Semua Bab BENIH PRESDIR LUMPUH: Bab 21 - Bab 30

51 Bab

Bab 21 Berada di atas Pangkuannya

Adel yang telah mendengar bisikan Fiona sedikit meragukannya. “Fiona apa rencana ini akan berhasil? Dan, bagaimana jika kita dikeluarkan dari sekolah ini, karena rencanamu sedikit kelewatan.”“Apanya yang sedikit ke lawatan? Menurutku itu masih batas wajar, kita hanya mengurungnya di gudang sekolah bukan menjualnya pada pria hidung belang,” ujar Maya yang terlihat sangat setuju dengan rencana Fiona. Setelah sejenak merasa ragi, Adel akhirnya setuju dengan rencana Fiona. Setelah jam sekolah selesai, saat para siswa sudah mulai pulang, Fiona, Adel, dan Maya masih berada di sekolah. Dengan langkah hati-hati, mereka mengamati gerak-gerik Juwita dari kejauhan. Mereka melihat Juwita yang baru saja keluar dari kelasnya, memastikan dia sendirian. Mereka menunggu hingga Juwita terpisah dari kerumunan teman-temannya dan tidak ada yang memperhatikannya.Saat Juwita hendak ke ruangan OSIS–Sintia yang di suruh Maya untuk memberitahu Juwita, bahwa seseorang telah memberikannya surat dan juga seb
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-23
Baca selengkapnya

Bab 22 Telah Melakukan

William membiarkan Fiona dengan posisi yang jelas membuatnya tidak nyaman.Sejenak, William menatap Fiona yang terlihat sangat rapuh. Dalam kebingungan William ingin memindahkan Fiona ke tempat tidur, tapi dengan keadaannya yang lumpuh, hal itu membuatnya merasa kesal. Ada keinginan yang tiba-tiba tubuh di hatinya. Dia tidak ingin meminta bantuan siapa pun, namun dia sendiri kesulitan.Saat William tengah berpikir, tiba-tiba Fiona membuka matanya sedikit, menatapnya dengan pandangan sayu. "William, aku ingin bicara," ucap Fiona dengan suara pelan namun terdengar jelas.William menghela napas, mendengus ringan. Sejak tadi Fiona mengatakan ingin berbicara padanya."Apa yang ingin kau bicarakan?" tanyanya dengan nada serius, sedikit penasaran dengan apa yang hendak diungkapkan oleh gadis di depannya itu.Fiona terdiam sejenak, lalu tersenyum seperti gadis bodoh dan menjawab, "William, setelah aku pikir-pikir aku hanya ingin mengatakan, kenapa kamu tampan sekali?"Kata-kata Fiona membua
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-24
Baca selengkapnya

Bab 23 Mendesah

William mendesah pelan, dia terlihat tidak senang. “Ya, kau mabuk. Dan tentu saja ada urusannya denganku, kau telah membuat kekacauan,” jelasnya dengan nada dingin. "Sekarang kau malah menuduhku macam-macam?""Tapi … kita tidur bersama begitu dekat! Kau memelukku erat! Apa yang terjadi di antara kita?" Wajahnya semakin memerah karena malu.William mendengus, matanya menatap Fiona tajam. "Kau benar-benar tidak sadar dengan apa yang terjadi semalam? Atau sedang berpura-pura,” tanyanya tegas lalu kembali berkata. "Aku ini pria lumpuh. Apa yang bisa kulakukan padamu? Malah kau yang semalam bersikap seenaknya padaku. Bahkan kau lebih liar dari seekor kucing.” Fiona menelan ludah, merasa terpojok."Aku–liar? Apa maksudmu?" tanyanya dengan bingung. "Lihat ini." William menunjuk lehernya, memperlihatkan tanda merah yang sedikit samar, tidak terlalu jelas seperti semalam.Mata Fiona membelalak lebar. “William, lehermu?” Suara yang terdengar terkejut , tidak percaya dengan apa yang dilihatnya
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-30
Baca selengkapnya

