan di antara mereka sudah lama membeku.Sarah menghela napas, berat, seperti ada beban yang menekan dari dalam jiwanya. "Kondisi istrimu… katanya ia pingsan karena stres yang begitu menghimpit." Mata Sarah menyapu wajah Mark, seakan ingin meruntuhkan tiap lapisan rahasia yang mungkin ia sembunyikan."Kau masih terus menjalin hubungan terlarang dengan wanita penyakitan itu?" sindirnya dingin, menusuk dengan pedang tajam yang terselip di bibirnya."Ak
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-14
Baca selengkapnya

Bab 96: Tidak ada Kata Perceraian

Viona sudah diperbolehkan pulang oleh dokter setelah empat hari menjalani perawatan di rumah sakit.Tubuhnya masih terasa lemah, tetapi hatinya lega bisa kembali ke rumah, tempat yang selalu membawa kehangatan tersendiri. Kini, mereka telah tiba di ruang tengah rumah yang penuh kenangan.Viona duduk perlahan di sofa empuk berwarna krem, meletakkan tasnya di samping dengan gerakan lemah. Cahaya matahari senja yang merayap masuk melalui jendela membentuk siluet lembut di wajahnya yang pucat.Mark ikut duduk di sebelahnya, gerakannya tegas seperti biasanya. Namun, ada kehangatan dalam sikapnya, seperti tembok kokoh yang tak pernah goyah meski dihantam badai."Mark," Viona membuka suara, nada lembutnya seperti melodi yang menenangkan. "Aku sudah membaik. Jadi, sebaiknya kau pergi saja ke kantor. Lagi pula, di sini ada pelayan yang akan menemaniku." Dia menoleh padanya, matanya yang letih menyimpan harapan agar Mark tak lagi merasa terbebani.Mark menghela napas kasar, seolah mengusir beba
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-16
Baca selengkapnya

Bab 97: Begitu Sensitif

Keesokan harinya, matahari pagi menyemburatkan cahaya lembut yang menerobos melalui jendela ruang tamu. Udara di rumah terasa tenang, tetapi ada keheningan yang mengisyaratkan keengganan.Mark, yang sudah mengenakan setelan rapi, berdiri di depan Viona dengan ekspresi yang sulit ditebak—perpaduan antara tanggung jawab dan keraguan. Lima hari penuh ia habiskan di rumah, memastikan Viona mendapatkan perawatan terbaik.Kini, saatnya ia kembali ke rutinitasnya sebagai CEO, meski hatinya masih tertambat pada istrinya.“Kalau terjadi sesuatu, segera hubungi aku. Ponselku akan selalu standby untukmu,” kata Mark dengan suara lembut yang tak biasa.Sebuah sentuhan kasih tercetak di kening Viona ketika bibir Mark mendaratkan kecupan singkat namun sarat makna.“Hati-hati di jalan, Mark,” jawab Viona, senyumnya menghias wajahnya yang sudah tampak lebih segar.Senyuman itu sederhana, tetapi ada kehangatan yang meresap ke dalam hati Mark, membuat langkahnya terasa lebih berat ketika ia berbalik dan
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-16
Baca selengkapnya

Bab 98: Tidak Peduli pada Janji itu

Mark tetap diam, seperti patung marmer yang memancarkan aura dingin dan tak tergoyahkan. Namun, di balik ekspresinya yang datar, pikirannya berputar. Stella.Wanita yang dulu pernah menjadi bagian dari dunianya, kini hanya bayangan samar yang tak lagi ia pedulikan.Viona, dengan segala kekuatannya yang lembut, telah menggantikan setiap ruang kosong dalam hidupnya. Kehadiran Stella, meski mencoba menyusup, hanyalah desiran angin yang lewat tanpa arti.“Tidak perlu repot-repot memberitahuku tentang dia lagi,” ucap Mark akhirnya, suaranya datar tetapi penuh makna. “Waktuku sekarang hanya untuk Viona. Dan calon bayi kami.”Ben mengangguk pelan, menyadari bahwa pria di hadapannya telah berubah. Ada kedalaman baru di dalam Mark, seperti lautan yang bergelora tetapi kini mulai menemukan ketenangan.Entah bagaimana, Viona telah menjadi jangkar yang menahan badai dalam jiwa seorang pria yang pernah terlalu larut dalam ambisi dan ego.“Baik, Tuan. Ah, ya satu lagi, Tuan. Apakah Anda akan mengha
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-16
Baca selengkapnya

Bab 99: Mengalihkan Pikiran

“Bagaimana kondisinya?” tanya Mark begitu Ben tiba di kantor setelah mengantarkan Stella ke rumah sakit. Suaranya terdengar datar, tapi ada kilatan yang tak bisa ditangkap sembarangan dalam sorot matanya.“Jantungnya semakin lemah karena mengalami stres yang luar biasa, Tuan. Mungkin akan dirawat beberapa hari. Tapi, Anda jangan khawatir. Keluarganya sudah tiba di rumah sakit.” Ben berbicara dengan nada hati-hati, seperti seseorang yang berjalan di atas lapisan es tipis.Mark menatap Ben tanpa emosi, pandangannya bagaikan kabut pagi yang menutupi dasar jurang. “Aku tidak khawatir, Ben. Itu bukan urusanku,” katanya, suaranya lirih namun berat, seperti malam yang menolak menyerahkan diri pada fajar.Ben meringis pelan, seolah kata-kata itu adalah angin dingin yang menerpa kulitnya. “Baik, Tuan. Maafkan saya.”Mark menghela napas kasar, seperti letusan angin dari badai yang ditahan terlalu lama. “Jangan beri tahu aku lagi tentang kondisinya. Dia sudah bukan urusanku lagi,” ucapnya datar,
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-17
Baca selengkapnya

Bab 100: De Javu

Ben menggaruk rambutnya, gerakan kecil itu penuh kebingungan, seolah mencoba memahami perubahan aneh dalam diri bosnya.Ketika Mark membawanya ke sebuah toko baju, Ben merasa seperti sedang berjalan memasuki babak baru dalam sebuah cerita yang tak pernah ia duga.Gebrakan apa lagi yang akan dilakukan Mark kali ini? Hanya helaan napas yang ia miliki sebagai respons.“Aku tidak pernah membelikan Viona baju yang dia inginkan. Bahkan aku selalu membatasi uang belanjanya selama empat tahun ini,” ujar Mark dengan suara rendah, nyaris seperti bisikan yang tenggelam dalam lautan penyesalan. Kata-kata itu menggantung di udara, berat dan penuh makna, seperti awan kelabu sebelum hujan deras turun.Ben menoleh, menatap Mark dengan mata yang sedikit melebar. “Maka dari itu, Anda ingin membelikan beberapa baju untuk Nona Viona?” tanyanya, nadanya mencoba memahami niat bosnya yang tiba-tiba ini.Mark mengangguk pelan, seperti seorang pria yang akhirnya mengambil keputusan yang seharusnya ia buat sej
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-17
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status