“Kau pikir Grayson sedang merencanakan sesuatu?” Justin menatap serius sang istri.
“Kita tidak tahu seperti apa perasaannya saat pergi. Dia pasti sangat marah dan terkhianati. Bukan tak mungkin jika adikmu … sudahlah. Anggap saja pikiranku terlalu jauh.” Agatha menggeleng pelan.
“Aku mengenal Grayson. Apa pun yang dia lakukan, tak akan terlalu berpengaruh. Biarkan saja,” ujar Justin tak acuh, seraya beranjak dari duduk. Dia berbalik ke pintu.
“Mau ke mana?” tanya Agatha, seakan mencegah pria itu agar tidak pergi.
Justin yang sudah siap membuka pintu langsung tertegun, lalu menoleh. Dia menatap heran sang istri.
“Apa kau akan pergi lagi? Kenapa tida
Pria petugas lobi itu mengamati foto di ponsel Grayson. Dia tahu betul dan pernah melihat sosok wanita yang tak lain adalah Helena. Namun, si pria memilih menggeleng, sebagai tanda tidak mengetahui. “Maafkan aku, Tuan,” ucapnya kemudian. “Anda yakin tidak pernah melihat wanita ini?” tanya Grayson dengan sorot tak percaya.“Meskipun aku mengetahui, tapi tidak akan memberikan laporan apa pun karena itu merupakan privasi penghuni apartemen ini. Lagi pula, aku tidak tahu siapa dan apa kewenangan Anda, mengorek informasi tentang Tuan Justin Cuthbert. Tanpa alasan jelas, itu sangat tidak dibenarkan.”“Ah, yang benar saja.” Grayson tertawa pelan. “Aku ….” Pria itu mendekat, lalu berbicara dengan setengah berbisik. “Ini akan jadi rahasia kita berdua.”Petugas lobi menatap dengan sorot aneh dan tak mengerti. Namun, sepertinya dia bingung harus berkata apa. “Namaku Grayson Cuthbert. Aku adalah adik kandung Justin Cuthbert,” bisiknya. “Anda boleh tidak percaya, tapi —”“Aku belum pernah meliha
"Hentikan." Helena berusaha melepaskan pertautan itu.Akan tetapi, Justin tak membiarkan. Dia menangkup wajah Helena, menahannya agar tak bergerak. Pria tampan tersebut kembali melumat mesra bibir wanita muda itu, sambil mendorongnya perlahan ke dinding. Justin menyandarkan Helena, yang lama-kelamaan menerima dan justru menikmati adegan tadi."Kau mulai memberontak," ucap Justin pelan dan dalam, tanpa menjauhkan paras tampannya dari wajah Helena. "Aku tidak suka jika kau banyak protes."Helena tidak menanggapi. Awalnya, dia membalas tatapan Justin. Namun, sesaat kemudian wanita berkacamata itu memalingkan muka."Tatap aku."Helena tak menurut. Dia tetap mengarahkan perhatian ke arah lain."Seperti inikah saat kau marah?" Justin mencoba bersikap manis, dengan cara membelai lembut pipi Helena. "Tatap aku.""Untuk apa?""Mungkin, kau ingin melihat sesuatu."Helena menggeleng pelan, lalu mengembuskan napas pelan bernada keluhan."Aku tidak ingin menyimpulkan terlalu cepat," ucap Justin la
Helena tidak menjawab. Dalam hati, dia merasakan ada jutaaan kupu-kupu yang beterbangan ke sana kemari hingga membuatnya geli. Wanita muda itu tersipu, meskipun berusaha keras menyembunyikan apa yang tengah melandanya kini. Melihat perubahan air muka Helena, membuat Justin ingin menggoda wanita itu. Dia mengubah posisi tidur jadi menghadap Helena. Tatapannya pun terlihat sangat nakal. “Kemarilah.” Justin menarik Helena, agar menghadap padanya. “Apa kau percaya pada cinta?” tanyanya.“Memangnya kenapa?” Helena balik bertanya. “Kau pernah jatuh cinta sebelumnya?” tanya Justin lagi, seraya membelai lembut pipi Helena, menggunakan punggung tangan. Helena tidak segera menjawab. Wanita muda bermata biru itu tampak berpikir, lalu tiba-tiba tersenyum geli.“Kenapa?” tanya Justin penasaran. “Aku pernah menyukai seseorang. Dia adalah teman sekelasku di sekolah lanjutan. Anda tahu siapa nama pemuda itu?” Justin mengernyitkan kening, mendengar pertanyaan aneh Helena. “Mana kutahu,” jawabnya
Justin terpaku membaca pesan yang sang adik kirimkan. [Apa kau sedang bersama selingkuhanmu?]“Apa kita tidak jadi berangkat, Tuan?” Pertanyaan Helena membuat Justin tersadar. Dia menoleh, lalu mengangguk samar. Justin segera membukakan pintu untuk wanita muda itu.“Apakah Agatha menyuruhmu pulang?” tanya Helena, setelah Justin duduk di belakang kemudi. “Kenapa?” Bukannya menjawab, Justin justru balik bertanya.“Anda terlihat berbeda, saat membaca pesan tadi,” jawab Helena, tanpa mengalihkan pandangan dari paras tampan sang pemimpin redaksi GP Enterprise. Justin menggeleng pelan, sebelum melajukan mobil mewahnya. Dia tak memperpanjang perbincangan itu. Helena pun berusaha tak peduli, meskipun sebenarnya merasa terganggu. Namun, dia tak tahu harus bagaimana, selain menyadari posisinya saat ini. Selama dalam perjalanan, tak ada percakapan berarti di antara mereka. Justin dan Helena terlarut dalam pikiran masing-masing. Keadaan itu terus berlangsung, hingga keduanya tiba di tempat
