Share

133. Menggemaskan

Penulis: MyMelody
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-21 23:56:02

“Noah?” Suaraku tiba-tiba memecah kesunyian di taman. Aku mendongak, sedikit terkejut mendapati pria itu berdiri di hadapanku, sorot matanya memancarkan sesuatu yang sulit kumengerti.

“Kenapa kamu ada di sini?” tanyaku pelan, suaraku hampir tak keluar dari tenggorokanku. Kutatap Noah yang berdiri dengan senyum menawannya yang sangat menggoda dan menggemaskan.

“Aku melihatmu di lobi tadi. Kamu baik-baik saja?”

Tatapannya lembut, tapi membuat tenggorokanku tercekat. Mengapa hari ini semua orang seperti bisa melihat retakan di diriku? Padahal sudah kubungkus rapat, atau setidaknya kupikir begitu.

“Hmm, aku baik,” jawabku, memaksakan senyum yang bahkan terasa asing di wajahku. “Bagaimana denganmu?”

Dia mengangguk perlahan, tapi sudut bibirnya melengkung tipis, seperti ada sesuatu yang ingin dia katakan. “Aku baik, dan, kurasa, semakin baik setelah melihatmu di sini.”

Aku tertawa kecil, kaku. “Oh, jadi sekarang kamu pakai gombalan untuk menyapa seorang wanita yang sedang duduk sendir
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (15)
goodnovel comment avatar
fhᥱrrᥲ7
.mayan ada yg hibur,untung yg datang Noah yg bisa bikin senyum mski hatinya nggak
goodnovel comment avatar
Mood Die
ternyata noah lucu sekali dia ada 3 pria yg bener² menyukai grace seandainya mereka semua tau ttg grace apa ya tanggapan mereka
goodnovel comment avatar
Viva Oke
ah Noah ada saja guyonan yg bikin Grace ketawa walaupun banyak duka dibaliknya.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   134. Tidak Tega

    Kulangkahkan kaki memasuki ruang kerja Dokter Mikael."Silahkan masuk, Grace," sapa Dokter muda itu yang rupanya sudah menunggu kedatanganku dari tadi."Terima kasih."“Begini, Nona Grace. Ibu Kristianto sedang mengalami fase-fase yang sangat kelam sekarang ini, "ucap Dokter Mikael sambil menatapku dengan wajah serius.Aku menarik napas berat, beban yang menghimpit dadaku seakan semakin menekanku ke titik terendah. Kapan semua ini akan berakhir? “Apakah terapi yang selama ini mama dapatkan tidak membantu sama sekali, Dokter?”“Itu membantu, tapi tidak permanen. Selama papa dari Nona Grace masih belum sadar, trauma itu akan selamanya di hati dan pikirannya.”“Baik, Dokter. Apakah ada jalan keluar lain yang bisa kita gunakan?” tanyaku penuh harap.“Ada, tapi aku tidak tahu apakah Nona Grace setuju dengan pendapat dari pihak rumah sakit.” “Coba katakan saja, Dok.”“Begini, Nona Grace. Bagaimana kalau kita pindahkan Pak Kristanto ke ruangan lain terlebih dahulu.”“Maksud, Dokter?” tanya

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22
  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   135. Haruskah Seperti Ini?

    “Noah, please …, tolong jauhi aku,” bisikku hampir tanpa suara, tapi cukup jelas untuk membuatnya berhenti sejenak. Tatapannya yang penuh perhatian berubah tajam. Namun, senyuman khasnya masih terukir, seakan menolak mempercayai kata-kataku.“Alasannya apa? Kamu punya penyakit kulit yang menular sehingga aku harus menjauh darimu?”Aku menggelengkan kepala, walaupun hatiku ingin menjawab ‘ya’ kalau itu bisa membuatnya menjauh dariku. “Lalu, apa alasannya sehingga aku harus menjauhimu?”“Aku tidak tahu," ucapku seperti orang linglung.Aku melirik ke arah jendela, dari sana, bisa kulihat langit biru yang menjadi saksi percakapan kami, meski aku lebih banyak diam.“Ikut aku ke taman,” ajak Noah, “mungkin di sana, kamu bisa bernapas lebih lega dari pada di dalam sini.”Kutatap wajah Noah sebentar, lalu memutuskan untuk mengikutinya ke taman rumah sakit. Langkah kaki kami yang tidak terburu-buru, bukan menandakan bahwa kami sedang menikmati keadaan sekitar, malah sebaliknya, aku ingin meng

