Home / Romansa / Cinta dalam Rahim Sang Madu / Chapter 131 - Chapter 140

All Chapters of Cinta dalam Rahim Sang Madu: Chapter 131 - Chapter 140

154 Chapters

131. Perlombaan 2

Decak kagum dari para hadirin yang datang seakan merupakan musik yang indah dalam aula tempat perlombaan busana itu. Natalia melirik ke arah juri yang datang dari berbagai negara tetangga. Empat di antara mereka, datang dari negara Paman Sam dan Eropa. Dia terus berdoa agar mereka juga melirik pada gaunnya yang sangat indah.Perhatiannya kini beralih ke atas panggung, lalu kegugupannya semakin menjadi-jadi saat para model mulai melenggang cantik di atas catwalk. Sorak-sorai penonton terdengar riuh. Namun, Natalia nyaris tak mendengarnya. Ia hanya menatap panggung, matanya terpaku pada setiap gaun yang memutar anggun di tubuh para model.Gaun-gaun itu berkilauan, dihiasi batu permata, mutiara, atau permainan kain yang menjuntai, terlihat seperti karya seni yang tak ternilai harganya. Mata para juri, penonton dan peserta lomba, dimanjakan oleh maha karya para perancang busana. Namun, Natalia tahu, di tengah semua kemegahan itu, gaun putih gadingnya menawarkan sesuatu yang berbeda. Sede
last updateLast Updated : 2024-11-20
Read more

132. Rindu

“Pagi, Ma,” sapaku begitu memasuki kamar inap mama. Wanita yang melahirkanku itu sedang duduk di pinggir tempat tidur. Matanya tampak kosong, seperti menyimpan beban yang terlalu berat untuk dibagi.“Ada apa, Ma?” tanyaku kalut. Aku mendekati Mama dengan tergesa-gesa dan memeriksa keadaannya.“Ma?” kusentuh tangannya dengan lembut, tapi mama terlihat begitu gelisah, alisnya sedikit berkerut, memberi bayangan gelap pada wajah mama yang biasanya ceria setiap kali aku datang menjenguknya.“Ma, tolong katakan sesuatu, biar aku tahu apa yang ada di pikiran Mama.”Mama menatapku sepintas, bibirnya terbuka sedikit, seolah ingin mengatakan sesuatu, tetapi tak ada kata yang keluar. Pundaknya lunglai, menunjukkan kelelahannya yang tak hanya fisik, tetapi juga emosional.Hatiku terenyuh, kupeluk mama dengan erat, bisa kurasakan tubuhnya terasa rapuh dalam pelukanku, seperti ranting yang hampir patah oleh angin kencang. Bahunya yang dulu tegar kini bergetar pelan, membawa beban yang tak kasatmata
last updateLast Updated : 2024-11-21
Read more

133. Menggemaskan

“Noah?” Suaraku tiba-tiba memecah kesunyian di taman. Aku mendongak, sedikit terkejut mendapati pria itu berdiri di hadapanku, sorot matanya memancarkan sesuatu yang sulit kumengerti. “Kenapa kamu ada di sini?” tanyaku pelan, suaraku hampir tak keluar dari tenggorokanku. Kutatap Noah yang berdiri dengan senyum menawannya yang sangat menggoda dan menggemaskan. “Aku melihatmu di lobi tadi. Kamu baik-baik saja?” Tatapannya lembut, tapi membuat tenggorokanku tercekat. Mengapa hari ini semua orang seperti bisa melihat retakan di diriku? Padahal sudah kubungkus rapat, atau setidaknya kupikir begitu. “Hmm, aku baik,” jawabku, memaksakan senyum yang bahkan terasa asing di wajahku. “Bagaimana denganmu?” Dia mengangguk perlahan, tapi sudut bibirnya melengkung tipis, seperti ada sesuatu yang ingin dia katakan. “Aku baik, dan, kurasa, semakin baik setelah melihatmu di sini.” Aku tertawa kecil, kaku. “Oh, jadi sekarang kamu pakai gombalan untuk menyapa seorang wanita yang sedang duduk sendir
last updateLast Updated : 2024-11-21
Read more

