Semua Bab Patah Hati Membuat Tuan Presdir Jadi Hampa: Bab 81 - Bab 90

108 Bab

Bab 81: Maafkan Dia Ya?

“Dia tertawa bersama pria lain?!” Dewa menggeram dan mengepalkan tangan kala melihat Rosalyn tertawa lepas tepat di hadapan seorang lelaki tampan yang usianya beberapa tahun lebih muda.Rongga dada Dewa seketika membara. Bahkan kening serta tubuh pria itu menjadi berkeringat padahal sedang musim dingin.Jika mematuhi ego, ingin sekali Dewa menghampiri keduanya lalu membawa Rosalyn pulang. Hanya saja penampilannya jauh dari kata rapi. Diam-diam Dewa mengamati pantulan diri pada dinding cermin besar di depan restoran hotel. Seketika ia merasa seperti pria tua yang tidak cocok bersanding bersama Rosalyn.Saat ini juga Dewa menghubungi asistennya. “Pandu kirim penata rambut ke rumahku!” titah Dewa dengan nada menggebu.Setelahnya, Dewa tersentak manakala wanita pemilik paras ayu mendadak menghilang bersama Tuan Bradley. Detik itu juga pikiran pria itu menjadi buruk, sekarang ia berencana mencari Rosalyn di setiap kamar hotel.Ketika melewati taman hotel, Dewa tercengang melihat bagaimana c
Baca selengkapnya

Bab 82: Inikah Maksudnya

“Dewa ….” Kompak Rosalyn dan Claudya. Keduanya berlari memasuki rumah.Tiba-tiba saja semua orang termasuk para pelayan tercengang melihat Presdir Cwell Grup. Bahkan Rosalyn bergeming selama beberapa detik. Seolah-olah wanita itu terlempar ke masa lalu—kehidupan sembilan tahun silam, di mana ia pertama kali bertemu sang suami.Dahulu Rosalyn tergila-gila dengan pesona suaminya. Makanya, ia sering kali menggoda Dewa tetapi pria itu memperlakukannya sebagai wanita pemuas ranjang.“Papa potong rambut?” Arimbi menganga kemudian geleng-geleng kepala.“Apakah Papa gondrong dengan Papa ini orang yang sama?” Brahma memindai penampilan baru Dewa.Bukannya menjawab pertanyaan kedua buah hati, Dewa malah memangkas jarak mendekati Rosalyn. Satu tangan lebar pria itu merengkuh pinggul ramping, lantas ibu jari dan telunjuk Dewa mencubit lembut dagu lancip Rosalyn.Dengan percaya diri tinggi, pria itu berkata tepat di depan wajah cantik, “Apa kamu menyukainya?”Rosalyn membisu, dalam hati ia akui me
Baca selengkapnya

Bab 83: Cinta Berubah Jadi Benci

“Kenapa lagi?” tanya Dewa. Tiba-tiba saja pria itu melingkarkan tangan kekarnya pada perut rata Rosalyn. Tentu saja membuat wanita itu terkesiap dan tidak dapat melarikan diri karena dekapan Dewa sangat erat.Alih-alih menjawab justru Rosalyn melontarkan pertanyaan, “Menurutmu kenapa?”“Tidak apa-apa masih ragu. Lain waktu juga kamu luluh,” sahut Dewa. Kelopak mata Rosalyn langsung melebar serta kepalanya menggeleng pelan. Ia merasa bagaimana mungkin seorang Antakadewa dapat mengucapkan kata-kata percaya diri. “Saranku … seandainya gagal, kamu jangan menangis ya.” Ucapan lembut Rosalyn diakhiri senyum manis.Namun seringai tipis terukir pada bibir sensual pria itu. Dalam hitungan satu detik Dewa memutar tubuh Rosalyn sehingga keduanya saling berhadapan. Ia menggunakan punggung tangannya untuk membelai lembut tulang pipi Rosalyn lalu bergeser pada bibir ranum.“Bibir seksimu ini jahat banget,” keluh pria itu. Dewa melangkah maju, membuat Rosalyn terpaksa mundur perlahan hingga pung
Baca selengkapnya

