Kesepuluh pria dan tiga perempuan berambut berseragam safari hitam, tiba di kantor PBK tepat jam 9 pagi. Mereka berbaris dan bersikap istirahat, sambil menunggu Ghozali serta Izhar membereskan berkas-berkas yang harus ditandatangani. Justin, Azmari, Zaidan, Kamil dan Darda yang baru memasuki ruangan, segera membantu kedua senior. Kemudian Ghozali menyampaikan pesan dari Hisyam agar ketiga belas orang tersebut bersedia menjadi pengawas unit kerja sekuriti, sambil menantikan posisi utama di unit kerja baru."Ada yang bersedia ditempatkan di Perancis?" tanya Ghozali sambil memandangi hasil lulusan diklat tempo hari. "Kami butuh 5 orang di sana," lanjutnya. "Izin bertanya, Komandan," tukas Coman. "Ya," balas Ghozali. "Di Perancis, kami harus mengawal siapa?" "Keluarga Lawrence. Tepatnya, Aaron dan Yardley. Mereka tinggal di pinggir Kota Paris. Yang dijaga hanya mereka dan kedua Adik Yardley." "5 orang itu, pengaturannya bagaimana?" "4 naik jaga dan 1 off. Nanti Izhar yang atur, kar
Waktu bergulir dengan cepat. Tibalah saatnya tim PBK pulang ke Indonesia. Valdi dan Frank tetap bertahan di London, untuk mengawasi para pengawal baru yang bertugas di banyak unit kerja. Bintang dan keempat rekannya ikut pulang ke tanah air. Tugas mereka di keluarga Fillmore digantikan tim Justin. Demikian pula dengan Fatma yang digantikan Puspa hingga sebulan ke depan. Selain orang-orang PBK dan PG, Kenzo Darka dan istrinya, serta Kiano, Dandi, Ghaisan, dan Revi juga ikut dalam rombongan pimpinan Lazuardi. Kehadiran mereka di bandara London sore itu menjadi pusat perhatian, karena semuanya kompak mengenakan kemeja putih dan celana jin biru, serta kacamata hitam. Utari sama sekali tidak mau jauh dari Hisyam. Selain karena sudah nyaman dengan sang kekasih, Utari juga tidak ingin didekati Kiano. Fatma turut menjaga sang nona, dengan dibantu Dreena dan Vanessa yang ikut ke Indonesia, untuk menghadiri pernikahan Rangga. Setelah memasuki pesawat, Hisyam memastikan barang bawaan di ba
Kedatangan kedua rombongan dari London dan Bilbao, disambut meriah pasukan PBK di bandara Cengkareng. Gustavo dan Mira yang ikut menjemput, bergantian mendekap Hugo, Carlos, Javier, Jose, Dreena, Vanessa dan yang lainnya. Hisyam mendekap kedua adiknya, yakni Farah dan Xabiya dengan erat. Kemudian dia memperkenalkan mereka pada Utari, yang menyalami keduanya seraya tersenyum. Sekar yang ikut menjemput, juga bersalaman dengan adik-adik Hisyam, yang diketahuinya sebagai karyawan di ZAMRUD dan BPAGK. Seusai berbincang sesaat, rombongan tersebut diarahkan Qadry dan Chairil menaiki dua bus sewaan. Mereka akan diantarkan ke kediaman Ira dan mess pengawal di dekat rumah Wirya. Sementara Kiano dan Kenzo serta kelompok masing-masing, telah ikut bersama keluarga mereka yang turut menjemput. "Nanti malam, kita diundang makan sama Pak Sultan," terang Chairil yang berada di kursi depan bersama Hisyam. "Aku juga diundang?" tanya Utari. "Semuanya, Ri. Termasuk para bos PG dan PC yang ada di Ja