Bab 24 Luka di sudut bibirnya

Pak Herman melangkah maju, napasnya memburu. Dia tiba-tiba mengayunkan tangannya dan memukul Fiona dengan keras, membuatnya terjatuh ke lantai. Pak Herman merasa tidak terima dengan perkataan Fiona yang mendadak berubah dan tidak takut padanya. “Shit!” umpat Fiona pelan.“Fiona … “ Adel dan Maya begitu terkejut secara bersamaan memanggil nama Fiona yang terjatuh, mereka mencoba untuk membangunkannya. Maya, kini tidak tinggal diam karena Pak Herman telah bermain kasar pada mereka. Dia berdiri tegak dan berkata, "Pak, ini semua salah Juwita! Dia yang memulai masalah dengan kami! Jadi, Anda tidak bisa menyalahkan kami sepenuhnya dan bersikap kasar pada kami!"Tapi kata-kata itu justru membuat kemarahan Pak Herman memuncak. Wajahnya berubah semakin gelap, dan dengan cepat, dia melayangkan tamparan keras pada Maya. *PLAK!* Maya terhuyung, membuat kepala membentur tembok begitu keras. Tubuhnya tiba-tiba jatuh dan terkulai lemas, matanya perlahan-lahan menutup tak sadarkan diri.“Maya …”
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-04
Baca selengkapnya

Bab 25 Kemarahan

Selama perjalanan, hanya ada keheningan di antara mereka. Max beberapa kali melirik Fiona melalui kaca spion.Setelah beberapa saat mereka sampai di rumah. Fiona membuka pintu mobil tanpa sepatah kata pun pada Max, lalu berjalan masuk ke rumah dengan langkah gontai. Max memandangnya sejenak sebelum akhirnya menghela napas panjang, karena sebentar lagi dia harus pulang ke kantor William dan menjelaskan apa yang terjadi pada Fiona. Di kantor, Max duduk dengan sedikit tegang dan bingung untuk menyusun kata-kata yang harus disampaikan nya pada William yang kini menatapnya dengan penuh pertanyaan. Setelah kejadian di rumah sakit dan menyaksikan wajah Fiona yang penuh dengan beberapa luka, Max tahu ini bukan masalah yang spele, meskipun William terlihat tenang, namun dia tidak akan tinggal diam jika sesuatu terjadi pada orang-orang terdekatnya terutama istrinya itu. William memang terkadang tidak memperdulikannya, tetapi Max cukup yakin jika tuannya itu telah tertarik pada gadis seperti
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-04
Baca selengkapnya

Bab 26 Peluk Aku

William memajukan rodanya agar lebih dekat dengan Fiona yang masih berbaring di ranjang. “Kau demam. Aku akan panggil dokter.”Namun, sebelum dia bisa bergerak untuk mengambil ponsel, tangan lemah Fiona meraih lengan William. "Jangan ... jangan panggil dokter," ucapnya lirih.William terdiam, "Kau harus diperiksa. Agar besok bisa pergi melamar kerja ke kantorku lagi.”Wajah Fiona seketika cemberut dengan perkataan William yang kembali mengulang perkataannya. “Maksudku, agar kau cepat sembuh, jadi kau harus diperiksa.” Fiona menggeleng lemah, masih memegang lengan William yang terasa hangat bagi Fiona. "Aku tidak butuh dokter. Aku ... aku hanya ingin kau di sini."William mengernyit, tak mengerti. "Apa maksudmu?"Fiona menarik napas pelan. “Peluk aku, William… Aku kedinginan.” Kata-kata itu membuat William tertegun. Permintaan Fiona yang membuat William merasa tak percaya. "Aku akan memanggil dokter dulu, selain demam wajahmu begitu hancur seperti orang yang habis di pukuli," kata Wi
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-06
Baca selengkapnya

Bab 27 Dua Gunung Kembar

William mengangkat alisnya sedikit, menatap Max yang terlihat putus asa."Apa hubunganmu dengan Fiona?" tanya William tiba-tiba.Pertanyaan itu membuat Max tersentak. Dia mengerutkan dahi, tidak mengerti arah pembicaraan William. "Apa maksud Anda, Tuan?""Ada hubungan apa antara kau dan Fiona? Kenapa dia ingin menghubungimu?" Suara William terdengar lebih dingin dari biasanya. William terlihat seperti seorang suami yang sedang cemburu pada istrinya, namun dia tidak menyadari suasana hatinya sendiri. Max terdiam sesaat, berusaha mencerna pertanyaan itu. "Tuan, saya tidak punya hubungan apapun dengan Nona Fiona," jawab Max cepat. "Saya hanya mengantarnya ke rumah sakit saja kemari, seperti tugas saya. Saya benar-benar tidak ada hubungan apa pun dengannya."William memandangi Max dengan tatapan yang tidak bisa dibaca, seolah mencoba menilai kejujuran asisten setianya itu. "Jadi, kenapa Fiona ingin menghubungimu semalam?" tanya William lagi, kali ini dengan nada tajam.Max kebingungan,
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-08
Baca selengkapnya

