Home / Romansa / Cinta dalam Rahim Sang Madu / Chapter 141 - Chapter 150

All Chapters of Cinta dalam Rahim Sang Madu: Chapter 141 - Chapter 150

154 Chapters

141. Klik, Klik, Klik

Angga yang sangat penasaran kenapa Gabriel hanya mampir sebentar di kantornya yang super megah, segera menghidupkan mesin motornya dan mengikutinya dengan sangat hati-hati."Jangan kira kamu bisa lolos dari pengawasanku," bisik Angga. Adrenalinnya serasa dipacu dengan cepat, dia janji tidak akan melepaskan Gabriel dari pandangan matanya.Begitu mereka memasuki lokasi jalan yang ada lampu merah, Angga memperlambat laju motornya dan menekan remote kamera yang ditempelnya di dekat kaca spion motor. Ia juga menggunakan kamera kedap suara sehingga tidak ada orang yang curiga sama sekali kalau dia sedang menjadi paparazi.Lampu merah di depan mulai berganti menjadi hijau, memberi aba-aba bagi kendaraan yang sempat membeku di tempat. Perlahan tapi pasti, deru mesin mulai terdengar, roda-roda melaju, meninggalkan jejak debu di jalanan yang hangat oleh sinar mentari pagi. Mobil-mobil, motor, bahkan sepeda, semuanya tampak seperti bidak-bidak kecil dalam permainan besar yang bernama kehidupan.
last updateLast Updated : 2024-11-27
Read more

142. Loh?

“Apa pun yang terjadi, kamu harus mengambil keputusan dan mengatakan semua ini kepada istrimu," terdengar ketegasan dalam nada bicara wanita itu. Angga menahan napas, menunggu jawaban dari Gabriel untuk wanita itu.“Baiklah, aku akan mengatakannya hari ini.”“Janji loh, ya. Jangan ditunda-tunda lagi. Semakin cepat dia tahu, maka itu akan lebih bagus untuk ke depannya.”Gabriel hanya mengangguk dengan wajah lesu.Percakapan Gabriel dan wanita itu membuat bulu kuduk Angga meremang. Kamera kecil di bawah meja terus bekerja, merekam setiap kata dan ekspresi dari mereka berdua.Agar Gabriel tidak menaruh curiga padanya, Angga memesan segelas jus mangga dan duduk sambil berpura-pura sibuk dengan ponselnya. Walaupun kamera telah merekam hasil percakapan mereka, tapi Angga tetap memasang telinga dengan sebaik-baiknya. Dia tidak mau ketinggalan sedikit pun informasi penting dari mereka.Cukup lama juga, Gabriel dan wanita itu menghabis waktu di sana. Sesekali, Gabriel mengambil ponselnya dan s
last updateLast Updated : 2024-11-28
Read more

143. Untuk Apa?

Masih dengan suasana hati yang panas dan emosi yang meletup-letup setelah menelepon Angga, Natalia menutup laptopnya dengan keras, lalu menarik napas dalam-dalam untuk meredam perasaan yang berkecamuk di dada. Amarahnya membuncah, bercampur dengan rasa sakit yang begitu dalam. Dia tidak menyangka, Gabriel dan wanita itu, tega melakukan semua ini. Natalia meraih ponsel, mencoba menghubungi Gabriel, tetapi ia mengurungkan niatnya, lebih baik dia bicara langsung dengan Gabriel."Awas kalian semua. Just wait and see, aku tidak akan tinggal diam melihat kehancuran dalam keluargaku. Akan kubalas rasa sakit ini."Natalia berjalan mondar-mandir sebentar, sebelum ia kembali membuka rekaman video di laptopnya. Tangannya mengepal, lalu kembali mengumpat dengan kata-kata yang tidak pantas didengar oleh siapa pun. Rasanya sudah tidak sabar lagi menunggu kedatangan Gabriel. Satu jam terasa begitu lama baginya.“Apa yang harus aku lakukan sekarang?” cetus Natalia geram. Dia mengambil gunting dan mu
last updateLast Updated : 2024-11-28
Read more