Suasana hening melingkupi kediaman Heru, awal malam itu. Meskipun ada beberapa orang di ruang tamu, tetapi tidak ada seorang pun yang urun suara. Sulistiana memijat dahinya yang tiba-tiba berdenyut. Perempuan tua berjilbab krem baru nendengar keputusan Utari, yang telah menerima pinangan Hisyam. Sulistiana tidak menduga bila putrinya akan memilih menikahi Hisyam, yang baru dekat dengannya selama beberapa bulan terakhir. Sulistiana terkejut dan sedikit kecewa, karena tadinya dia mengharapkan Utari mendapatkan pria yang levelnya sama dengan keluarga Dewawarman. Hisyam dan Utari yang duduk berdampingan di sofa panjang, saling melirik sesaat, sebelum sama-sama memandangi Sulistiana. Hal serupa juga dilakukan Heru, Sekar dan Atalaric yang menempati kursi di sekitar Sulistiana. "Bu, Hisyam masih menunggu," tukas Heru memecah keheningan. "Ibu tidak tahu harus menjawab apa. Karena sepertinya tidak ada yang peduli dengan hati Ibu," rajuk Sulistiana sambil menengadah untuk memerhatikan pas
Hisyam termangu sambil memandangi papan tulis, yang tergantung di dinding ruang tamu rumah Wirya. Benda putih besar itu telah penuh dengan nama-nama panitia, yang ditulis Zulfi dengan rapi. Alvaro yang memimpin rapat, tengah berdiskusi dengan ketiga Kakak Utari, Tio, Dante dan Baskara. Mereka nantinya jadi tim penanggung jawab acara akad dan resepsi. Sementara Wirya dan para Power Rangers, menyusun detail anggota PBK serta PB yang akan berjaga pada beberapa acara nanti. Sebab acara pernikahan beruntun full 4 minggu, semua anggota ring satu hingga tiga harus dipastikan berbeda orangnya. Hisyam tertegun ketika mendengar percakapan para sahabatnya yang merupakan anggota pengawal lapis tiga hingga lima. Hisyam terkejut kala Jauhari sibuk mengecek m-banking untuk memastikan transferan dari semua anggota pengawal muda telah masuk. "Kalian ngapain ngumpulin duit?" tanya Hisyam, setelah berpindah duduk ke dekat teman-temannya di teras depan. "Ini buat dana dadakan," kilah Jauhari. "Jan
Sepanjang pagi hingga siang itu Sulistiana tidak keluar dari kamarnya. Bahkan, troli makanan yang diantarkan asisten rumah tangga, masih tetap di tempat semula hingga masuk waktu Zuhur. Utari yang berada di rumah, hanya bisa menghela napas berulang kali. Menghadapi perempuan perajuk tersebut menjadikan Utari harus memperluas kesabarannya. Menjelang sore, kedua sahabat Utari datang dan mengajaknya jalan-jalan. Tania ikut bersama mereka, karena tidak mau ditinggal tantenya. "Yunara nggak ikut, Mala?" tanya Utari, sesaat setelah memasuki kursi tengah mobil putri bungsu keluarga Latief."Dia ikut Kakek Edmundo dan Babah main golf," jawab Malanaya yang berada di samping kiri sopir."Aku belum sempat mendatangi Kakek dan Emak di rumah baru." "Besok, mau? Kujemput." "Boleh. Sore, kan?" "Enggak. Kayak sekarang aja. Biar puas ngobrolnya." Utari memutar badan ke belakang untuk mengamati kedua ajudan baru keluarga Pramudya. "Kita belum kenalan. Aku, Utari," sapanya sembari mengulurkan tan
Hari berganti. Jumat pagi, belasan mobil MPV dan SUV bergerak menjauhi kediaman Wirya, yang menjadi titik berkumpulnya semua anggota rombongan. Setibanya di dekat gerbang utama cluster, beberapa unit mobil Jeep Mercedes-Benz bergabung di barisan belakang. Mereka adalah para bos PG yang turut berangkat bersama rombongan PBK. Hisyam berada di mobil kelima yang dikemudikan Banim. Dia mendengarkan acara berbalas kata keenam sahabatnya yang menempati kursi tengah dan belakang. Hisyam dan Banim terbahak, ketika Yusuf beradu mulut dengan Beni. Keduanya yang berada di kursi tengah, saling mencekik pura-pura, tanpa ada seorang pun yang berniat untuk melerai.Notifikasi di ponselnya menyebabkan Hisyam menghentikan gelakak. Dia segera menggulirkan jemari ke grup baru, yang akan dibentuk setiap mereka melakukan perjalanan secara rombongan. ***Grup OTW to BorneoYoga : Gaes, posisi? Zulfi : Aku masih di mobil kedua. Haryono : Aku di mobil ketiga. Andri : Mobilku ditikung Banim! Hisyam : H
