Home / Rumah Tangga / Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan! / Bab 94: Mencintainya sejak Lama

Share

Bab 94: Mencintainya sejak Lama

last update Last Updated: 2024-11-14 23:32:33

"Ayahmu sudah memberitahuku," Sarah mengucapkan kata-kata itu dengan suara rendah dan penuh penghakiman, sembari menyesap teh melati yang mengepul lembut di cangkir porselen.

Keharumannya memenuhi udara di antara mereka, tetapi ada aroma pahit yang tak terlihat, serupa duri yang menyelip di antara setiap helai kata yang hendak diucapkannya.

Mark tiba, diundang secara khusus oleh sang ibu untuk sebuah percakapan yang sudah ia tahu pasti akan berisi tuntutan.

Ia menatap Sarah yang duduk di hadapannya dengan tatapan penuh harap, meski kehangatan di antara mereka sudah lama membeku.

Sarah menghela napas, berat, seperti ada beban yang menekan dari dalam jiwanya. "Kondisi istrimu… katanya ia pingsan karena stres yang begitu menghimpit." Mata Sarah menyapu wajah Mark, seakan ingin meruntuhkan tiap lapisan rahasia yang mungkin ia sembunyikan.

"Kau masih terus menjalin hubungan terlarang dengan wanita penyakitan itu?" sindirnya dingin, menusuk dengan pedang tajam yang terselip di bibirnya.

"Ak
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 96: Tidak ada Kata Perceraian

    Viona sudah diperbolehkan pulang oleh dokter setelah empat hari menjalani perawatan di rumah sakit.Tubuhnya masih terasa lemah, tetapi hatinya lega bisa kembali ke rumah, tempat yang selalu membawa kehangatan tersendiri. Kini, mereka telah tiba di ruang tengah rumah yang penuh kenangan.Viona duduk perlahan di sofa empuk berwarna krem, meletakkan tasnya di samping dengan gerakan lemah. Cahaya matahari senja yang merayap masuk melalui jendela membentuk siluet lembut di wajahnya yang pucat.Mark ikut duduk di sebelahnya, gerakannya tegas seperti biasanya. Namun, ada kehangatan dalam sikapnya, seperti tembok kokoh yang tak pernah goyah meski dihantam badai."Mark," Viona membuka suara, nada lembutnya seperti melodi yang menenangkan. "Aku sudah membaik. Jadi, sebaiknya kau pergi saja ke kantor. Lagi pula, di sini ada pelayan yang akan menemaniku." Dia menoleh padanya, matanya yang letih menyimpan harapan agar Mark tak lagi merasa terbebani.Mark menghela napas kasar, seolah mengusir beba

    Last Updated : 2024-11-16
  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 97: Begitu Sensitif

    Keesokan harinya, matahari pagi menyemburatkan cahaya lembut yang menerobos melalui jendela ruang tamu. Udara di rumah terasa tenang, tetapi ada keheningan yang mengisyaratkan keengganan.Mark, yang sudah mengenakan setelan rapi, berdiri di depan Viona dengan ekspresi yang sulit ditebak—perpaduan antara tanggung jawab dan keraguan. Lima hari penuh ia habiskan di rumah, memastikan Viona mendapatkan perawatan terbaik.Kini, saatnya ia kembali ke rutinitasnya sebagai CEO, meski hatinya masih tertambat pada istrinya.“Kalau terjadi sesuatu, segera hubungi aku. Ponselku akan selalu standby untukmu,” kata Mark dengan suara lembut yang tak biasa.Sebuah sentuhan kasih tercetak di kening Viona ketika bibir Mark mendaratkan kecupan singkat namun sarat makna.“Hati-hati di jalan, Mark,” jawab Viona, senyumnya menghias wajahnya yang sudah tampak lebih segar.Senyuman itu sederhana, tetapi ada kehangatan yang meresap ke dalam hati Mark, membuat langkahnya terasa lebih berat ketika ia berbalik dan

