Semua Bab Jaring Cinta Sang Bodyguard : Bab 71 - Bab 80

114 Bab

Bab 71 - Menghapus Jejak

Mendekati perempatan, seunit mobil Jeep hitam muncul dari arah berlawanan. Tommy mengerutkan dahi ketika sopir mobil Jeep mengedip-ngedipkan lampu dengan cepat. Sedetik berikutnya barulah Tommy sadar bila orang itu tengah membentuk kode morse. Tommy merunut huruf, kemudian dia menepuk pundak kiri Dandi. "Mas, mobil di seberang meminta kita belok ke kanan," tuturnya. "Tapi, arah kantor Om Patrick di depan," sanggah Dandi. "Ikuti aja kode morsenya. Mungkin mereka orang kiriman Pak Patrick." Dandi berpikir cepat, sebelum akhirnya memutuskan untuk mengikuti saran Tommy. Kondisi ban yang makin parah menyebabkan mobil kian sulit dikendalikan. Tiba di perempatan, Dandi membanting setir ke kanan. Mobil yang oleng menyebabkannya terpaksa menepi ke pinggir jalan. Tommy menoleh ke belakang. Dia membatin ketika mobil penguntit juga turut berhenti beberapa meter di belakang kendaraan mereka. Tommy menelan ludah, karena yakin jika sebentar lagi dia terpaksa bertarung dengan orang-orang tersebu
Baca selengkapnya

Bab 72 - Mamang Servis Payung

Keempat pria berbeda tampilan, terlihat serius berdiskusi di ruang kerja kediaman Patrick Fillmore. Sementara pemilik rumah menunggu di ruang tengah bersama keluarganya. Irena berulang kali menggerutu saat melihat luka-luka dan lebam di tangan keponakannya serta Dandi. Perempuan paruh baya tersebut kian membenci kelompok Macaire yang berani menyerang Kiano, Dandi dan Tommy tadi siang. Ketiga anak Patrick juga turut marah, karena sepupu mereka terluka akibat dikeroyok para penguntit. Ketiga remaja itu saling melirik ketika mendengar percakapan Papa mereka dengan seseorang yang diduga sebagai Farabi, melalui sambungan telepon jarak jauh. Puluhan menit terlewati, keempat pria keluar dari ruang kerja. Mereka melangkah menuju ruang tamu dan duduk di beberapa kursi tunggal. Setelah Patrick, Irena, Kiano dan Dandi bergabung, Hisyam menerangkan hasil percakapannya dengan Keane, Samuel dan Carlos. "Ya, lakukan saja. Saya akan mengikuti rencana kalian," cakap Patrick. "Besok saya akan menem
Baca selengkapnya

Bab 73 - Bukan Gitu l! Dasar, Bences@

Jalinan waktu terus berjalan. Sore itu, acara terakhir diklat dilaksanakan dengan serius. Semua peserta membentuk kelompok beranggotakan 5 orang, kemudian mereka diminta menunjukkan bela diri dengan disaksikan banyak orang. Selain pelatih dan panitia, beberapa pengusaha rekanan PBK juga turut diundang untuk menyaksikan acara tersebut. Hisyam sengaja melakukan itu sebagai cara promosi yang menurutnya paling efektif. Keyakinan Hisyam terbukti. Seusai acara, Philips Beauregard dan rekan-rekannya menyebut hendak menambah pengawal untuk keluarga mereka. Beni dan Lazuardi bergegas mencatat orderan. Mereka sangat senang dengan permintaan ajudan tersebut, karena akhirnya bisa menempatkan lulusan lainnya yang belum mendapatkan unit kerja. Puluhan menit terlewati. Semua tamu telah pulang. Nasir mengajak seluruh peserta untuk duduk bersila di rumput dan melakukan sesi sharing, sekaligus beristirahat. Tiba-tiba Anwar berdiri dan memberi hormat. "Komandan Hisyam, izin sparing!" serunya yang m
Baca selengkapnya