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-23
  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   136. Makan Siang

    Kubilas tubuhku dari busa sabun beraroma bunga kesukaanku, wangi dan menyegarkan. Begitu selesai, aku meraih selembar handuk dan membungkus tubuhku. Rasa ngantuk menyerangku seketika, ingin rasanya aku tidur tanpa ada yang menggangguku, tapi Gabriel menantiku di ruang makan. Dia sudah menyiapkan makan siang yang lezat.Dari cermin di depanku, kulihat perutku yang sudah mulai menonjol. Namun, masih bisa aku tutupi di depan orang-orang. Untung nafsu makanku biasa-biasa saja, sehingga aku tidak perlu takut berat badanku tiba-tiba naik.“Apa kabar jagoan-jagoan mama?” ucapku sambil mengelus perutku lembut. Sebuah senyum indah melengkung di sudut bibirku menggambarkan kebahagiaan yang tidak terkira. Setidaknya, ada pelangi setelah hujan. Kehadiran si kembar dalam rahimku, memberikan sesuatu yang berbeda. Aku merasa begitu terikat dengan kedua janin kecil itu.“Baik-baik ya di dalam sana. Terima kasih karena tidak membuat mama menderita selama masa kehamilan ini.”“Grace!” suara Gabriel d

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-24
  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   137. Dilema

    Natalia meletakkan gunting tajam di atas meja kayu yang dipenuhi serpihan kain. Sudah lebih dari dua jam dia berkutat dengan tiga pola baru yang menuntut kesempurnaan untuk babak perlombaan berikutnya. Mata indah dan kecokelatannya melirik jam perak di pergelangan tangan.“Sudah jam dua lewat sepuluh menit?” gumamnya, seraya mengusap perut ratanya yang mulai protes. "Hmm, pantas saja aku mulai lapar."Tangannya meraih gawai yang sejak tadi terabaikan di sudut meja kerjanya. Dengan gerakan cepat, dia membuka layar dan menekan daftar kontak. Ia menekan angka satu, nama Gabriel langsung terpampang di layar ponsel. Dengan wajah ceria, dia menekan tombol untuk melakukan panggilan.Butuh lima nada sambung sebelum akhirnya Natalia mendesah kecewa. Tidak ada jawaban.“Ke mana dia?” gumamnya pelan. Kerutan halus muncul di dahinya. Sambil menutup telepon, dia berpikir sejenak sebelum keputusan terlintas di benaknya.“Mungkin aku akan beli makan siang dulu, sekalian mampir ke kantornya. Sudah l

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25
  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   138. Hidup atau Mati

    Natalia memijat pelipisnya dengan frustasi, matanya sesekali melirik ke jam dinding yang berdetak lambat di sudut ruangan. Ditutupnya buku sketsa yang ada di depannya, kini badannya terasa pegal karena telah duduk terlalu lama."Kenapa dia lama sekali sih?" celetuk Natalia sambil berdiri dan merenggangkan tubuhnya yang semampai. Ia memang selalu menjaga pola makannya, bagi Natalia, tubuh indahnya adalah aset terbaik yang dimiliki oleh seorang wanita dan sebagai seorang perancang busana seperti dirinya."Hah! Bosan juga aku menunggu seperti ini."Sudah hampir satu jam berlalu, dan Gabriel belum juga muncul. Kesabarannya mulai menipis, ditambah lagi rasa lapar yang menggerogoti perutnya sejak tadi. Ia mencoba mengalihkan perhatian dengan membuka laptop Gabriel, tetapi layar yang terkunci membuatnya semakin kesal.“Coba tanggal pernikahan kami, semoga berhasil …” gumamnya sembari mengetik kombinasi angka dengan jemari yang bergerak dengan lincah di atas keyboard laptop. Gagal! “Oke, mung

