Home / Urban / Rahasia Kekayaan Sang Barista / Chapter 211 - Chapter 220

All Chapters of Rahasia Kekayaan Sang Barista: Chapter 211 - Chapter 220

233 Chapters

Memulai Bisnis Roti – Part II.

“Bagaimana kalau kita mempacking roti ini dengan pembungkus plastik yang cantik dan mulai menjajakannya?” tanya Yuto percaya diri.“Itu ide bagus,” jawab Hannah, matanya bersinar. “Aku masih punya sedikit waktu sebelum ke kafe. Aku akan manfaatkan untuk membantu penjualan roti!”Yuto dan Hannah sepakat dan segera bergerak. Ibu Mary mengamati mereka dari meja.“Ayo pergi! Ini waktu yang tepat untuk menjajakan roti,” kata Hannah.Mereka melangkah keluar dari dapur, membawa keranjang penuh roti berbagai topping—sekitar lima puluh potong. Wajah mereka mencerminkan optimisme, meski tantangan menanti.Seiring mereka pergi, meja makan yang kosong meninggalkan lima puluh potong roti lainnya.Beberapa anak panti asuhan, mungkin belum siap bergegas ke sekolah, mulai mendekat dengan mata berbinar penuh rencana.“Apa kamu yakin? Apakah kamu sudah bisa menghitung?” tanya Ibu Mary, nada khawatir namun masih penuh kepercayaan.“Tentu saja, Ibu Mary! Aku sudah kelas lima, dan pandai matematika!” jawa
last updateLast Updated : 2025-01-10
Read more

Insiden Hari Pertama.

Karena roti buatan Yuto menggunakan bahan berkualitas premium dan didukung teknik pembuatan adonan serta pemanggangan kelas internasional, dagangan mereka habis terjual dalam waktu singkat.Aroma mentega dan adonan segar yang terpanggang sempurna ternyata cukup untuk memikat pembeli di sekitar kawasan itu.Di ruang tamu sederhana panti asuhan yang dihiasi furnitur lama namun terawat, Xander duduk sambil membaca laporan singkat.Pandangannya terangkat ketika melihat Yuto dan Hannah muncul sambil tertawa-tawa, membawa energi ceria ke dalam ruangan yang sebelumnya sunyi."Apa yang kalian tertawakan? Semua dagangan hari ini habis?" tanya Xander, sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan. Nadanya terdengar tenang, namun matanya memancarkan rasa ingin tahu.Uji coba ini penting untuk mengukur apakah usaha mereka memiliki masa depan."Tentu saja habis!" jawab Hannah ceria. "Semua pembeli memuji roti buatan Yuto. Katanya, rasanya sekelas dengan roti mahal di mal!""Kami bahkan mendapat perminta
last updateLast Updated : 2025-01-11
Read more

Toko Roti Abner.

Toko roti “Abner Bakery” berdiri dengan aura lusuh di pinggir jalan, mencerminkan kebangkrutan yang diam-diam merayap. Bangunannya tidak bisa dibilang megah, tapi juga tidak sepenuhnya buruk—hanya seperti rumah tua yang terlalu lelah untuk bertahan di tengah gemerlap toko-toko modern. Cat dindingnya mengelupas seperti kulit pohon tua, kusennya kusam, dan dekorasi murahan yang pudar menambah kesan suram yang sulit diabaikan. Kue dan roti di etalase kaca terlihat jauh dari kata segar. Permukaannya kering, retak, dan warnanya memudar seperti kehilangan semangat hidup. Beberapa bahkan tampak seperti penghuni museum sejarah kuliner, bukan barang yang siap dimakan. Di depan toko, ada setumpuk roti yang diletakkan sembarangan, plastik pembungkusnya buram, dengan jamur yang mulai samar terlihat. Jika ada yang masih membelinya, itu mungkin bukan karena kualitas, tapi karena tidak punya pilihan lain. Yuto berdiri, punggungnya setegak anak panah - di depan toko itu. Ia memegang tongkat kayu
last updateLast Updated : 2025-01-11
Read more

Sang Resepsionis.