Bab 74 - Pria Bermata Hijau

Hari berganti. Pagi itu upacara penutupan diklat dilaksanakan dengan khidmat. Semua peserta terlihat semringah, karena telah berhasil menyelesaikan pendidikan dan pelatihan yang berat selama 3 pekan full. Hisyam turut menyampaikan pidato. Dia memandangi seluruh peserta diklat, lalu meneriakkan slogan PBK yang dibalas semua orang dengan semangat. Selanjutnya, Aditya yang menjadi ketua panitia, membacakan urutan 10 peserta terbaik. Hadirin bersorak ketika satu per satu peserta maju sambil tersenyum lebar. Mereka akan mendapatkan piagam, uang tunai dan souvenir khas PBK.Sembilan laki-laki dan satu perempuan berseragam safari hitam, berbaris di depan podium. Mereka menerima hadiah dari Aswin dan Nasir yang mewakili petinggi PBK serta PB. Selanjutnya, semua panitia dan pelatih turut bergabung dengan kesepuluh lulusan terbaik. Mereka dipotret fotografer sewaaan, kemudian mereka berdiri berjejer untuk bersalaman dengan seluruh peserta. Isak tangis mewarnai acara tersebut. Banyak peserta
Baca selengkapnya

Bab 75 - Akibat Tingkah Masa Lalu

Reigha tiba di rumah awal malam itu dengan raut wajah tegang. Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, dia menerobos memasuki kamar adiknya yang spontan bangkit dari kasur. Belum sempat Avariella bertanya alasan kakaknya masuk, Reigha telah meraup beberapa kertas dari saku celana dan melemparkan benda itu pada Avariella. Perempuan berambut panjang mengambil kertas yang ternyata berisi detail kegiatan dirinya, selama berada di Singapura sejak tiga tahun terakhir. Paras ayu Avariella seketika berubah pucat, kala menyadari ada beberapa foto yang menyertai laporan itu. Dalam gambar-gambar tersebut terlihat jika pergaulan Avariella sangat bebas. Hampir semua gaunnya terlihat minim. Bahkan ada satu foto yang memperlihatkan dirinya tengah menggunakan bikini hitam dan sedang berpelukan dengan Kiano, dalam posisi yang intim. "Aku benar-benar malu dengan tingkahmu!" desis Reigha sambil menatap tajam adiknya. "Mas, aku bisa jelasin ini," bujuk Avariella sembari beranjak untuk menyambangi lela
Baca selengkapnya

Bab 76 - Mau Kabur ke Antartika pun, kami pasti tahu

Hari berganti. Pagi itu, Hisyam berpamitan pada Utari. Kemudian dia bergegas memasuki mobil yang dikemudikan Syafid. Kendaraan itu melaju menuju stasiun. Syafid mengantarkan Hisyam, Jauhari, Yusuf, dan Aditya yang hendak berangkat ke Perancis, Belgia dan Belanda. Sedangkan Rangga, Syuja, Hasbi dan Lazuardi hendak bertolak ke Irlandia serta Wales. Utari menaiki mobilnya bersama Gwenyth, Puspa, Agus dan Deri. Sementara Beni menaiki mobil lain bersama Fattah, Kurniawan dan Ghozali. Keempat pengawal itu akan mengecek beberapa unit kerja di sekitar Inggris. Sesampainya di tempat tujuan, Utari dan rekan-rekannya turun. Mereka bergegas memasuki lobi utama dan hendak menuju lift, ketika Utari dipanggil seseorang dari kursi tunggu. Perempuan berbaju krem memandangi pria yang tengah menyambanginya. Utari terkejut melihat lelaki tersebut, yang dikenalnya sebagai sahabat Kiano. "Akhirnya kamu datang juga. Aku nungguin dari tadi," tukas Ghaisan sambil menyalami Utari dan rekan-rekannya. "Ada
Baca selengkapnya

Bab 77 - Aku Nggak Sweet?

Kesepuluh pria dan tiga perempuan berambut berseragam safari hitam, tiba di kantor PBK tepat jam 9 pagi. Mereka berbaris dan bersikap istirahat, sambil menunggu Ghozali serta Izhar membereskan berkas-berkas yang harus ditandatangani. Justin, Azmari, Zaidan, Kamil dan Darda yang baru memasuki ruangan, segera membantu kedua senior. Kemudian Ghozali menyampaikan pesan dari Hisyam agar ketiga belas orang tersebut bersedia menjadi pengawas unit kerja sekuriti, sambil menantikan posisi utama di unit kerja baru."Ada yang bersedia ditempatkan di Perancis?" tanya Ghozali sambil memandangi hasil lulusan diklat tempo hari. "Kami butuh 5 orang di sana," lanjutnya. "Izin bertanya, Komandan," tukas Coman. "Ya," balas Ghozali. "Di Perancis, kami harus mengawal siapa?" "Keluarga Lawrence. Tepatnya, Aaron dan Yardley. Mereka tinggal di pinggir Kota Paris. Yang dijaga hanya mereka dan kedua Adik Yardley." "5 orang itu, pengaturannya bagaimana?" "4 naik jaga dan 1 off. Nanti Izhar yang atur, kar
Baca selengkapnya