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25
  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   139. Rencana Jahat

    Natalia tersenyum sinis, diraihnya ponsel kesayangannya dan menghubungi seseorang. Tak lama kemudian terdengar suara kasar seorang pria dari ujung telepon.‘Segera cari wanita yang bernama Grace Anjelita, hidup atau mati.’‘Grace Anjelita? Hmm, baik, Nyonya! Serahkan tugas ini pada saya. Tapi apa yang harus saya lakukan saat saya dan para tim berhasil menemukan wanita itu?”‘Gampang! Buat dia menderita sampai jejaknya hilang tanpa bekas dari muka bumi ini.’Pria itu tertawa panjang dengan suara paraunya, ‘Tenang saja, Nyonya. Tidak pernah ada target yang bisa lolos dari tangan saya.’ Terdengar nada angkuh dalam suara pria itu.‘Aku butuh bukti, bukan janji,’ ucap Natalia tegas. Kata-katanya yang menohok, membuat pria itu berhenti tertawa secara tiba-tiba.‘Tentu saja, Nyonya, tentu saja. Saya akan membawa wanita itu di hadapan Nyonya.’'Jangan bawa dia di hadapanku, semua itu tugasmu untuk melenyapkannya. Aku hanya perlu informasi dan bukti saja.'"Baik, Nyonya. Percayakan pada saya p

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26
  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   140. Bayang-bayang Paparazi

    Sinar matahari pagi, memercikkan cahayanya ke sela-sela tirai jendela, menerpa permukaan meja kayu di sudut ruang makan keluarga Gabriel. Semalam dia sudah menunggu Natalia untuk pulang, tapi wanita itu tak kunjung pulang. Akhirnya dia jatuh tertidur dengan lampu kamar yang masih menyala.Saat dia terbangun, Natalia sudah mandi dan bersiap-siap untuk berangkat kerja. Ia merasa jarak mereka begitu jauh belakangan ini.Gabriel duduk di ruang makan, satu tangan menggenggam cangkir kopi yang masih mengepul, sementara mata gelisahnya terpaku pada layar ponsel. Bik Sumi yang lagi sibuk meracik nasi goreng kesukaannya, terlihat begitu sibuk. Tak lama kemudian, aroma bawang putih yang digoreng memenuhi indera penciuman semua orang yang ada di dapur. Pling! Notifikasi rapat beruntun berdatangan, mengisi layar dengan jadwal yang padat. Gabriel mengusap tengkuknya, sesekali menarik napas panjang. Suara derik sendok dan penggorengan yang saling beradu, mengiringi ketegangannya, sementara Natali

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26
  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   141. Klik, Klik, Klik

    Angga yang sangat penasaran kenapa Gabriel hanya mampir sebentar di kantornya yang super megah, segera menghidupkan mesin motornya dan mengikutinya dengan sangat hati-hati."Jangan kira kamu bisa lolos dari pengawasanku," bisik Angga. Adrenalinnya serasa dipacu dengan cepat, dia janji tidak akan melepaskan Gabriel dari pandangan matanya.Begitu mereka memasuki lokasi jalan yang ada lampu merah, Angga memperlambat laju motornya dan menekan remote kamera yang ditempelnya di dekat kaca spion motor. Ia juga menggunakan kamera kedap suara sehingga tidak ada orang yang curiga sama sekali kalau dia sedang menjadi paparazi.Lampu merah di depan mulai berganti menjadi hijau, memberi aba-aba bagi kendaraan yang sempat membeku di tempat. Perlahan tapi pasti, deru mesin mulai terdengar, roda-roda melaju, meninggalkan jejak debu di jalanan yang hangat oleh sinar mentari pagi. Mobil-mobil, motor, bahkan sepeda, semuanya tampak seperti bidak-bidak kecil dalam permainan besar yang bernama kehidupan.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27