Hari ini adalah momen krusial bagi Panti Asuhan Penuh Kasih. Keberlangsungan rumah bagi tiga puluh anak kecil ini akan ditentukan oleh presentasi proyek—menyulap panti menjadi bakery yang dapat menopang kebutuhan mereka.“Bu Mary, apakah Anda sudah siap?” tanya Xander sambil melangkah mendekat. Meskipun santai, aura percaya diri Xander tampak jelas.“Er... ya, saya siap,” jawab Bu Mary, suaranya lebih terdengar seperti meyakinkan diri sendiri. Tangannya semakin gelisah, menghapus keringat di hidungnya berulang kali.“Tapi... saya tetap takut. Jika presentasi ini gagal dan Tuan William Tjiang tidak terkesan... bagaimana?”Xander tersenyum tipis, seolah kekhawatiran itu bisa disapu bersih. “Jangan khawatir. Saya akan ada di sana. Kita lakukan ini bersama.”Presentasi itu formal dan digelar di Kantor Pusat Tjiang Global Group, sebuah gedung pencakar langit megah yang menjulang di pusat kota. Bangunan dengan dinding kaca berkilauan itu melambangkan kekuasaan—kontras jelas dengan kondisi p
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more

Kejadian Tak Diduga.

“Tuan dewa penolong...” kata William Tjiang, menegaskan sapaan itu dengan nada menghormati. Matanya menatap Xander yang hanya berdiri diam, seolah ragu menjawab.“Apa Anda sudah lama tiba? Mengapa tidak langsung masuk menemuiku? Kita sudah janjian, bukan?”Wajah William menggelap, jelas tidak senang dengan situasi ini.Xander tetap tenang. Ia memang bukan tipe orang yang suka mengadu, meskipun Anna, sang resepsionis, telah mempersulitnya dan Ibu Mary dengan sengaja.Rasa belas kasih masih menguasai dirinya. Namun, Ibu Mary, meski dikenal welas asih, memiliki caranya sendiri menghadapi situasi seperti ini. Ketulusannya sering kali berubah menjadi senjata yang mematikan.Dengan sikap penuh kerendahan hati, Ibu Mary maju memperkenalkan diri. “Tuan William Tjiang, saya Mary, pemilik yayasan panti asuhan.”Tersentak oleh sikap sopan wanita tua itu, William segera menjabat tangannya dengan hangat. Ia sadar bahwa wanita ini adalah tamu istimewa yang dibawa oleh Xander, sosok yang ia hormati.
last updateLast Updated : 2025-01-13
Read more

Presentasi Yang Memukau.

Di dalam ruang Tuan William, suasana penuh wibawa menyelimuti. Ukiran kayu klasik pada dinding dan lampu gantung kristal memancarkan kesan mewah.Sementara aroma Teh Pu-er yang khas memenuhi ruangan, melambangkan kelas atas yang tidak bisa disangkal.Tuan William menyambut mereka dengan ramah, membuat Ibu Mary sedikit lebih nyaman meski canggung.Xander duduk tenang di sudut, senyum kecil menghiasi wajahnya, seolah sudah memprediksi bagaimana Tuan William akan terpesona oleh roti yang dibawa Ibu Mary.“Tuan penolong Xander, aku tidak menyangka ada seseorang yang memiliki keterampilan pembuatan roti kelas internasional seperti ini...” ujar Tuan William, tatapannya tertuju pada roti di hadapannya.Ia memeriksa tekstur roti itu dengan jari, seolah menilai sebuah karya seni.“Aku pernah makan roti dengan kualitas serupa di Shanghai,” tambahnya dengan nada tulus, seakan kenangan tentang perjalanan itu kembali hidup.Ia kemudian menoleh pada Ibu Mary, pandangannya penuh rasa kagum. “Tak kus
last updateLast Updated : 2025-01-14
Read more

Akhir Penuh Bahagia.

“Darmawan Tjiang! Siapa yang menyuruhmu masuk ke dalam kantor pribadiku?” Bentakan Yuan William menggema dengan suara rendah yang mengerikan, membekukan seluruh suasana.Darmawan Tjiang terdiam, tubuhnya kaku. Baru kali ini ia melihat ayahnya semarah ini.Yang ia tahu, semakin marah ayahnya, semakin dingin sikapnya. Dan itu selalu berarti satu hal—tindakan yang akan merugikan siapa saja yang berdiri di hadapannya.Melihat ketakutan di mata Darmawan, Tuan William merasa kemenangan seketika.Dengan gerakan angkuh, ia berbalik menuju Felicia, cucunya, yang ikut-ikutan menunduk, ketakutan.“Tidak biasanya kakek semarah ini…” batin Felicia, meremas tangannya. Keringat dingin menetes, meresap ke dalam pori-pori kulitnya. Suara dan ekspresi kakeknya terasa asing, dingin, tanpa sekecil pun kehangatan.Sekarang giliran Tuan William melemparkan tatapan tajam kepada Sandy Setiawan. Suaranya makin dingin, penuh ancaman.“Dan kamu, Sandy Setiawan! Kamu hanya seorang kontraktor sub-kontrak di perus
last updateLast Updated : 2025-01-15
Read more

Sebuah Kejutan Untuk Sandy.