Bab 78 - Pulang

Waktu bergulir dengan cepat. Tibalah saatnya tim PBK pulang ke Indonesia. Valdi dan Frank tetap bertahan di London, untuk mengawasi para pengawal baru yang bertugas di banyak unit kerja. Bintang dan keempat rekannya ikut pulang ke tanah air. Tugas mereka di keluarga Fillmore digantikan tim Justin. Demikian pula dengan Fatma yang digantikan Puspa hingga sebulan ke depan. Selain orang-orang PBK dan PG, Kenzo Darka dan istrinya, serta Kiano, Dandi, Ghaisan, dan Revi juga ikut dalam rombongan pimpinan Lazuardi. Kehadiran mereka di bandara London sore itu menjadi pusat perhatian, karena semuanya kompak mengenakan kemeja putih dan celana jin biru, serta kacamata hitam. Utari sama sekali tidak mau jauh dari Hisyam. Selain karena sudah nyaman dengan sang kekasih, Utari juga tidak ingin didekati Kiano. Fatma turut menjaga sang nona, dengan dibantu Dreena dan Vanessa yang ikut ke Indonesia, untuk menghadiri pernikahan Rangga. Setelah memasuki pesawat, Hisyam memastikan barang bawaan di ba
Baca selengkapnya

Bab 79 - Menyerahkan Semua Cinta

Kedatangan kedua rombongan dari London dan Bilbao, disambut meriah pasukan PBK di bandara Cengkareng. Gustavo dan Mira yang ikut menjemput, bergantian mendekap Hugo, Carlos, Javier, Jose, Dreena, Vanessa dan yang lainnya. Hisyam mendekap kedua adiknya, yakni Farah dan Xabiya dengan erat. Kemudian dia memperkenalkan mereka pada Utari, yang menyalami keduanya seraya tersenyum. Sekar yang ikut menjemput, juga bersalaman dengan adik-adik Hisyam, yang diketahuinya sebagai karyawan di ZAMRUD dan BPAGK. Seusai berbincang sesaat, rombongan tersebut diarahkan Qadry dan Chairil menaiki dua bus sewaan. Mereka akan diantarkan ke kediaman Ira dan mess pengawal di dekat rumah Wirya. Sementara Kiano dan Kenzo serta kelompok masing-masing, telah ikut bersama keluarga mereka yang turut menjemput. "Nanti malam, kita diundang makan sama Pak Sultan," terang Chairil yang berada di kursi depan bersama Hisyam. "Aku juga diundang?" tanya Utari. "Semuanya, Ri. Termasuk para bos PG dan PC yang ada di Ja
Baca selengkapnya

Bab 80 - Ikuti Saja Rencanaku

Suasana hening melingkupi kediaman Heru, awal malam itu. Meskipun ada beberapa orang di ruang tamu, tetapi tidak ada seorang pun yang urun suara. Sulistiana memijat dahinya yang tiba-tiba berdenyut. Perempuan tua berjilbab krem baru nendengar keputusan Utari, yang telah menerima pinangan Hisyam. Sulistiana tidak menduga bila putrinya akan memilih menikahi Hisyam, yang baru dekat dengannya selama beberapa bulan terakhir. Sulistiana terkejut dan sedikit kecewa, karena tadinya dia mengharapkan Utari mendapatkan pria yang levelnya sama dengan keluarga Dewawarman. Hisyam dan Utari yang duduk berdampingan di sofa panjang, saling melirik sesaat, sebelum sama-sama memandangi Sulistiana. Hal serupa juga dilakukan Heru, Sekar dan Atalaric yang menempati kursi di sekitar Sulistiana. "Bu, Hisyam masih menunggu," tukas Heru memecah keheningan. "Ibu tidak tahu harus menjawab apa. Karena sepertinya tidak ada yang peduli dengan hati Ibu," rajuk Sulistiana sambil menengadah untuk memerhatikan pas
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
12
DMCA.com Protection Status