Bab terbaru

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   154. Rantai Besi

    Pria itu mendekati dan meraih wajahku. Aroma tubuh dan mulutnya membuat aku ingin muntah. Aku tidak mengenalnya sama sekali. Siapa gerangan pria ini sebenarnya."Diam!! bentaknya kasar.“Kenapa aku harus diam, orang jahat?!” sentakku tak mau kalah."Tutup mulutmu, sebelum aku yang menutupnya."Aku tidak peduli, sekuat tenaga, aku berteriak lagi dengan suara yang lebih keras, dan hasilnya si pria itu menutup mulutku dengan telapak tangannya. Dengan kasar, dia memerintah anak buahnya untuk mengambil lakban dan menempelnya secara sembarangan hanya untuk menutup mulutku yang masih ingin berteriak.“Sekali lagi kamu berteriak, maka aku akan menutup bibir seksimu itu dengan cara yang lebih menyenangkan. Akan kubuat rongga mulutmu penuh dengan ciumanku.”Mendengar ancamannya, aku langsung mual, dasar laki-laki mesum. Siapa sih dia sebenarnya? Perasaan selama ini, aku tidak pernah mempunyai musuh. Kenapa tiba-tiba aku disekap seperti ini?Pria itu berjalan mengelilingi kursi yang aku duduki,

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   153. Diam!

    "Aku akan mencari tahu siapa kamu sebenarnya," guman Gabriel pelan penuh percaya diri.Ia merapikan jasnya yang sedikit kusut akibat kemarahan tadi, lalu melirik ke jam tangan. ‘Grace pasti sudah menunggu terlalu lama,’ pikirnya. Dengan langkah cepat, ia meninggalkan taman, pikirannya tetap berputar, merencanakan langkah selanjutnya. Taman itu kembali sunyi, hanya suara angin dan dedaunan yang menjadi saksi. Lampu-lampu taman yang redup, seakan memberikan arah kepadanya, ke mana dia harus melangkah.Gabriel mempercepat langkah kakinya, ia sudah tidak sabar lagi untuk menemui Grace. Begitu tiba di tempat parkir, dari kejauhan, dia tidak melihat sosok Grace di jok depan mobil. Jantung Gabriel seperti berhenti berdetak. Tanpa sadar, langkah kakinya terpacu untuk segera tiba di tempat tujuan.“Grace!” teriak Gabriel saat mendapati wanita itu tidak ada dalam mobil. Dengan kalut, Gabriel memeriksa kursi penumpang, berharap kalau Grace sedang bermain petak umpet atau sekedar menakuti dirinya

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   152. Ke mana Dia?

    “Ayo, aku antarkan kamu pulang,” putus Gabriel sambil berdiri di depanku, lalu mengulurkan salah satu tangannya. Begitu aku hendak menyambut uluran tangan Gabriel, tanpa sengaja, aku melihat bayangan seseorang dari balik pohon besar tidak jauh dari tempat kami berdiri.Deg! Perasaanku tidak enak, aku merasa bahwa ada seseorang yang sedang memperhatikan kami berdua sedari tadi. Kuraih tangan Gabriel dan memberi kode padanya dengan gerakan bibir yang sangat pelan.‘Ada seseorang di belakang pohon yang sedang memperhatikan kita, Gabriel.’ Awalnya, ia terlihat bingung, tapi kemudian, ia memicingkan matanya berusaha membaca gerakan bibirku.‘Coba ulangi apa yang kamu katakan tadi,' bisiknya nyaris tak terdengar.Aku mengulang kembali ucapanku dengan perlahan sampai kulihat Gabriel memahami apa yang aku maksud. Gabriel mengangguk pelan, tatapan matanya menjadi waspada, dan ia langsung melindungiku dengan cara melingkarkan tangannya ke bahuku. Sikapnya sangat protektif seperti itu membuatku