134. Tidak Tega

Kulangkahkan kaki memasuki ruang kerja Dokter Mikael."Silahkan masuk, Grace," sapa Dokter muda itu yang rupanya sudah menunggu kedatanganku dari tadi."Terima kasih."“Begini, Nona Grace. Ibu Kristianto sedang mengalami fase-fase yang sangat kelam sekarang ini, "ucap Dokter Mikael sambil menatapku dengan wajah serius.Aku menarik napas berat, beban yang menghimpit dadaku seakan semakin menekanku ke titik terendah. Kapan semua ini akan berakhir? “Apakah terapi yang selama ini mama dapatkan tidak membantu sama sekali, Dokter?”“Itu membantu, tapi tidak permanen. Selama papa dari Nona Grace masih belum sadar, trauma itu akan selamanya di hati dan pikirannya.”“Baik, Dokter. Apakah ada jalan keluar lain yang bisa kita gunakan?” tanyaku penuh harap.“Ada, tapi aku tidak tahu apakah Nona Grace setuju dengan pendapat dari pihak rumah sakit.” “Coba katakan saja, Dok.”“Begini, Nona Grace. Bagaimana kalau kita pindahkan Pak Kristanto ke ruangan lain terlebih dahulu.”“Maksud, Dokter?” tanya
last updateLast Updated : 2024-11-22
Read more

135. Haruskah Seperti Ini?

“Noah, please …, tolong jauhi aku,” bisikku hampir tanpa suara, tapi cukup jelas untuk membuatnya berhenti sejenak. Tatapannya yang penuh perhatian berubah tajam. Namun, senyuman khasnya masih terukir, seakan menolak mempercayai kata-kataku.“Alasannya apa? Kamu punya penyakit kulit yang menular sehingga aku harus menjauh darimu?”Aku menggelengkan kepala, walaupun hatiku ingin menjawab ‘ya’ kalau itu bisa membuatnya menjauh dariku. “Lalu, apa alasannya sehingga aku harus menjauhimu?”“Aku tidak tahu," ucapku seperti orang linglung.Aku melirik ke arah jendela, dari sana, bisa kulihat langit biru yang menjadi saksi percakapan kami, meski aku lebih banyak diam.“Ikut aku ke taman,” ajak Noah, “mungkin di sana, kamu bisa bernapas lebih lega dari pada di dalam sini.”Kutatap wajah Noah sebentar, lalu memutuskan untuk mengikutinya ke taman rumah sakit. Langkah kaki kami yang tidak terburu-buru, bukan menandakan bahwa kami sedang menikmati keadaan sekitar, malah sebaliknya, aku ingin meng
last updateLast Updated : 2024-11-23
Read more

136. Makan Siang

Kubilas tubuhku dari busa sabun beraroma bunga kesukaanku, wangi dan menyegarkan. Begitu selesai, aku meraih selembar handuk dan membungkus tubuhku. Rasa ngantuk menyerangku seketika, ingin rasanya aku tidur tanpa ada yang menggangguku, tapi Gabriel menantiku di ruang makan. Dia sudah menyiapkan makan siang yang lezat.Dari cermin di depanku, kulihat perutku yang sudah mulai menonjol. Namun, masih bisa aku tutupi di depan orang-orang. Untung nafsu makanku biasa-biasa saja, sehingga aku tidak perlu takut berat badanku tiba-tiba naik.“Apa kabar jagoan-jagoan mama?” ucapku sambil mengelus perutku lembut. Sebuah senyum indah melengkung di sudut bibirku menggambarkan kebahagiaan yang tidak terkira. Setidaknya, ada pelangi setelah hujan. Kehadiran si kembar dalam rahimku, memberikan sesuatu yang berbeda. Aku merasa begitu terikat dengan kedua janin kecil itu.“Baik-baik ya di dalam sana. Terima kasih karena tidak membuat mama menderita selama masa kehamilan ini.”“Grace!” suara Gabriel d
last updateLast Updated : 2024-11-24
Read more

137. Dilema

Natalia meletakkan gunting tajam di atas meja kayu yang dipenuhi serpihan kain. Sudah lebih dari dua jam dia berkutat dengan tiga pola baru yang menuntut kesempurnaan untuk babak perlombaan berikutnya. Mata indah dan kecokelatannya melirik jam perak di pergelangan tangan.“Sudah jam dua lewat sepuluh menit?” gumamnya, seraya mengusap perut ratanya yang mulai protes. "Hmm, pantas saja aku mulai lapar."Tangannya meraih gawai yang sejak tadi terabaikan di sudut meja kerjanya. Dengan gerakan cepat, dia membuka layar dan menekan daftar kontak. Ia menekan angka satu, nama Gabriel langsung terpampang di layar ponsel. Dengan wajah ceria, dia menekan tombol untuk melakukan panggilan.Butuh lima nada sambung sebelum akhirnya Natalia mendesah kecewa. Tidak ada jawaban.“Ke mana dia?” gumamnya pelan. Kerutan halus muncul di dahinya. Sambil menutup telepon, dia berpikir sejenak sebelum keputusan terlintas di benaknya.“Mungkin aku akan beli makan siang dulu, sekalian mampir ke kantornya. Sudah l
last updateLast Updated : 2024-11-25
Read more