    Last Updated : 2024-11-16
  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 98: Tidak Peduli pada Janji itu

    Mark tetap diam, seperti patung marmer yang memancarkan aura dingin dan tak tergoyahkan. Namun, di balik ekspresinya yang datar, pikirannya berputar. Stella.Wanita yang dulu pernah menjadi bagian dari dunianya, kini hanya bayangan samar yang tak lagi ia pedulikan.Viona, dengan segala kekuatannya yang lembut, telah menggantikan setiap ruang kosong dalam hidupnya. Kehadiran Stella, meski mencoba menyusup, hanyalah desiran angin yang lewat tanpa arti.“Tidak perlu repot-repot memberitahuku tentang dia lagi,” ucap Mark akhirnya, suaranya datar tetapi penuh makna. “Waktuku sekarang hanya untuk Viona. Dan calon bayi kami.”Ben mengangguk pelan, menyadari bahwa pria di hadapannya telah berubah. Ada kedalaman baru di dalam Mark, seperti lautan yang bergelora tetapi kini mulai menemukan ketenangan.Entah bagaimana, Viona telah menjadi jangkar yang menahan badai dalam jiwa seorang pria yang pernah terlalu larut dalam ambisi dan ego.“Baik, Tuan. Ah, ya satu lagi, Tuan. Apakah Anda akan mengha

    Last Updated : 2024-11-16
  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 99: Mengalihkan Pikiran

    “Bagaimana kondisinya?” tanya Mark begitu Ben tiba di kantor setelah mengantarkan Stella ke rumah sakit. Suaranya terdengar datar, tapi ada kilatan yang tak bisa ditangkap sembarangan dalam sorot matanya.“Jantungnya semakin lemah karena mengalami stres yang luar biasa, Tuan. Mungkin akan dirawat beberapa hari. Tapi, Anda jangan khawatir. Keluarganya sudah tiba di rumah sakit.” Ben berbicara dengan nada hati-hati, seperti seseorang yang berjalan di atas lapisan es tipis.Mark menatap Ben tanpa emosi, pandangannya bagaikan kabut pagi yang menutupi dasar jurang. “Aku tidak khawatir, Ben. Itu bukan urusanku,” katanya, suaranya lirih namun berat, seperti malam yang menolak menyerahkan diri pada fajar.Ben meringis pelan, seolah kata-kata itu adalah angin dingin yang menerpa kulitnya. “Baik, Tuan. Maafkan saya.”Mark menghela napas kasar, seperti letusan angin dari badai yang ditahan terlalu lama. “Jangan beri tahu aku lagi tentang kondisinya. Dia sudah bukan urusanku lagi,” ucapnya datar,

    Last Updated : 2024-11-17
  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 100: De Javu

    Ben menggaruk rambutnya, gerakan kecil itu penuh kebingungan, seolah mencoba memahami perubahan aneh dalam diri bosnya.Ketika Mark membawanya ke sebuah toko baju, Ben merasa seperti sedang berjalan memasuki babak baru dalam sebuah cerita yang tak pernah ia duga.Gebrakan apa lagi yang akan dilakukan Mark kali ini? Hanya helaan napas yang ia miliki sebagai respons.“Aku tidak pernah membelikan Viona baju yang dia inginkan. Bahkan aku selalu membatasi uang belanjanya selama empat tahun ini,” ujar Mark dengan suara rendah, nyaris seperti bisikan yang tenggelam dalam lautan penyesalan. Kata-kata itu menggantung di udara, berat dan penuh makna, seperti awan kelabu sebelum hujan deras turun.Ben menoleh, menatap Mark dengan mata yang sedikit melebar. “Maka dari itu, Anda ingin membelikan beberapa baju untuk Nona Viona?” tanyanya, nadanya mencoba memahami niat bosnya yang tiba-tiba ini.Mark mengangguk pelan, seperti seorang pria yang akhirnya mengambil keputusan yang seharusnya ia buat sej