Bab 84: Ingin Tahu

“Hey ada apa ini?” pekik Rosalyn. Ia juga meringis karena merasakan sakit pada bagian tubuh belakangnya. Sepasang netra hazel merangkak naik memerhatikan penampilan seseorang itu. Seketika Rosalyn terbelalak dan lidahnya terasa kelu karena melihat sesuatu yang tak bisa. Seseorang di hadapannya … menggunakan jaket hitam milik Dewa—hadiah pemberian Rosalyn. Ya ia tahu itu! Rosalyn mengangkat jari telunjuk lalu berujar dengan gugup, “Ka-kamu—” “Kebetulan sekali kita bertemu di sini. Rosalyn apa kabar?” Netra cokelat orang itu memindai paras cantik Rosalyn. “K-Kak Kevin?” Bibir Rosalyn gemetaran. Sepasang mata jernihnya pun berubah basah. Ia ingin menghambur memeluk pria rupawan di hadapannya. “Kakak … a-ku merindukanmu.” Sayang … Rosalyn tak kuasa bersandar pada pria itu sebab sejak kecil sampai dewasa sikap Kevin acuh tak acuh. Paska perusahaan keluarga bangkrut dan tragedi yang menimpa Vinsensia, ia tidak pernah bertemu atau melihat kakaknya. “Apa kamu tinggal di sini?” tan
Baca selengkapnya

Bab 85: Rahasia Apa?

Beberapa jam sebelumnya. “Pak Kevin, hari ini Tuan Caldwell berkunjung ke vilanya di Interlaken. Saya dengar Nona Meyer pernah berlibur di sana. Mungkin saja kekasih Anda ada di tempat itu,” ucap seorang informan. “Aku tidak akan melepasmu, Vinsensia! Karena egomu anak kita meninggal,” lirih Kevin sambil memandang foto kekasih hati di atas meja. Pria itu bertanya lagi, “Apa Dewa masih mencariku? Kalau iya siapkan perjalanan yang aman menuju Interlaken dan kumpulkan semua buktinya!" “Baik Pak.” Informan itu mengangguk lantas meninggalkan Kevin sendirian di apartemen sederhana. Tangan Kevin yang terbalut lilitan perban terjulur dan mengusap wajah Vinsensia. Pria itu menatap sendu senyum ceria pujaan hatinya. Kevin ingat kenangan indah merajut cinta bersama gadis itu, tetapi Vinsensia lebih menyukai uangnya daripada Kevin. “Semua ini ulahmu, Sayang. Kalau kita tidak bisa bersama kamu dan Dewa juga tidak!” gumamnya. ** Dewa sudah beberapa kali menghubungi Pandu. Ia mendesak asistenn
Baca selengkapnya

Bab 86: Demi Pernikahan Kita

“Di mana Dewa?” sahut pria itu dari balik telepon.“Katakan Kak, apa rahasianya?! Kenapa harus bicara dengan Dewa?” tegas Rosalyn.Punggung wanita itu menegang dan tatapannya tertuju pada pintu kamar mandi. Ia sangat khawatir Dewa memergoki percakapan bersama Kevin. Rosalyn ingin tahu semuanya ia tidak mau hidup dalam belegu kebohongan.Kevin tergelak lantas berucap, “Oke, kirim dulu lima miliar. Setelah itu kamu mendapatkan semuanya. Jangan pelit Rosalyn, karena uang hasil menjual jaket tidak cukup untuk bertahan hidup!”“Lima miliar banyak. Aku perlu waktu ke bank,” lirih wanita itu.“Oke. Tarik saja secara tunai! Kita bertemu sembilan puluh menit lagi di toko bunga Blume.”Setelah itu Kevin mengakhiri panggilan suara.Sedangkan Rosalyn mendadak lupa akan tujuannya menunggu Dewa di kamar. Ia mengambil dua buah tas besar kemudian bergegas meninggalkan mansion. Tidak ada yang curiga sebab Feli, Tuan Jack dan Claudya tengah menemani Arimbi di dalam kamar. Berbeda dengan Brahma bermain
Baca selengkapnya

Bab 87: Terlambat Mengetahui Semuanya

“Apa maksudmu? Jangan sembarang bicara!” Sorot netra kelabu yang setajam elang menghunus relung hati Rosalyn. “Ah iya aku lupa. Kamu lebih percaya bukti yang terlihat, jadi … periksa saja sendiri!” Rosalyn menyerahkan hardisk serta map kecil di depan dada bidang. Setelah memberikan itu, ia beranjak menuju kamar utama. Rosalyn juga mengunci kamarnya lalu menelungkupkan tubuh di atas ranjang. Ia mengepalkan tangan sembari memukul perih bantal milik Dewa. “Bisa-bisanya aku percaya padamu. Kamu keterlaluan Dewa!” lirihnya. Sedangkan Dewa tak membuang waktu, ia memeriksa isi hardisk ekstrenal di ruang kerja. Tubuh kekarnya seketika limbung dan terkulai lesu di atas kursi. Sepasang manik kelabunya memerah dan bibirnya gemetaran tatkala menyaksikan bagaimana mobil sport miliknya menghantam tubuh Rosalyn, wanita yang sedang mengandung anak-anaknya. “Rosalyn … maaf,” ucapnya lirih. Dengan langkah sempoyongan, Dewa menghampiri Rosalyn. Namun pintunya terkunci dari dalam sehingga ia hanya
Baca selengkapnya

