Grayson bangkit, seraya kembali menyentuh sudut bibir yang robek karena pukulan Justin tadi. Dia berdiri gagah, setelah merapikan pakaian yang agak kusut. “Rupanya, kau sudah mengambil keputusan.”“Waktuku hanya akan terbuang percuma, bila terus mempermasalahkan jabatan di penerbitan. Lagi pula, itu memang milikmu, Dan aku lelah harus menjelaskan berulang kali, pada orang tolol sepertimu.” Kata-kata yang meluncur dari bibir Justin begitu kasar, seakan bukan ditujukan untuk adik sendiri. “Baguslah. Jadi, wanita itu jauh lebih berarti dibanding jabatan yang kau duduki di penerbitan.”“Itu bukan urusanmu!” sergah Justin, dengan telunjuk lurus ke arah sang adik. “Justin sang pemikat. Kau akan selalu jadi pria brengsek, yang tak bisa menetap di satu hati,” ledek Grayson. “Terserah apa katamu! Setidaknya, aku tidak pernah patah hati berkepanjangan,” balas Justin puas. Setelah berkata demikian, dia berlalu dari hadapan Grayson. Justin bahkan keluar sambil membanting pintu kamar. Justin m
Read more