    Last Updated : 2024-11-17
  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 101: Akan Mengembalikan Cintamu

    Viona menggelengkan kepalanya dengan pelan, gerakan lembut itu seolah melukis udara dengan keraguan yang tak terucapkan. Matanya yang bening menyapu wajah Mark dengan kilatan emosi yang tertahan, seperti hujan yang enggan jatuh meski mendung telah pekat.“Tidak,” katanya lirih, suaranya mengapung di antara mereka seperti serpihan kaca yang nyaris tak terdengar namun tetap melukai. “Aku menyukainya. Hanya saja, aku teringat... saat kau memberikan hadiah ulang tahun untuk Stella.”Kata-katanya menggantung di udara, menciptakan jarak yang tak terlihat namun terasa menyakitkan. “Saat itu, aku memang lancang membuka ponselmu dan akhirnya... hanya berujung dengan rasa sakit ini.”Mark menelan salivanya dengan berat, tenggorokannya terasa kering, seperti dipenuhi pasir kenangan yang pahit. Bayangan itu kembali menyeruak, saat ia memberikan hadiah pada Stella—sebuah tindakan kecil yang kini tampak seperti belati di antara mereka.“Maafkan aku, Viona.” Suaranya pecah, seperti nada piano yang t

    Last Updated : 2024-11-18
  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 102: Yang Disukai Mark

    Viona merapikan pakaian-pakaian baru yang dibelikan Mark dengan gerakan lembut, seolah setiap helai kain itu menyimpan pesan tersembunyi dari hati suaminya.Mata Viona berkilat saat jemarinya menyentuh permukaan baju berbahan halus, senyum kecil tak bisa ia tahan.“Bahkan dia tahu ukuran baju dan celanaku,” gumamnya, suaranya terdengar seperti bisikan pada dirinya sendiri. Namun, dalam helaan napas panjang yang ia lepaskan setelahnya, ada beban yang terasa lepas dan sekaligus menyesakkan.“Pria itu...” ia melanjutkan dengan suara lirih, tatapannya terpaku pada deretan pakaian yang kini tersusun rapi.“Pandai sekali menutupi perasaannya. Bahkan selama bertahun-tahun, dia berpura-pura cuek hanya untuk meyakinkan dunia bahwa ia menolak menikah denganku. Padahal isi hatinya...” Viona berhenti sejenak, memejamkan mata seolah ingin menangkap kebenaran di balik kalimatnya sendiri. “...sangat menginginkanku.”Ia berdecak pelan, gelengan kepalanya seperti isyarat kecil untuk melawan ingatan-in

    Last Updated : 2024-11-18
  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 103: Meyakinkan Mertua

    Viona melangkah keluar dari kamarnya, derak pelan lantai kayu di bawah kakinya seakan memanggil seluruh keberanian yang tersisa dalam dirinya.Pemberitahuan dari pelayan bahwa mertuanya sedang menunggu di ruang tengah membuat jantungnya berdebar tidak karuan. Ia menarik napas dalam, mencoba menghapus kekalutan yang masih mengintai di sudut hatinya.Ruang tengah tampak seperti panggung besar yang menuntut Viona berperan sempurna. Alex dan Sarah duduk di sana, anggun dan penuh wibawa, seperti sepasang patung marmer yang dingin namun tak terbantahkan kehadirannya.Aroma teh melati yang baru saja diseduh melayang ringan di udara, seolah menjadi saksi bisu pertemuan itu.“Ayah, Ibu. Maaf, aku tidak tahu jika kalian akan datang,” ucap Viona, mencoba menyelipkan senyum kecil ke dalam kegugupannya. Ia kemudian mengambil tempat di sofa di hadapan mereka, merasa seolah duduk di atas bara yang tak terlihat.“It’s okay, Viona. Kami datang kemari hanya untuk melihat kondisimu saja. Bagaimana, Vion