138. Hidup atau Mati

Natalia memijat pelipisnya dengan frustasi, matanya sesekali melirik ke jam dinding yang berdetak lambat di sudut ruangan. Ditutupnya buku sketsa yang ada di depannya, kini badannya terasa pegal karena telah duduk terlalu lama."Kenapa dia lama sekali sih?" celetuk Natalia sambil berdiri dan merenggangkan tubuhnya yang semampai. Ia memang selalu menjaga pola makannya, bagi Natalia, tubuh indahnya adalah aset terbaik yang dimiliki oleh seorang wanita dan sebagai seorang perancang busana seperti dirinya."Hah! Bosan juga aku menunggu seperti ini."Sudah hampir satu jam berlalu, dan Gabriel belum juga muncul. Kesabarannya mulai menipis, ditambah lagi rasa lapar yang menggerogoti perutnya sejak tadi. Ia mencoba mengalihkan perhatian dengan membuka laptop Gabriel, tetapi layar yang terkunci membuatnya semakin kesal.“Coba tanggal pernikahan kami, semoga berhasil …” gumamnya sembari mengetik kombinasi angka dengan jemari yang bergerak dengan lincah di atas keyboard laptop. Gagal! “Oke, mung
last updateLast Updated : 2024-11-25
Read more

139. Rencana Jahat

Natalia tersenyum sinis, diraihnya ponsel kesayangannya dan menghubungi seseorang. Tak lama kemudian terdengar suara kasar seorang pria dari ujung telepon.‘Segera cari wanita yang bernama Grace Anjelita, hidup atau mati.’‘Grace Anjelita? Hmm, baik, Nyonya! Serahkan tugas ini pada saya. Tapi apa yang harus saya lakukan saat saya dan para tim berhasil menemukan wanita itu?”‘Gampang! Buat dia menderita sampai jejaknya hilang tanpa bekas dari muka bumi ini.’Pria itu tertawa panjang dengan suara paraunya, ‘Tenang saja, Nyonya. Tidak pernah ada target yang bisa lolos dari tangan saya.’ Terdengar nada angkuh dalam suara pria itu.‘Aku butuh bukti, bukan janji,’ ucap Natalia tegas. Kata-katanya yang menohok, membuat pria itu berhenti tertawa secara tiba-tiba.‘Tentu saja, Nyonya, tentu saja. Saya akan membawa wanita itu di hadapan Nyonya.’'Jangan bawa dia di hadapanku, semua itu tugasmu untuk melenyapkannya. Aku hanya perlu informasi dan bukti saja.'"Baik, Nyonya. Percayakan pada saya p
last updateLast Updated : 2024-11-26
Read more

140. Bayang-bayang Paparazi

Sinar matahari pagi, memercikkan cahayanya ke sela-sela tirai jendela, menerpa permukaan meja kayu di sudut ruang makan keluarga Gabriel. Semalam dia sudah menunggu Natalia untuk pulang, tapi wanita itu tak kunjung pulang. Akhirnya dia jatuh tertidur dengan lampu kamar yang masih menyala.Saat dia terbangun, Natalia sudah mandi dan bersiap-siap untuk berangkat kerja. Ia merasa jarak mereka begitu jauh belakangan ini.Gabriel duduk di ruang makan, satu tangan menggenggam cangkir kopi yang masih mengepul, sementara mata gelisahnya terpaku pada layar ponsel. Bik Sumi yang lagi sibuk meracik nasi goreng kesukaannya, terlihat begitu sibuk. Tak lama kemudian, aroma bawang putih yang digoreng memenuhi indera penciuman semua orang yang ada di dapur. Pling! Notifikasi rapat beruntun berdatangan, mengisi layar dengan jadwal yang padat. Gabriel mengusap tengkuknya, sesekali menarik napas panjang. Suara derik sendok dan penggorengan yang saling beradu, mengiringi ketegangannya, sementara Natali
last updateLast Updated : 2024-11-26
Read more
PREV
1
...
111213141516
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status