144. Pilih Siapa?

“Mama memintaku untuk ….”“Untuk apa, Gabriel?”Natalia sebenarnya sudah tahu apa yang diminta oleh mama mertuanya lewat rekaman yang dikirim Angga. Ternyata, sepanjang hari ini, Angga, paparazzi sewaannya, malah sibuk dengan mengikuti Gabriel yang mengunjungi mamanya. Jujur, Ibu Ariani selalu berpenampilan seperti anak gadis. Tak heran, Angga terjebak dan mengira Ibu Ariani adalah kekasih gelap Gabriel.“Duduk dulu, Natalia, aku akan menceritakan semuanya kepadamu.”“Aku tidak perlu duduk, tapi yang aku perlukan saat ini adalah kejujuran darimu.”Gabriel menatap gusar saat Sara berdiri sambil bercekak pinggang di hadapannya. “Mama memintaku untuk memberitahumu bahwa Grace tengah mengandung dua bayi kembar laki-laki.”Usai mengatakan semua itu, Gabriel memandang istrinya dengan wajah cemas. Dia tidak tega melihat kekecewaan di mata Natalia. Namun reaksi yang ia dapatkan, malah di luar dugaan.“Wah, selamat untuk keberhasilanmu dalam memproduksi anak. Aku turut bahagian dengan semua i
last updateLast Updated : 2024-11-29
Read more

145. Aku Bukan Barang

"Baiklah," Gabriel menghela napas panjang, seolah mengumpulkan keberanian yang tak ia miliki. "Aku akan memberitahumu apa yang Mama katakan padaku hari ini."Natalia menatapnya, matanya penuh amarah yang ia sembunyikan di balik ketenangan palsu. “Aku menunggu,” katanya dingin, tangannya bersedekap di dada, seolah berusaha melindungi hatinya yang mulai retak. Tubuhnya bergetar, tapi dia berusaha untuk tegar. Gabriel mengusap wajahnya dengan cepat, menundukkan kepala sebentar, lalu mengangkat wajahnya dengan sorot mata yang muram. "Mama memintaku untuk memilih …, mmm, memilih salah satu di antara kalian berdua."Saat kata-kata itu meluncur dari mulut Gabriel, dunia Natalia runtuh seketika. Rasanya seperti ada palu besar yang menghantam dadanya tanpa ampun, atau lebih tepatnya, sebuah batu besar ditimpakan di dadanya. Sesak sekali rasanya. Udara di sekelilingnya tiba-tiba terasa berat, seakan oksigen yang ada tak cukup untuk mengisi ruang paru-parunya. Gabriel duduk dengan gelisah, d
last updateLast Updated : 2024-11-30
Read more

146. Hampa

“Ingat, siapa pun yang kamu pilih nantinya, aku sudah tidak peduli lagi, tapi apa pun yang terjadi, aku akan mempertahankan apa yang sudah menjadi milikku.”Tanpa menunggu jawaban, Natalia memutar tubuhnya dan melangkah pergi, meninggalkan Gabriel yang duduk terpaku di tempat, dengan wajah yang kini penuh sesal tapi kosong. Setelah punggung Natalia menghilang dari balik pintu dan langkah kakinya sudah tidak terdengar lagi, Gabriel seperti diseret kembali pada kenyataan yang ada.Dengan gerakan cepat, dia mengejar Natalia yang memasuki lift di ujung lorong kantor.‘Aku harus melakukan sesuatu,’ pikir Gabriel kalut. Keamanan dan keselamatan Grace ada di tangannya sekarang. Kalau sampai Grace dicelakakan oleh Natalia, maka ia tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri.“Natalia! Tunggu! Dengarkan dulu penjelasanku!” Gabriel berhasil mengejar Natalia dan ikut masuk ke dalam lift. Ditatapnya wanita yang sudah menikah dengannya selama bertahun-tahun.“Please, listen to me! Aku mencintaimu,
last updateLast Updated : 2024-12-01
Read more

147. Pucat

“Loh, Non. Biar Bibik saja yang masak,” protes Bik Mirna yang baru saja selesai melakukan rutinitas seperti biasanya, yaitu menyiram bunga di taman.“Tidak apa-apa, Bik. Santai saja. Aku juga mau masak untuk mama kok.”“Tapi kan biar saya saja yang masakin, Non. Nanti tinggal Nona Grace bilang, kalau mau masak bahannya seperti apa.”Aku tersenyum sambil menatap wanita paruh baya yang selalu menjagaku sejak aku pindah ke sini.“Yaudah, kalau begitu, Bibik bantu aku potong-potong sawi hijau dan iris bawang merah saja.”“Siap, Non. Ngomong-ngomong, Nona mau masak apa?” Bik Mirna mengambil sebuah pisau dari laci khusus penyimpanan benda-benda tajam dan mulai memotong sawi hijau.“Aku mau buat capcay untuk mama.” “Pakai daging atau jamur?” tanya Bik Mirna penasaran. Tak lupa tangannya terus bekerja dengan cekatan.“Rencananya aku mau pakai makanan laut saja, seperti udang dan cumi. Mama paling suka seafood soalnya.”Aku lalu membuka laci tempat penyimpanan alat-alat masak yang tajam dan m
last updateLast Updated : 2024-12-02
Read more