    Last Updated : 2024-11-19

Latest chapter

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Our Happy Ending

    Suara tawa riang mengisi ruang keluarga. Mark duduk di lantai beralas karpet, kedua bayi kembarnya berada di pelukannya. Di sebelahnya, Viona tertawa kecil sambil merapikan seragam anak sulung mereka, Leo, yang sedang bersiap berangkat ke sekolah.“Ayah, aku sudah besar. Aku bisa pasang sepatu sendiri,” ucap Alleta dengan penuh percaya diri, meski tali sepatunya masih belum terikat sempurna.Mark tersenyum sambil mengangkat salah satu bayi, yang memekik kegirangan. “Benar, Nak, Ayah sekarang sibuk sama dua jagoan kecil ini. Kamu harus bantu Mama, ya?”Alleta mengangguk dengan wajah ceria, lalu melompat-lompat di tempat. “Iya, Pa. Nanti aku belajar cara mengganti popok juga!”Viona tertawa sambil menggelengkan kepala. "Kau kakak yang baik untuk kedua adikmu, Alleta.”Alleta mengecup pipi ibunya, bahagia mendapatkan pujiannya.Salah satu bayi menoleh ke arah Mark dan berseru, “Ayah!” sambil meraih wajahnya dengan tangan mungilnya. Yang satunya tidak mau kalah dan berseru, “Ibu!” dengan

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Kehadiran Keluarga Baru

    Satu tahun kemudian …."Ayah, lihat boneka Letta!" seru Alleta dengan suara riang, mengangkat boneka Barbie bergaun merah berkilauan. Matanya berbinar-binar, pipinya memerah karena kegirangan.Mark menunduk, mengangkat Alleta ke pangkuannya. "Siapa yang memberikan ini, hm?" tanyanya sambil tersenyum lebar."Kakek Alex!" jawab Alleta antusias, memeluk boneka itu erat. "Kata Kakek, ini spesial!""Spesial sekali, ya? Kamu harus bilang terima kasih sama Kakek Alex," ujar Mark, mengusap rambut anak perempuannya yang lebat dan hitam.Alleta bangkit dari pangkuan Mark berjalan cepat mengecup pipi Alex, "Thank you, grand Pa!" celoteh Alleta dengan suara cerianya.Alex, yang duduk di sofa bersebelahan dengan Viona, hanya terkekeh. "Anak ini benar-benar tahu bagaimana mencuri hati seorang kakek," katanya sambil mengangguk puas."Ayah saja yang terlalu memanjakannya." goda Viona sambil membawa nampan berisi minuman hangat. Bayi mungil mereka kini sedang aktif-aktifnya. Namanya Alleta, ceria dan

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Nama yang Indah

    Mark terbangun dengan mata yang terasa berat. Ia melihat ke sekeliling kamar dengan bingung, suara tangisan bayi membelah keheningan malam. Pukul tiga pagi, pikirnya sambil mengusap wajah yang lelah."Viona?" panggilnya pelan, tapi tidak ada jawaban. Ia berbalik, menemukan sisi ranjang Viona kosong.Mark bergegas keluar kamar, menuju suara tangisan itu. Di ruang bayi, ia melihat Viona dengan sabar menggendong bayi mereka, menepuk-nepuk punggungnya yang mungil dengan lembut."Kenapa kau tidak membangunkanku?" tanya Mark, suaranya serak.Viona menoleh dengan senyum lelah tapi lembut. "Kau sudah terlalu capek, Mark. Biar aku yang mengurusnya.""Tidak, ini juga tanggung jawabku," kata Mark tegas, lalu mendekat untuk mengambil bayi mereka. Namun begitu bayi itu berpindah ke pelukannya, tangisannya malah semakin kencang."Kenapa dia makin menangis? Aku sudah pegang dengan benar, kan?" tanya Mark panik, mengayun-ayunkan bayi mereka dengan canggung.Suara melengking yang memekakkan telinga b