Sore itu, acara siraman dilakukan di dua tempat berbeda. Acara Zaheera dilaksanakan di kediaman orang tuanya di kawasan Gusti Hamzah, yang lebih dikenal dengan jalan Pancasila. Acara Rangga dilakukan di taman belakang hotel. Area luas itu dihiasi aneka janur yang berbentuk setengah lingkaran. Rangga yang duduk di kursi sambil bertelanjang dada, menadahkan tangan dan mengikuti untaian doa yang dipanjatkan pamannya, yang menjadi pemimpin acara. Setelahnya, acara siraman dimulai. Harsaya dan Murti memandikan putra kedua mereka secara bergantian. Murti berusaha keras menahan tangisan. Namun, akhirnya dia terisak-isak sambil memeluk Rangga yang turut menangis. Harsaya memandangi istri dan anaknya sembari mengerjap-ngerjapkan mata. Terbayang kembali masa kecil hingga remaja Rangga, yang termasuk anak baik-baik. Selanjutnya, satu per satu tetua keluarga turut memandikan sang calon pengantin laki-laki. Sultan dan Winarti, Gustavo dan Ira, serta Elis, ikut menyirami pria berkulit kuning l
114 Puluhan orang keluar dari belasan unit mobil berbagai tipe. Mereka mengepung rumah besar tiga lantai di kawasan elite Kota Paris. Kepala polisi melangkah cepat ke teras rumah itu. Dia memencet bel dan menunggu dibukakan. Detik berganti. Namun, pintu tetap tertutup. Kepala polisi tetap tenang dan menekan bel lagi. Dia memerhatikan sekeliling sambil berbicara pada wakilnya dengan suara pelan. Sekian menit berlalu, sang kepala polisi akhirnya menelepon seseorang. Tidak berselang lama, pintu belakang dan samping rumah itu dibongkar paksa. Belasan orang menerobos masuk. Mereka langsung ditembaki orang-orang dari lantai dua yang bersembunyi di sekitar tangga. Tim polisi membalas tembakan sembari bergerak maju. Mereka jalan cepat sesuai strategi yang telah dibuat sejak beberapa jam lalu. Selama hampir setengah jam baku tembak itu berlangsung. Banyak korban dari kedua belah pihak yang terluka. Selebihnya terpaksa melanjutkan perkelahian dengan tangan kosong. Tiga unit mobil MPV ber
113 Hisyam mengaduh ketika tendangan Othello menghantam telinga kanannya. Hisyam menggeleng cepat untuk menghilangkan pusing, lalu dia memandangi Othello yang sedang tersenyum miring. "Cuma segitu saja kemampuanmu?" ledek Hisyam sambil memutar-mutar lehetnya supaya rasa tidak nyaman bisa segera hilang. "Itu baru separuh," jawab Othello. "Keluarkan semuanya." "Dengan senang hati." Othello maju dan meninju berulang kali. Hisyam menangkis sambil mendur beberapa langkah. Dia mencari titik kelemahan lawannya, lalu Hisyam menyusun rencana dengan cepat. Hisyam melompat dan menginjak paha kiri Lazuardi yang berada di sebelah kanannya, kemudian Hisyam menarik leher Othello dan mengepitnya dengan kedua kaki. Othello tidak sempat menjerit ketika tubuhnya terbanting keras ke tanah. Dia hendak berbalik, tetapi lengan kiri Hisyam telanjur mengepit lehernya dan memelintir dengan cepat. Edgar yang melihat rekannya rubuh, bergegas menyerang Hisyam dengan dua tendangan keras hingga pria itu ter
