“Nggak ada apa-apa. Pasti cuma mati lampu biasa. Sebentar lagi juga pasti nyala,” bisik Regantara menenangkan istrinya. Ia mengangkat tubuh mungil itu dan membawanya ke dalam kamar mereka. Untung saja cahaya bulan dari jendela besar apartemennya cukup berguna malam itu. “Sepertinya kita memang harus melanjutkan misi kita malam ini,” goda Regantara disambut cubitan ringan di pinggangnya. Lelaki itu merebahkan tubuhnya di samping Vania. “Sayang, pernikahan seperti apa yang sebenarnya kamu impikan?” tanya Regantara, “apakah itu tentang mengundang banyak orang, memakai gaun putih dengan dekorasi yang penuh bunga?” “Aku tidak mau. Bagaimana kalau pernikahan itu gagal? Aku nggak mau merasakan kecewa untuk yang kedua kalinya,” sahut Vania, “jujur aku tak akan sanggup jika kegagalan yang sama kembali terulang. Mungkin aku bisa terlihat setegar ini, tapi sebenarnya hatiku —”Regantara menghentikan ucapan istrinya dengan sebuah kecupan. Ia memagut dengan penuh hasrat, menikmatinya, seakan h
Baca selengkapnya