“Aku tidak memiliki alasan lagi, untuk menjeratmu dengan peraturan revisi naskah,” ucap Justin pelan.“Ta-tapi ….” Helena terdengar ragu.“Lagi pula, ada banyak hal yang harus kupertimbangkan. Salah satunya adalah reputasi keluarga. Grayson mengetahui hubungan kita. Dia mengancam akan memberitahukan ini pada ayah dan mertuaku,” terang Justin.“Anda takut?” Helena mengembuskan napas pelan bernada keluhan. Dia seperti ingin menarik kembali kata-katanya. “Ya, tentu saja. Tak ada yang perlu dipertahankan dari hubungan gelap kita. Ini hanya permainan dan tidak berarti apa pun.”Helena beranjak dari sofa, kemudian berlalu meninggalkan Justin yang masih duduk. Dia kembali ke kamar, lalu masuk k
Grayson bangkit, seraya kembali menyentuh sudut bibir yang robek karena pukulan Justin tadi. Dia berdiri gagah, setelah merapikan pakaian yang agak kusut. “Rupanya, kau sudah mengambil keputusan.”“Waktuku hanya akan terbuang percuma, bila terus mempermasalahkan jabatan di penerbitan. Lagi pula, itu memang milikmu, Dan aku lelah harus menjelaskan berulang kali, pada orang tolol sepertimu.” Kata-kata yang meluncur dari bibir Justin begitu kasar, seakan bukan ditujukan untuk adik sendiri. “Baguslah. Jadi, wanita itu jauh lebih berarti dibanding jabatan yang kau duduki di penerbitan.”“Itu bukan urusanmu!” sergah Justin, dengan telunjuk lurus ke arah sang adik. “Justin sang pemikat. Kau akan selalu jadi pria brengsek, yang tak bisa menetap di satu hati,” ledek Grayson. “Terserah apa katamu! Setidaknya, aku tidak pernah patah hati berkepanjangan,” balas Justin puas. Setelah berkata demikian, dia berlalu dari hadapan Grayson. Justin bahkan keluar sambil membanting pintu kamar. Justin m
Grayson tersenyum aneh, dengan tatapan tak dapat diartikan. Dia masih ingat betul akan sosok wanita yang jadi kekasih gelap sang kakak.”Ini Nona Helena Roberts. Dia merupakan salah satu penulis kontrak di penerbitan ini,” ucap Nathalie, memperkenalkan Helena dengan sangat percaya diri .“Oh, Nona Helena Roberts. Apa kabar?” sapa Grayson hangat. “Baik, Tuan Cuthbert.” Helena merasa tak nyaman, saat menyebutkan nama itu. Pasalnya, dia langsung teringat pada sosok Justin. “Karya-karya milik Nona Roberts sangat luar biasa. Hasil penjualan bukunya pun terbilang bagus, Tuan,” ucap Nathalie lagi.“Ow! Aku jadi penasaran,” balas Grayson antusias. “Apa nama penamu, Nona Roberts?” tanyanya. Helena tersenyum kecil, sebelum menjawab pertanyaan tadi. “Shining Breeze.” “Hm. Manis,” ucap Grayson menanggapi, dengan tatapan tak teralihkan dari sosok Helena yang terlihat sangat berbeda dalam penampilan seperti itu. “Kami sangat bangga memiliki penulis-penulis berbakat seperti dirimu, Nona Roberts.