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   151. Mencari Jalan Keluar

    Begitu keluar dari lobi, aku menemui Gabriel yang sedang menungguku di taman rumah sakit. Dia terlihat begitu tegang dan bingung. “Ada apa?” tanyaku prihatin, Gabriel tidak menjawab pertanyaanku, tapi langsung memelukku erat. Merasakan bahunya bergetar dalam dekapanku, refleks membuatku mengelus kepalanya dengan pelan.“Aku merindukanmu, Grace,” bisik Gabriel nyaris tak terdengar. Pelukan dan belaian tanganku, ternyata mampu membuatnya kembali tenang.Tak lama kemudian, dia melepaskan pelukannya, menangkup wajahku dan membelainya dengan penuh kerinduan. Ya, kerinduan yang mungkin telah tersimpan setelah sekian hari kami tidak bertemu.“Are you alright?” Kutatap netranya dan mendapati ada kegelisahan yang menghantui pikirannya. Ingin rasanya aku menghapus kegelisahan itu dan menggantinya dengan perasaan nyaman dan aman.“Banyak masalah yang terjadi akhir-akhir ini sehingga aku tidak sempat menjengukmu.” “Jangan pikirkan hal itu, Gabriel. Aku baik-baik saja.” Aku tersenyum singkat, be

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   150. Cap-Cay

    Aku menahan napas, jantungku berdegup kencang. Aku harus menyembunyikan kehamilan ini. Tak boleh ada seorang pun yang tahu, termasuk mama. Biarlah aku sendiri yang menanggung semua ini.Tangan mama semakin dekat, dan aku tak tahu harus berbuat apa. Satu gerakan salah saja, semuanya bisa terbongkar.Kriiing …. Dering telepon dari dalam tasku, membuat kami berdua kaget, mama mengurungkan niatnya untuk menyentuh perutku. Sambil pura-pura sibuk mencari ponsel di dalam tas, aku melirik mama dengan sudut mataku. Beliau terlihat mengambil rantang makanan dan memeriksa isinya. Untungnya, tangan mama masih berfungsi, kaki beliau saja yang lumpuh total. Aku hanya berharap satu hal, yaitu agar terapi yang sedang mama jalani saat ini, bisa membantu mama keluar dari krisis ini.“Siapa yang telepon?” tanya mama memecah lamunan singkatku.“Emm, teman, Ma,” bohongku saat melihat nama Gabriel yang tertera di layar utama.“Oh, kenapa tidak diangkat?”“Tidak apa-apa, Ma. Paling kalau penting, dia akan

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   149. Curiga

    “Aku akan melakukan yang terbaik untuk papa.”“Bagus, Nona. Dalam minggu ini, kami akan memulai terapi saraf, dan memberikan rangsangan otak untuk mengaktifkan kembali jaringan-jaringan otak yang masih berfungsi dari Pak Kristanto.”Aku hanya mengangguk, menahan luapan bahagia yang nyaris pecah. Lalu pintu kamar terbuka perlahan, diikuti derit halus roda kursi. Mama muncul, dibantu oleh seorang suster. Sorot matanya nanar, bingung, mengamati kami yang berdiri dengan tegang di dekat ranjang papa.“Ada apa dengan papa? Kenapa kalian ngumpul di sana?” tanya mama sambil terus mendorong kursi rodanya ke arah kami.Aku berlutut di depan mama, meraih tangannya dan menempelkannya di pipiku, membiarkan dinginnya menenangkan rasa panikku. "Ma …, papa merespon dengan gerakan kecil. Ia merasakan sentuhan dan suara orang-orang di sekitarnya."Mama membeku. Wajahnya, yang selama ini selalu muram, kini cerah sekaligus penuh harap."A-apa?" suara mama tercekat. Dia bergantian menatapku dan Dokter Mik