148. Merespon

"Tunggu! Apakah Nona Grace baik-baik saja?""Kenapa?" tanyaku sambil berbalik dengan alis bertaut."Nona terlihat pucat dan letih. Apakah Nona sedang sakit?"“A-aku baik-baik saja.” “Nona bisa tunggu di sini sampai Ibu Kristianto selesai terapi.”“Tidak, terima kasih.”Tanpa berkata apa-apa lagi, aku segera keluar dari ruang kerja Dokter Mikael dan menuju ke kamar inap mama. Bagiku, mendingan aku menunggu mama di sana, sambil menemani papa, dari pada aku duduk di kantor Dokter Mikael. Pandangan penuh curiga terlihat jelas dari sinar matanya.Begitu memasuki kamar, aku menghampiri papa yang seperti biasa, masih terlelap dalam tidur panjangnya.“Selamat pagi, Papa …,” bisikku pelan sambil mengelus lengannya yang terlihat begitu pucat karena sudah berbulan-bulan tidak terkena sinar matahari. Walaupun kadang-kadang mereka menjemur papa pagi harinya, tapi itu tidak cukup untuknya yang sehari-hari hanya menghabiskan waktu di dalam ruang. Kukecup kening papa dengan lembut, lalu meletakkan r
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

149. Curiga

“Aku akan melakukan yang terbaik untuk papa.”“Bagus, Nona. Dalam minggu ini, kami akan memulai terapi saraf, dan memberikan rangsangan otak untuk mengaktifkan kembali jaringan-jaringan otak yang masih berfungsi dari Pak Kristanto.”Aku hanya mengangguk, menahan luapan bahagia yang nyaris pecah. Lalu pintu kamar terbuka perlahan, diikuti derit halus roda kursi. Mama muncul, dibantu oleh seorang suster. Sorot matanya nanar, bingung, mengamati kami yang berdiri dengan tegang di dekat ranjang papa.“Ada apa dengan papa? Kenapa kalian ngumpul di sana?” tanya mama sambil terus mendorong kursi rodanya ke arah kami.Aku berlutut di depan mama, meraih tangannya dan menempelkannya di pipiku, membiarkan dinginnya menenangkan rasa panikku. "Ma …, papa merespon dengan gerakan kecil. Ia merasakan sentuhan dan suara orang-orang di sekitarnya."Mama membeku. Wajahnya, yang selama ini selalu muram, kini cerah sekaligus penuh harap."A-apa?" suara mama tercekat. Dia bergantian menatapku dan Dokter Mik
last updateLast Updated : 2024-12-04
Read more

150. Cap-Cay

Aku menahan napas, jantungku berdegup kencang. Aku harus menyembunyikan kehamilan ini. Tak boleh ada seorang pun yang tahu, termasuk mama. Biarlah aku sendiri yang menanggung semua ini.Tangan mama semakin dekat, dan aku tak tahu harus berbuat apa. Satu gerakan salah saja, semuanya bisa terbongkar.Kriiing …. Dering telepon dari dalam tasku, membuat kami berdua kaget, mama mengurungkan niatnya untuk menyentuh perutku. Sambil pura-pura sibuk mencari ponsel di dalam tas, aku melirik mama dengan sudut mataku. Beliau terlihat mengambil rantang makanan dan memeriksa isinya. Untungnya, tangan mama masih berfungsi, kaki beliau saja yang lumpuh total. Aku hanya berharap satu hal, yaitu agar terapi yang sedang mama jalani saat ini, bisa membantu mama keluar dari krisis ini.“Siapa yang telepon?” tanya mama memecah lamunan singkatku.“Emm, teman, Ma,” bohongku saat melihat nama Gabriel yang tertera di layar utama.“Oh, kenapa tidak diangkat?”“Tidak apa-apa, Ma. Paling kalau penting, dia akan
last updateLast Updated : 2024-12-05
Read more
PREV
1
...
111213141516
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status