Bab 88: Aku Mohon

“K-kamu mengenalku?” Vinsensia menatap kaget pada seseorang itu. Samar-samar ia mengenal garis wajahnya tetapi lupa melihat atau bertemu di mana.Orang itu menyahut, “Tentu saja. Bukankah … teman Tuan Caldwell?”Vinsensia tersenyum manis dengan bibir keringnya. Gadis itu mendekatkan diri lantas merangkul lengan orang itu dan berlagak akrab.“Kalau gitu pinjamkan aku uang. Kamu bersedia? Tenang saja, aku ini memiliki hubungan Istimewa dengan Dewa. Aku pasti bayar.” Orang itu tampak ragu, apalagi melihat penampilan Vinsensia yang sangat berantakan dan usang. Gaya mewah nan mahal yang dahulu melekat erat sekarang tidak ada lagi.“Tapi Nona—”Vinsensia menimpali, “Sudahlah kamu tenang saja. Aku pinjam uang lima juta dan mobil ya, nanti asisten Dewa mengganti semuanya.” Seseorang itu mengangguk lalu menyerahkan uang tunai dan kunci mobil. Kemudian menatap Vinsensia dengan perasaan gundah.“Nona tolong kembalikan ya mobilnya. Besok saya harus pulang dan bekerja, saya takut dipecat,” cicit
Baca selengkapnya

Bab 89: Aku Bersalah Padamu

“Pandu, apa kamu sudah menemukan titik lokasi keberadaan Vinsensia?” Dewa memperhatikan asistennya melalui kaca spion dalam mobil. Alasannya, sudah lebih dari satu minggu paska Dewa memerintah Pandu mencari tahu semua rekam jejak peristiwa lima tahun lalu. “Menurut informasi pelayan di vilanya, Nona Meyer mengunjungi kampung halaman mendiang Tuan Meyer,” ucap Pandu. “Tidak biasanya kamu bekerja lambat,” sinis pria itu merasa tidak puas atas kinerja sang asisten. Pandu menghela napas, sembari menyetir mobil ia bergumam, “Itu karena Pak Dewa memberikan banyak tugas yang harus selesai dalam waktu bersamaan.” Sebelum menuju kampung halaman ayah Vinsensia, terlebih dahulu Dewa menjemput Givano—orang kepercayaan Arjuna. Dewa memberi salam hormat pada pria paruh baya itu kemudian menceritakan semua yang terjadi. Akan tetapi Givano telah mengetahuinya dari Arjuna. Bahkan asisten paruh baya itu menyerahkan map tipis ke tangan Dewa. “Bukalah! Semoga jantungmu baik-baik saja," t
Baca selengkapnya

Bab 90: Aku Mencintaimu

“Pergi ke mana?” sentak Dewa pada pelayan paruh baya itu.“Maaf Tuan, saya tidak tahu.” Suasana hati Dewa kian berantakan, garis ketampanannya menegang sekaligus pucat di bawah cahaya lampu kristal. Ia hendak keluar dari mansion untuk mencari Rosalyn tetapi suara bariton dari lantai dua mencegah langkah kakinya.“Apa kamu lupa bagaimana kondismu?!”Seketika Dewa mendongak menatap sang ayah yang berdiri angkuh sembari menopang tangan pada railing. Senyum pilu terukir tipis pada bibir sensual pria itu. Ia berujar, “Kenapa Ayah mengizinkan Rosalyn pergi? Susah payah aku menaklukannya!” Bukannya menjawab atau menenangkan putra sulung, Arjuna malah melontarkan pertanyaan sinis, “Menurutmu kenapa Rosalyn memilih pergi?”“Ayah!” teriak Dewa.“Perbaiki dirimu, Dewa!” tegas pria paruh baya itu.Diam dan hening, Dewa tidak mendebat lagi sebab menyadari betapa banyak kesalahannya. Ia menengadahkan kepala sembari menghirup udara, tetapi dadanya terasa sesak. Pelan-pelan ia melangkah gontai mema
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status