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 115: Dia telah Lahir

    Viona merasakan kontraksi yang begitu kuat saat sedang duduk di sofa. Tiba-tiba, aliran hangat merembes ke bawah, membuatnya panik."Mark!" panggilnya dengan suara gemetar. "Air ketubanku pecah!"Mark, yang sedang membaca laporan di ruang kerjanya, langsung berlari ke ruang tamu dengan wajah panik. "Apa? Pecah? Apa yang harus kita lakukan?!" Serangkaian pertanyaan meluncur tanpa henti dari mulutnya.Mark mendekat namun tak tahu harus apa. Rasa panik menguasai pikirannya. "Bagaimana ini?" Sakitkah?" Pertanyaan konyol Mark malah keluar melihat wajah puas istrinya yang kembali merasakan kontraksi."Rumah sakit, Mark! Kita harus segera ke rumah sakit!" kata Viona, mencoba tetap tenang meski rasa sakit mulai menusuk.Mark mengangguk, lalu berlari ke sana kemari, mengambil kunci mobil, tas bayi, dan bahkan jas kerjanya."Di mana kunci mobil? Ah, ini! Tas? Apa kita butuh pakaian? Kenapa pakaianku yang kubawa? Ya Tuhan, aku bahkan tidak tahu apa yang harus aku lakukan!"Viona tersenyum lemah

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 114: Debat Kecil

    Di sebuah toko perlengkapan bayi yang megah, Mark dan Viona sibuk memilih barang untuk menyambut kelahiran buah hati mereka.Usia kehamilan Viona sudah menginjak sembilan bulan, dan pasangan itu tengah dipenuhi suka cita.Mereka sengaja tidak mengetahui jenis kelamin bayi mereka, berharap mendapatkan kejutan yang manis saat kelahiran tiba.Mark memegang sepasang sepatu bayi mungil berwarna putih di tangannya. Ia memandangi sepatu itu dengan tatapan penuh rasa bangga. "Bagaimana menurutmu? Sepatu ini sempurna, bukan?"Viona yang sedang memeriksa selimut bayi bermotif bunga menoleh, alisnya terangkat. "Putih lagi, Mark? Kita sudah punya lebih dari cukup barang putih. Haruskan semuanya berwarna polos?""Putih itu elegan dan netral," Mark menjawab sambil mengangkat bahu, senyumnya lebar. "Lagipula, kita tidak tahu jenis kelamin bayi. Putih adalah pilihan yang paling aman."Viona menghela napas panjang, meletakkan selimut yang sedang ia periksa. "Mark, bayi kita juga butuh warna! Hidup itu

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 113: Kabar Kematian

    Mark sedang berdiri di depan jendela besar kantornya. Langit mendung di luar, menggambarkan suasana kota yang penuh hiruk-pikuk.Ia memutar gelas kopi di tangannya, pikirannya melayang. Suara ketukan pintu memecah lamunannya."Masuk," katanya tegas, tanpa menoleh.Ben, sekretaris pribadinya, masuk dengan langkah hati-hati. Wajahnya tampak lebih serius dari biasanya.“Tuan Mark, ada kabar penting yang perlu Anda ketahui,” ucap Ben dengan nada pelan tapi jelas. Ben tampak ragu namun ia harus melakukan ini.Mark mengangkat alis dan memutar tubuhnya, menatap Ben dengan ekspresi datar. “Apa itu, Ben?”Ben menelan ludah, seolah mencari cara terbaik untuk menyampaikan berita tersebut. “Tuan saya tahu anda tidak mau mendengar laporan tentang nona Stella, namun kali ini anda harus mendengarkan. Stella … dia sudah tiada.”Mark mengerutkan kening, matanya menyipit. “Maksudmu … sudah tiada? Jelaskan, Ben.”Ben menarik napas dalam sebelum melanjutkan. “Kondisinya semakin memburuk di rumah sakit te

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 112: Kau Seorang Pembunuh!