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   148. Merespon

    "Tunggu! Apakah Nona Grace baik-baik saja?""Kenapa?" tanyaku sambil berbalik dengan alis bertaut."Nona terlihat pucat dan letih. Apakah Nona sedang sakit?"“A-aku baik-baik saja.” “Nona bisa tunggu di sini sampai Ibu Kristianto selesai terapi.”“Tidak, terima kasih.”Tanpa berkata apa-apa lagi, aku segera keluar dari ruang kerja Dokter Mikael dan menuju ke kamar inap mama. Bagiku, mendingan aku menunggu mama di sana, sambil menemani papa, dari pada aku duduk di kantor Dokter Mikael. Pandangan penuh curiga terlihat jelas dari sinar matanya.Begitu memasuki kamar, aku menghampiri papa yang seperti biasa, masih terlelap dalam tidur panjangnya.“Selamat pagi, Papa …,” bisikku pelan sambil mengelus lengannya yang terlihat begitu pucat karena sudah berbulan-bulan tidak terkena sinar matahari. Walaupun kadang-kadang mereka menjemur papa pagi harinya, tapi itu tidak cukup untuknya yang sehari-hari hanya menghabiskan waktu di dalam ruang. Kukecup kening papa dengan lembut, lalu meletakkan r

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   147. Pucat

    “Loh, Non. Biar Bibik saja yang masak,” protes Bik Mirna yang baru saja selesai melakukan rutinitas seperti biasanya, yaitu menyiram bunga di taman.“Tidak apa-apa, Bik. Santai saja. Aku juga mau masak untuk mama kok.”“Tapi kan biar saya saja yang masakin, Non. Nanti tinggal Nona Grace bilang, kalau mau masak bahannya seperti apa.”Aku tersenyum sambil menatap wanita paruh baya yang selalu menjagaku sejak aku pindah ke sini.“Yaudah, kalau begitu, Bibik bantu aku potong-potong sawi hijau dan iris bawang merah saja.”“Siap, Non. Ngomong-ngomong, Nona mau masak apa?” Bik Mirna mengambil sebuah pisau dari laci khusus penyimpanan benda-benda tajam dan mulai memotong sawi hijau.“Aku mau buat capcay untuk mama.” “Pakai daging atau jamur?” tanya Bik Mirna penasaran. Tak lupa tangannya terus bekerja dengan cekatan.“Rencananya aku mau pakai makanan laut saja, seperti udang dan cumi. Mama paling suka seafood soalnya.”Aku lalu membuka laci tempat penyimpanan alat-alat masak yang tajam dan m

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   146. Hampa

    “Ingat, siapa pun yang kamu pilih nantinya, aku sudah tidak peduli lagi, tapi apa pun yang terjadi, aku akan mempertahankan apa yang sudah menjadi milikku.”Tanpa menunggu jawaban, Natalia memutar tubuhnya dan melangkah pergi, meninggalkan Gabriel yang duduk terpaku di tempat, dengan wajah yang kini penuh sesal tapi kosong. Setelah punggung Natalia menghilang dari balik pintu dan langkah kakinya sudah tidak terdengar lagi, Gabriel seperti diseret kembali pada kenyataan yang ada.Dengan gerakan cepat, dia mengejar Natalia yang memasuki lift di ujung lorong kantor.‘Aku harus melakukan sesuatu,’ pikir Gabriel kalut. Keamanan dan keselamatan Grace ada di tangannya sekarang. Kalau sampai Grace dicelakakan oleh Natalia, maka ia tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri.“Natalia! Tunggu! Dengarkan dulu penjelasanku!” Gabriel berhasil mengejar Natalia dan ikut masuk ke dalam lift. Ditatapnya wanita yang sudah menikah dengannya selama bertahun-tahun.“Please, listen to me! Aku mencintaimu,

DMCA.com Protection Status