112 Hugo meninju Felipe tepat di rahangnya. Lelaki tua bergoyang sesaat, sebelum dia menegakkan badan kembali. Felipe melirik kedua pistolnya yang tergeletak di tanah, dia hendak mengambil benda-benda itu, tetapi satu pengait besi muncul dari samping kanan dan berhasil menarik kedua senapan laras pendek. Felipe sontak menoleh dan kaget melihat dua perempuan yang rambutnya dicepol tinggi-tinggi, melesat untuk menarik kedua pistol. Felipe hendak menarik Gwenyth, tetapi gadis itu langsung berbalik dan melakukan tendangan putar. Felipe mengaduh saat badannya ambruk ke tanah. Dia hendak bangkit, tetapi Gwenyth telah menibannya dan memutar leher Felipe hingga berbunyi nyaring. "Uww! Pasti sakit," tukas Hugo sambil meringis. "Lempar dia ke sana, Bang." Gwenyth menunjuk ke kiri. "Aku mau naik ke situ," lanjutnya yang menunjuk dekat kantor pengelola. "Hati-hati." "Okay." Hugo mengamati saat kedua gadis berlari kencang. Dia kembali meringis ketika Gwenyth dan Puspa berduet untuk menjatu
111Hampir 200 orang berkumpul di depan sebuah rumah besar, di pinggir Kota San Sebastian. Mereka tengah mempersiapkan diri, sebelum memasuki puluhan mobil van dan MPV beragam warna. Mobil-mobil itu melaju melintasi jalan lengang. Salju tebal yang turun sejak semalam, menjadikan banyak tempat tertimbun. Hanya mobil-mobil dengan alat pemecah salju yang berani melintas. Selebihnya memilih tetap di tempat. Kota San Sebastian yang terkenal sebagai tempat wisata, terletak di utara Basque, tepatnya di tenggara Teluk Biscay. Kota tersebut dikelilingi oleh daerah perbukitan dan memiliki tiga pantai yang terkenal. Yakni Concha, Ondaretta dan Zurriola. Konvoi puluhan mobil menuju Igeldo, salah satu distrik yang menghadap Gunung Ulia. Mereka telah mendapatkan informasi akurat tentang keberadaan kelompok Hugo, yang tengah meninjau lokasi proyek. Laurencius yang berada di mobil pertama, berusaha tetap tenang. Meskipun adrenalinnya mengalir deras, tetapi dia harus mengendalikan diri. Sudah sang
110Jalinan waktu terus bergulir. Pagi waktu setempat, Hisyam dan kelompoknya telah berada di bandara Kota Paris. Mereka dijemput Torin, ketua regu pengawal Perancis, dan asistennya, menggunakan dua mobil MPV. Kedua sopir mengantarkan kelompok pimpinan Yoga ke vila yang disewa Carlos, yang berada di sisi selatan Kota Paris. Sesampainya di tempat tujuan, semua penumpang turun. Mereka disambut Mardi dan Jaka di teras rumah besar dua lantai bercat hijau muda. Kemudian mereka diajak memasuki ruangan luas dan bertemu dengan banyak orang lainnya. Hisyam terperangah menyaksikan rekan-rekannya semasa perang klan Bun versus Han, telah berada di tempat itu. Hisyam melompat dan memeluk Loko, yang spontan mendekapnya erat. "Abang, aku kangen!" seru Hisyam, seusai mengurai dekapan. "Aku juga kangen, Mantan musuh," seloroh Loko. "Oh, nggak kangen ke aku?" sela Michael yang berada di samping kanan Loko. "Tentu saja aku kangen. Terutama karena sudah lama kita nggak sparing," balas Hisyam sembar
109Rinai hujan yang membasahi bumi malam itu, menyebabkan orang-orang memutuskan untuk tetap di rumah ataupun tempat tertutup lainnya. Utari menguap untuk kesekian kalinya. Dia mengerjap-ngerjapkan mata yang kian memberat, sebelum menyandar ke lengan kiri suaminya. "Kalau sudah ngantuk, tidur," ujar Hisyam tanpa mengalihkan pandangan dari televisi yang sedang menayangkan film laga dari Jepang. "Lampunya matiin. Aku nggak bisa tidur kalau terang gini," pinta Utari. Hisyam menggeser badan ke kanan untuk menyalakan lampu tidur. Kemudian dia beringsut ke tepi kasur, dan berdiri. Hisyam jalan ke dekat pintu untuk memadamkan lampu utama. "Aku mau bikin teh. Kamu, mau, nggak?" tanya Hisyam. "Enggak," tolak Utari sambil merebahkan badannya. Sekian menit berlalu, Hisyam kembali memasuki kamar sambil membawa gelas tinggi. Dia meletakkan benda itu ke meja rias, lalu beranjak memasuki toilet. Kala Hisyam keluar, dia terkejut karena mendengar bunyi ponselnya. Pria berkaus hitam menyambar