Sandy Setiawan duduk menunggu keputusan rapat singkat di ruang pertemuan Tuan Tua, dengan dada berdebar.Ia bahkan tidak merasa sakit hati saat William Tjiang mengusirnya dari kantor pribadi Tuan Tua beberapa waktu lalu.Ia sudah terbiasa dengan sikap orang-orang yang merasa diri penting.Sandy tahu, keputusan yang diambil di dalam ruangan itu akan sangat menentukan masa depan bisnis Setiawan Corporation. Namun bagi Sandy, yang lebih penting adalah keuntungan untuk dirinya sendiri.Ia merenung, pikirannya melayang ke tanah panti asuhan yang hampir 2000 meter persegi itu. "Bayangkan berapa banyak yang bisa aku dapatkan jika panti asuhan bobrok itu tergusur...," pikirnya, semakin membayangkan potensi keuntungan yang menggiurkan.Selama ini, Sandy sudah mengeruk untung sampai tujuh puluh persen dalam setiap transaksi pembebasan tanah dan bangunan di lokasi supermall Tjiang Global.Setiap mark-up harga ia habiskan untuk berfoya-foya. Itu adalah cara dia menjalani hidup—dengan segala kesen
last updateLast Updated : 2025-01-16
Read more

Sandy Yang Apes.

Setelah semua pihak terdiam oleh ancaman tegas Tuan William Tjiang, suasana di ruangan itu menjadi sunyi.Darmawan Tjiang dan Felicia anaknya bersiap meninggalkan kantor, langkah mereka terdengar berat di lantai marmer. Namun, suara Xander memecah kesunyian itu.“Tunggu. Jangan pergi dulu,” ucapnya sambil berdiri tegap, sorot matanya tajam namun tetap tenang.Felicia berhenti, berbalik dengan wajah masam. “Ada apa lagi?” tanyanya dengan nada ketus. “Bukankah tujuanmu sudah tercapai? Panti asuhan itu selamat. Apa lagi yang kamu inginkan?”Wajahnya mencerminkan kejengkelan.Sementara Darmawan Tjiang berdiri dengan sikap hati-hati.Matanya sesekali melirik Xander, seolah mencoba menilai langkah apa yang mungkin dilakukan pria itu. Ia tahu, tindakan sembrono hanya akan memperburuk situasi.“Kalian perlu melihat ini,” kata Xander. Tanpa ragu, ia melemparkan setumpuk file tebal ke meja. Bunyi keras itu menarik perhatian semua orang di ruangan.“Aku pikir kalian mendukung orang yang salah,”
last updateLast Updated : 2025-01-17
Read more

Dolphin Bakery.

Beberapa bulan setelahnya, di kawasan supermall yang terletak di wilayah timur Jatavia, sebuah toko kue baru saja dibuka.Toko itu berdiri kokoh di antara butik-butik mewah dan gerai-gerai kelas atas yang mengelilinginya, seolah menjadi simbol kedatangan sesuatu yang tak terbendung—sebuah lambang status dan kemewahan baru di tengah hiruk-pikuk kota yang tak pernah tidur.Nama toko itu adalah Dolphin Bakery, dan hari itu, sang pemilik merayakan peresmian dengan acara yang sederhana, namun memiliki makna yang dalam dan penuh sentuhan pribadi.Walaupun undangannya terbatas, suasana yang tercipta terasa sangat akrab dan hangat.Seolah, segenap kebahagiaan yang ada mengalir begitu bebas di ruang yang penuh dengan tawa dan suara riang, menciptakan atmosfer yang tidak bisa dihalangi oleh apapun.“Selamat atas dibukanya Dolphin Bakery!” Xander berkata sambil mengulurkan tangan, senyumnya lebar ketika ia menjabat tangan Ibu Mary yang sudah sangat tua.Wajah wanita itu tampak berkaca-kaca, mata
last updateLast Updated : 2025-01-18
Read more
PREV
1
...
192021222324
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status