    Pagi itu, sinar matahari menembus jendela besar di ruang tamu. Viona sedang merapikan bunga di vas ketika bel pintu berbunyi.Ia berjalan menuju pintu dan membuka perlahan, menatap sosok yang sudah familiar berdiri di depan rumah.“Ayah,” sapanya lembut. Senyum kecil menghiasi wajahnya.Alex lega melihat senyum segar Viona. Mereka berdua berpelukan dan Viona mengajak masuk mertuanya itu.Alex, dengan jas abu-abu yang rapi, mengangguk singkat. “Pagi, Viona. Maaf datang tanpa memberi tahu. Aku sengaja datang untuk melihat keadaanmu."“Tidak perlu memberi tahu juga tidak masalah, Ayah. Silakan masuk. Aku akan menyiapkan teh hijau kesukaanmu," senyum akrab keduanya bagai ayah dan anak. Viona mempersilahkan ayah mertuanya itu duduk di sofa.Alex melangkah masuk, memperhatikan interior rumah yang terasa hangat dan nyaman. Bahagia melihat keadaan menantunya yang sehat. Ia duduk di sofa, sementara Viona menuangkan teh hangat untuknya.“Ada sesuatu yang ingin Ayah bicarakan?” Viona bertanya, d

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 111: Permintaan Maaf, Sekali lagi

    Pintu rumah megah itu terbuka dengan suara klik lembut, memperlihatkan sosok Mark yang baru saja pulang.Jas hitamnya masih rapi, meskipun ekspresi wajahnya terlihat tegang. Ia meletakkan tas kerjanya di meja ruang tamu tanpa berkata apa-apa.“Mark,” suara Viona yang lembut menyambutnya dari sofa. Wanita itu menoleh dari dokumen yang sedang ia baca, wajahnya menyiratkan kekhawatiran.Mark mengangguk singkat. “Ada apa?” tanyanya dengan nada datar, meskipun matanya sedikit melunak saat melihat Viona.Hati Mark perih melihat istrinya yang hamil dan selama ini ia acuhkan. Viona mendekat dan debar kerinduan Mark membuncah melihat wajah cantik penuh kesabaran Viona.Viona menatapnya ragu sejenak sebelum akhirnya berbicara, memilih kata-katanya dengan hati-hati.“Mila meneleponku tadi siang. Dia … memarahiku, katanya semua ini salahku karena aku yang membuat putrinya kesusahan dan sakit. Jujur Mark, apa benar kau menutup akses Stella di rumah sakitmu?”Mark menghela napas berat, kemudian dud

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 110: Inikah yang Disebut Karma?

    Langit pagi yang cerah terasa kontras dengan suasana hati Mila yang kacau balau.Stella terbaring lemah di ruang perawatan sebuah rumah sakit biasa, jauh dari kenyamanan fasilitas rumah sakit mewah milik Mark. Nafas Stella masih berat, namun kondisinya perlahan stabil.Ranjang kecil dengan kasur yang tidak nyaman jauh dari kata mewah seperti yang biasa Milla terima dari rumah sakit sebelumnya.Mila sedih menatap putrinya berjajar dalam ruangan besar bersama pasien lain yang entah sakit apa.Tirai untuk privasi ruangan pasien memang mampu menutup tubuh putrinya agar tidak terlihat pasien lain tetapi malah membuat ia sangat kegerahan.Apalagi kamar mandi yang digunakan juga bersama. Mila tidak yakin keadaan putrinya membaik dengan segala fasilitas minim yang ia lihat saat ini.Mila sampai tidak bisa menyembunyikan kemarahan dan frustasinya. Ia menggenggam erat ponselnya, mencoba menghubungi Mark lagi untuk yang kesekian kalinya, tetapi tidak ada jawaban. Mila tahu Mark dengan sengaja me

DMCA.com Protection Status