108Jalinan waktu terus bergulir. Deretan acara pernikahan sudah tuntas dilaksanakan di dua kota. Hisyam dan Utari telah kembali ke Jakarta. Mereka menetap di rumah baru bersama kedua Adik Hisyam. Pagi itu, Chalid menjemput Utari dan mengantarkannya ke kantor Dewawarman Grup. Sementara Hisyam melajukan kendaraan menuju kediaman Sultan. Jalan raya yang padat merayap menyebabkan Hisyam menggerutu. Dia sangat berharap kondisi lalu lintas di Ibu Kota bisa lebih tertata, seperti halnya di London. Sesampainya di tempat tujuan, ternyata sudah banyak orang berkumpul. Hisyam keluar dari mobil MPV mewah yang harganya sama dengan mobil Andri dan Haryono. Kemudian dia mendatangi orang-orang di gazebo dan teras, lalu menyalami semuanya dengan takzim. Tidak berselang lama, Yusuf dan teman-temannya datang. Sebab tidak mendapatkan tempat parkir, kedua sopir memarkirkan kendaraan mereka di pekarangan rumah Marley, yang berada di seberang. Alvaro mengajak semua orang untuk berpindah ke belakang. Hi
107 Ratusan orang memenuhi taman resor BPAGK di Bogor, yang telah diubah menjadi tempat pesta kebun nan mewah. Puluhan meja bernuansa putih, ungu muda dan fuchsia, mendominasi area kiri hingga tengah. Sementara bagian kanan sengaja dikosongkan untuk tempat pertunjukan. Pelaminan bersemu putih dan ungu, menambah keindahan tempat perhelatan akbar tersebut. Aroma bunga tercium di seputar area, terutama karena setiap sudutnya dipenuhi bunga beraneka warna, yang kian menambah kecantikan dekorasi hasil tim Mutiara.Pasangan pengantin baru menikmati hidangan di meja terdekat dengan pelaminan. Bersama hadirin, mereka menonton tiga video pre wedding yang telah disatukan. Hisyam mengusap tangan kiri Utari yang spontan menoleh. Keduanya sama-sama mengulum senyuman, karena mengingat saat pengambilan video, jauh sebelum mereka benar-benar menikah. "Kamu tahu? Waktu itu aku deg-degan banget. Terutama waktu kita adegan pelukan dari belakang," ujar Hisyam. "Aku ngerasa jantung Abang berdetak ken
106 "Syam, kamu apain Tari?" tanya Wirya sembari mengamati perempuan bergaun merah muda, yang sedang berbincang dengan istrinya. "Enggak diapa-apain, Bang," sahut Hisyam. "Jalannya aneh gitu." Hisyam meringis. "Mata Abang jeli banget." "Aku lebih pengalaman, jadi rada paham." Wirya melirik juniornya, lalu dia bertanya, "Berapa kali?" Hisyam tidak langsung menjawab, melainkan hanya tersenyum sembari menggaruk-garuk kepalanya. "Jawab!" desis Wirya sambil berpura-pura hendak mencekik pria yang lebih muda. "Dua," balas Hisyam dengan suara pelan. Wirya mengangkat alisnya, kemudian dia merangkul pundak sang junior. "Good. Aku dulu juga gitu." "Langsung dua set?" "Enggak. Malam dan pagi. Kamu?" "Siang dan sore. Entar malam sekali lagi." Keduanya saling melirik, sebelum terbahak bersama. Orang-orang di sekitar memandangi kedua pria yang sama-sama mengenakan kemeja biru tua, dengan tatapan penuh tanya. "Mereka ngakak begitu, aku jadi curiga," tutur Delany sambil memandangi suamin