Bab 28 Perdebatan Kecil

Fiona terjatuh tepat di pangkuan William. Dia terdiam sejenak, merasa terkejut. William, yang matanya tanpa sengaja melihat bagian yang seharusnya tidak dilihatnya dengan sorot mata yang tak terbaca. Fiona yang baru saja menyadari tatapan William, segera memperbaiki bajunya yang sudah setengah terbuka, mencoba menutup tubuhnya dengan tergesa-gesa.“William, tutup matamu!” Fiona memekik, panik. Dia segera mengulurkan tangan untuk menutup mata William, namun pria itu dengan tenang memegang tangan lembut Fiona, menghentikan gerakannya.William mendekatkan wajahnya ke telinga Fiona dan berbisik, “Aku sudah melihatnya.” Dengan senyum jahil yang tercetak jelas di bibirnya membuat wajah Fiona semakin memerah karena malu.“William, kau sangat menyebalkan!” Fiona berseru dengan marah, wajahnya memerah karena malu bercampur kesal. Dia segera berdiri dan turun dari atas pangkuan William, menjauh secepat mungkin. Bajunya yang rusak segera dia peluk oleh kedua tangannya sambil membelakangi Willia
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-09
Baca selengkapnya

Bab 29 Memeluknya

Saat pagi datang, Fiona menaiki bus yang sudah disediakan oleh sekolah bersama murid lain. Bus tersebut dipenuhi suara riuh dari percakapan para siswa yang begitu semangat membahas tentang perkemahan. Fiona, bersama Adel dan Maya, duduk di tengah bus sambil mengobrol. Mereka tidak banyak tahu tentang tempat itu, selain mengetahui bahwa dulunya tempat tersebut merupakan peninggalan zaman penjajahan yang kini dialihfungsikan sebagai kawasan berkemah.Setelah perjalanan yang cukup panjang dan berliku, bus akhirnya tiba di tempat perkemahan. Mereka disambut oleh suasana yang benar-benar berbeda dari hiruk-pikuk kota. Udara segar pegunungan mengalir dengan lembut, dan di sekitar mereka, pohon-pohon venus dan tanaman lainnya berdiri kokoh, menciptakan kesan hutan yang lebat dan misterius. Suasana dingin mulai meresap ke dalam tubuh Fiona, membuatnya merapatkan jaket yang dia kenakan.Fiona berdiri sejenak di depan bus, memandangi pemandangan indah namun terasa agak menyeramkan di tempat i
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-04
Baca selengkapnya

Bab 30 Rasa Panik dan Takut

Akhirnya, tiba giliran Fiona. Dengan sedikit gelisah, dia maju kedepan, mata Fiona dan Alvaro saling bertemu untuk sejenak, sebelum meraih salah satu gulungan kertas dari wadah kaca itu. Saat dia membuka gulungan kertas tersebut, bibirnya yang semakin cemberut."Kelompok A," baca Fiona pelan, dan tatapannya langsung beralih ke arah Alvaro.Ternyata, Alvaro adalah ketua kelompok A. Fiona masih saja cemberut. Bukan karena dia tidak suka satu kelompok dengan Alvaro, tapi karena dia ingin satu kelompok dengan kedua temannya. Apalagi sekarang, Fiona harus berada dalam kelompok yang mungkin dia sendiri anggota wanita satu-satunya yang ada di kelompok A. Dengan kesal, dia melirik ke arah sahabat-sahabatnya yang memasang wajah sedih.“Alvaro, apa kita bisa bertukar kelompok?” tanya Fiona.Alvaro, yang mendengar keluhan kecil Fiona, hanya menatapnya dingin. "Ini sudah diatur secara acak, Fiona. Kerjasama tim lebih penting daripada siapa yang berada dalam satu kelompok."Fiona hanya mendengus
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-05
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status