“Aku tidak memiliki alasan lagi, untuk menjeratmu dengan peraturan revisi naskah,” ucap Justin pelan.“Ta-tapi ….” Helena terdengar ragu.“Lagi pula, ada banyak hal yang harus kupertimbangkan. Salah satunya adalah reputasi keluarga. Grayson mengetahui hubungan kita. Dia mengancam akan memberitahukan ini pada ayah dan mertuaku,” terang Justin.“Anda takut?” Helena mengembuskan napas pelan bernada keluhan. Dia seperti ingin menarik kembali kata-katanya. “Ya, tentu saja. Tak ada yang perlu dipertahankan dari hubungan gelap kita. Ini hanya permainan dan tidak berarti apa pun.”Helena beranjak dari sofa, kemudian berlalu meninggalkan Justin yang masih duduk. Dia kembali ke kamar, lalu masuk k
Grayson bangkit, seraya kembali menyentuh sudut bibir yang robek karena pukulan Justin tadi. Dia berdiri gagah, setelah merapikan pakaian yang agak kusut. “Rupanya, kau sudah mengambil keputusan.”“Waktuku hanya akan terbuang percuma, bila terus mempermasalahkan jabatan di penerbitan. Lagi pula, itu memang milikmu, Dan aku lelah harus menjelaskan berulang kali, pada orang tolol sepertimu.” Kata-kata yang meluncur dari bibir Justin begitu kasar, seakan bukan ditujukan untuk adik sendiri. “Baguslah. Jadi, wanita itu jauh lebih berarti dibanding jabatan yang kau duduki di penerbitan.”“Itu bukan urusanmu!” sergah Justin, dengan telunjuk lurus ke arah sang adik. “Justin sang pemikat. Kau akan selalu jadi pria brengsek, yang tak bisa menetap di satu hati,” ledek Grayson. “Terserah apa katamu! Setidaknya, aku tidak pernah patah hati berkepanjangan,” balas Justin puas. Setelah berkata demikian, dia berlalu dari hadapan Grayson. Justin bahkan keluar sambil membanting pintu kamar. Justin m
Grayson tersenyum aneh, dengan tatapan tak dapat diartikan. Dia masih ingat betul akan sosok wanita yang jadi kekasih gelap sang kakak.”Ini Nona Helena Roberts. Dia merupakan salah satu penulis kontrak di penerbitan ini,” ucap Nathalie, memperkenalkan Helena dengan sangat percaya diri .“Oh, Nona Helena Roberts. Apa kabar?” sapa Grayson hangat. “Baik, Tuan Cuthbert.” Helena merasa tak nyaman, saat menyebutkan nama itu. Pasalnya, dia langsung teringat pada sosok Justin. “Karya-karya milik Nona Roberts sangat luar biasa. Hasil penjualan bukunya pun terbilang bagus, Tuan,” ucap Nathalie lagi.“Ow! Aku jadi penasaran,” balas Grayson antusias. “Apa nama penamu, Nona Roberts?” tanyanya. Helena tersenyum kecil, sebelum menjawab pertanyaan tadi. “Shining Breeze.” “Hm. Manis,” ucap Grayson menanggapi, dengan tatapan tak teralihkan dari sosok Helena yang terlihat sangat berbeda dalam penampilan seperti itu. “Kami sangat bangga memiliki penulis-penulis berbakat seperti dirimu, Nona Roberts.
Entah mengapa, tiba-tiba ada getaran aneh yang menjalar di sekujur tubuh Helena. Sejujurnya, itu merupakan perasaan yang sangat indah dan terasa nikmat. Helena menyukai, saat dirinya jatuh dalam buaian penuh pesona seorang Justin Cuthbert. Helena memejamkan mata, ketika bibirnya dilumat mesra pria tampan 31 tahun itu. Dia membalas dengan tak kalah bergairah. Setengah dari kesadaran Helena mulai bereaksi, mengingatkan bahwa dirinya tengah melakukan kebodohan lagi. Namun, sebagian lain tak peduli dan justru begitu menikmati pertautan manis itu. “Ah,” desah Helena pelan, saat Justin mengakhiri adegan ciuman tadi dengan gigitan kecil di bibir bawahnya. “Kenapa?” tanya wanita bermata biru itu tak mengerti. “Aku tidak bisa,” ucap Justin pelan dan dalam. “Bukankah Anda ingin mengakhiri ini?” Justin tak segera menjawab. Raut wajahnya menyiratkan kebimbangan besar, yang tak dapat dijelaskan secara gamblang. Sikap diam Justin sangat Helena pahami. Dia tak harus meminta penjelasan lagi. P