Entah mengapa, tiba-tiba ada getaran aneh yang menjalar di sekujur tubuh Helena. Sejujurnya, itu merupakan perasaan yang sangat indah dan terasa nikmat. Helena menyukai, saat dirinya jatuh dalam buaian penuh pesona seorang Justin Cuthbert. Helena memejamkan mata, ketika bibirnya dilumat mesra pria tampan 31 tahun itu. Dia membalas dengan tak kalah bergairah. Setengah dari kesadaran Helena mulai bereaksi, mengingatkan bahwa dirinya tengah melakukan kebodohan lagi. Namun, sebagian lain tak peduli dan justru begitu menikmati pertautan manis itu. “Ah,” desah Helena pelan, saat Justin mengakhiri adegan ciuman tadi dengan gigitan kecil di bibir bawahnya. “Kenapa?” tanya wanita bermata biru itu tak mengerti. “Aku tidak bisa,” ucap Justin pelan dan dalam. “Bukankah Anda ingin mengakhiri ini?” Justin tak segera menjawab. Raut wajahnya menyiratkan kebimbangan besar, yang tak dapat dijelaskan secara gamblang. Sikap diam Justin sangat Helena pahami. Dia tak harus meminta penjelasan lagi. P
Justin langsung bereaksi, mendengar Grayson menyebutkan nama pena Helena. Walaupun dia yakin sang adik tengah memancing reaksinya, tapi tetap saja itu membuat pria tampan tersebut benar-benar tak suka. Sulung dari dua bersaudara itu menggeleng tak mengerti. Entah mengapa, dia tidak rela Helena didekati pria lain. “Seharusnya seperti itu, G. Tak ada salahnya menjalin kedekatan dan keakraban dengan karyawan serta para penulis. Namun, selalu jaga wibawamu di depan mereka. Jangan sampai hilang kontrol,” saran Duncan, seraya menepuk pelan pundak putra bungsunya. Grayson tersenyum simpul menanggapi ucapan sang ayah. Dia menoleh sekilas pada Justin dan Agatha, sebelum berlalu meninggalkan mereka. Sementara itu, Justin terus memperhatikan sang adik, dengan segala yang dilakukannya. Dia seperti hendak memastikan sang adik, yang tadi menyebutkan nama Shining Breeze. Ah, sial! Justin tak bisa fokus menyimak perbincangan dengan sang ayah, saat melihat Grayson membuktikan ucapannya. Justin ing
Justin memicingkan mata, menyikapi ucapan Agatha. Pria tampan bermata abu-abu itu tersenyum samar, sebelum berbalik meninggalkan sang istri. “Justin,” panggil Agatha, seraya bergegas menyusul sang suami. “Apa kau tidak ingin bertanya lebih jauh?” Justin tertegun, lalu menoleh. “Aku tidak tahu apa maksudmu berkata begitu. Kenapa kita harus membahas masalah ini?” “Aku hanya ingin memulai semua dari awal. Pernikahan kita yang …. Aku bersungguh-sungguh.” Agatha terlihat sangat serius, dengan apa yang dikatakannya. “Kenapa? Kenapa kau tiba-tiba bersikap seperti ini?” Agatha tak langsung menjawab. Dia menarik tangan Justin, lalu menuntun pria itu menjauh dari aula. Setelah tiba di tempat yang lebih sepi, Agatha baru melepaskan genggaman tangannya. “Kau seperti remaja ingusan, Agatha. Haruskah kita bicara dengan cara seperti ini?” “Aku hanya ingin bicara berdua denganmu, tanpa ada suara berisik atau siapa pun yang akan mengganggu.”.“Astaga.” Justin menggeleng tak mengerti. “Kalau beg
Justin menoleh sekilas, sebelum kembali mengarahkan pandangan ke depan. Dia bermaksud melanjutkan langkah, meninggalkan Agatha yang berdiri tak jauh di belakangnya. "Tunggu, Justin. Kenapa kau begitu terburu-buru?" tanya Agatha penasaran. Dia meraih lengan sang suami, menahannya agar tak kemana pun. "Aku harus pergi. Kita lanjutkan saja perbincangan ini kapan-kapan." Justin menyingkirkan tangan Agatha dari lengannya, lalu melangkah gagah kembali ke aula tempat acara berlangsung. Ternyata, acara perkenalan dan serah terima jabatan sudah selesai. Beberapa orang tampak sedang merapikan property yang telah digunakan. Justin mengedarkan pandangan. Dia menghampiri Nathalie, yang tengah sibuk dengan rekannya sesama editor. "Apa ayahku sudah pulang?" tanya Justin. "Ah, Tuan." Nathalie menoleh. "Tadi, Tuan Duncan menanyakan keberadaan Anda," jawabnya. "Kurasa, sekarang dia sudah pulang.""Bagaimana dengan Grayson?" tanya Justin lagi. "Tuan Grayson ke ruangannya bersama Nona Roberts, Kud
Helena langsung salah tingkah, mendengar tawaran dari Grayson. Wanita muda bermata biru itu memaksakan tersenyum, walaupun ada rasa tak nyaman dalam hati. Dia tak menghendaki apa pun dari adik Justin tersebut. “Bagaimana?” tanya Grayson memastikan, berhubung Helena tak juga menanggapi tawarannya. Pria tampan itu tersenyum kalem. “Tenang saja, Nona Roberts. Aku pria lajang. Tak ada apa pun yang perlu kau khawatirkan,” ujarnya dengan tatapan tak dapat diartikan. “Apa maksud Anda?” Helena berpura-pura tak mengerti. Raut wajah si pemilik rambut pirang itu sudah mulai tegang. Namun, ekspresi berbeda diperlihatkan Grayson. Dia tetap tenang, dengan senyum kalem yang menghiasi paras tampannya. “Aku yakin, kau memahami maksud ucapanku tadi,” ujarnya. Helena segera berdiri. Dia tidak ingin lebih lama lagi berhadapan dengan Grayson. Wanita 24 tahun itu bergegas menuju pintu keluar. Namun, Grayson bergerak sangat cepat menghadang di depan Helena. “Perbincangan kita belum selesai, Nona Robert